Kalsel

Jangan Lengah, DBD Sama Berbahayanya dengan Corona

apahabar.com, BANJARMASIN – COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona tipe baru SARS CoV-2 rupanya bukanlah wabah…

Featured-Image
Ilustrasi pasien corona. Foto-Radar

bakabar.com, BANJARMASIN – COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona tipe baru SARS CoV-2 rupanya bukanlah wabah penyakit menular pertama di dunia maupun bagi Indonesia.

Kementerian Kesehatan meminta masyarakat tak lengah terhadap ancaman demam berdarah dengue atau DBD.

Ya, jauh sebelum ingar bingar penyakit COVID-19 yang virusnya diketahui pertama kali menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019, sudah pernah ada berbagai wabah penyakit menular yang merebak.

Sebut saja Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002, flu burung pada 2005, flu babi (swine flu) yang menjadi pandemi pada 2009, Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) pada 2012, maupun penyebaran polio bersamaan virus ebola pada 2014 pernah terjadi hanya dalam 20 tahun terakhir.

Penyakit-penyakit menular yang bersumber dari makhluk mikroskopis, yakni bakteri maupun virus itu memang tak mengenal batas wilayah negara.

Layaknya manusia yang gemar bepergian ke berbagai pelosok dunia, sumber penyakit menular itu pun sering ikut serta menumpang pada makhluk hidup lain sebagai inangnya. Ada pula yang berperan sebagai vektor utama maupun sekunder pembawa virus, seperti kelelawar, unta, tikus, burung, kutu, trenggiling.

Terkadang, virus dan bakteri yang dikenal sekarang pun bukan makhluk kemarin sore, yang kebetulan baru hidup pada era media sosial dan grup Whatsapp terbentuk. Ada dari mereka yang berusia sangat renta namun tetap mampu memicu wabah penyakit yang kemudian viral.

Contohnya, cacar yang sudah mewabah sekitar 10 ribu tahun sebelum masehi dan merenggut ratusan juta nyawa manusia. Ada pula campak yang juga merenggut ratusan juta jiwa sejak abad tujuh sebelum masehi.

Lalu polio, penyakit yang juga disebabkan virus yang mampu membuat kelumpuhan bagian tubuh manusia diyakini sudah ada sejak zaman Mesir Kuno. Cacar baru dapat dikendalikan pada era 1970, campak 1960-an, dan polio 1950-an, setelah ditemukan vaksin untuk ketiga penyakit tersebut.

Namun, ada pula wabah penyakit mematikan yang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia yang belum ada vaksinnya, yakni demam berdarah dengue yang disebabkan virus dengue dengan vektor utama nyamuk Aedes aegypti.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebut setidaknya 50 juta orang di dunia terinfeksi virus dengue tersebut. Tidak ada cara lain untuk terhindar selain masyarakat melakukan pencegahan dengan melakukan 3M, yakni menguras, menutup, dan mengubur benda-benda yang dapat menampung air.

Saat masyarakat Indonesia panik oleh COVID-19, Kementerian Kesehatan (Kemkes) mencatat sudah ada 94 kematian di Indonesia terhitung sejak 1 Januari hingga awal Maret 2020 akibat DBD, dari total 14.716 kasus secara nasional.

Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan curah hujan yang terkadang cukup tinggi seperti sekarang ini, berpotensi membuat nyamuk Aedes aegyti berkembang pesat.

“Jangan nanti karena fokus pada virus corona malah lengah dengan ancaman DBD,” katanya dilansir Antara.

17 Kasus DBD di Banjarbaru

Menginjak bulan ketiga di 2020, jumlah warga terserang demam berdarah dengue (DBD) di Banjarbaru bertambah jadi belasan orang.

"Bulan Januari 2020 ada 13 Positif DBD. Dan di Februari jadi 17 orang positif DBD," ujar Kepala Dinas Kesehatan Banjarbaru, Rizana Mirza kepada bakabar.com, Jumat (6/3) pagi.

Penyebab utama maraknya temuan kasus demam berdarah tak lain karena Kalsel sedang memasuki musim penghujan.

Senada dengan Mirza, hal serupa juga diungkapkan, Kepala Seksi P2PM Dinkes Banjarbaru Siti Khadijah.

Menurutnya, peningkatan DBD di Banjarbaru dipengaruhi musim hujan dan kurangnya penerapan 3 M Plus.

Metode dimaksud, yakni menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan penampungan air.

Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya.

Lalu, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi jadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

Sementara, plus-nya, yakni menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan bubuk abate) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.

Kemudian, menggunakan obat nyamuk atau anti-nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, atau memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

"Kasus DBD, kecenderungan meningkat karena masih musim hujan. Untuk itu, dilakukan upaya pencegahan agar kasus dapat dicegah. Dan tidak meningkat secara signifikan," ujarnya.

Lokasi terpenting yang perlu dilaksanakan penyuluhan Jumantik, Jumat Bersih, dan PSN (3 M plus) menurutnya ialah di sekolah. Karena kebanyakan, anak sekolah atau remaja yang paling mudah terserang DBD.

"Nyamuk aides, keluar sarang pukul 09.00 dan kembali sarang pukul 17.00. Sesuai jam aktifitas anak sekolah," paparnya.

Terakhir Ia berpesan agar semua pihak harus saling memerhatikan kebersihan lingkungan.

Agar masyarakat terhindar dari penyakit yang disebabkan dari perilaku hidup tidak sehat.

Baca Juga: Nah, Cara Aman Cegah Demam Berdarah

Baca Juga: Duh, Belasan Warga di Banjarbaru Terserang DBD

Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner