bakabar.com, BANJARMASIN – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengeluarkan pernyataan sikap terkait penangkapan Philip Jacobson, jurnalis kantor berita lingkungan Mongabay.
“Kekerasan dan upaya terhadap kerja-kerja penguatan demokrasi media ternodai,” tulis Walhi dalam pembuka siaran pers-nya terkait penangkapan Philip Jacobson pada 17 Desember 2019 kemarin.
Pada 21 Januari 2020, Philip resmi ditahan dengan tuduhan melanggar UU Imigrasi, meski yang bersangkutan memasuki Indonesia dengan visa bisnis.
Ditangkapnya jurnalis Mongabay itu, menurut Walhi, sulit dipisahkan dari kerja-kerja jurnalistiknya, serta upaya menegakkan hak mendapat informasi terhadap publik, meski dihadapkan tuduhan pelanggaran administrasi, tetapi adanya indikasi upaya proses hukum yang lama, tercatat lebih dari satu bulan menjadi tahanan kota, baru kemudian diproses pada 21 Januari 2019.
“Kerja-kerja Jurnalistik adalah bagian dari penguatan demokrasi dan hak asasi manusia. Kekerasan dan upaya menghalangi kerja-kerja jurnalistik merupakan pelanggaran terhadap konstitusi UUD 1945 pasal 28 dan UU 40/1999 tentang pers yang menjamin kemerdekaan pers,” tulis Walhi.
Baca Juga: AMAN Kaltim Kecam Penangkapan Jurnalis AS di Palangkaraya
Terkait hal ini, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama 28 Eksekutif Daerah WALHI di 29 Provinsi mendesak agar Jurnalis Mongabay Philp Jacobson dibebaskan.
Kekerasan dan upaya kriminalisasi pada semua jurnalis di Indonesia harus dihentikan. Jurnalis yang memberitakan isu publik dan lingkungan hidup, juga merupakan bagian dari pejuang lingkungan hidup dan hak asasi manusia (EHRD - Environmental Human Right Defender).
Kronologis Penangkapan Jurnalis Mongabay
Philip Jacobson adalah karyawan Mongabay, sebuah organisasi berita sains lingkungan nirlaba. Jacobson adalah editor Mongabay.com yang membagi waktunya antara Indonesia dan AS, negara asalnya.
14 Desember: Jacobson melakukan perjalanan dengan multiple-entry business visa, tiba di Palangkaraya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah, untuk bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat.
16 Desember: Jacobson menghadiri dialog di gedung parlemen daerah, DPRD Kalimantan Tengah dan cabang AMAN setempat.
17 Desember: Jacobson dijadwalkan terbang keluar dari Palangkaraya, tetapi sebelum dia bisa pergi ke bandara, petugas imigrasi pergi ke wisma tempat dia menginap dan menyita paspornya. Para pejabat memerintahkan Jacobson untuk datang pada hari berikutnya untuk diinterogasi.
Diketahui kemudian bahwa seseorang telah memotret Jacobson di gedung parlemen dan melaporkannya ke imigrasi.
18 Desember: Di kantor imigrasi Jacobson diinterogasi tentang kegiatannya. Pihak berwenang mengambil pernyataan resmi, yang dikenal sebagai BAP, dan memerintahkan Jacobson untuk tetap di Palangkaraya sementara mereka melanjutkan penyelidikan.
20 Desember: Kedutaan Besar AS menelepon kantor imigrasi, disebutkan bahwa mereka tidak akan memberikan batas waktu untuk investigasi atau proses administrasi.
24 Desember: Jacobson ketinggalan penerbangan internasional keluar dari Indonesia, untuk liburan Natal dan Tahun Baru.
26 Desember - 7 Januari: Imigrasi terus mengelak tentang jadwal waktu untuk proses administrasi.
9 Januari: Jacobson dipanggil ke kantor imigrasi, di mana dia menerima surat resmi yang mengatakan dia dicurigai melakukan pelanggaran visa dan sedang diselidiki. Pihak berwenang menyatakan bahwa selama Jacobson tetap kooperatif, dia akan tetap menjadi tahanan kota, daripada ditahan di sel imigrasi.
21 Januari (Hari 36): Petugas imigrasi mendatangi wisma tempat menginap Jacobson dan memerintahkannya untuk mengepak barang-barangnya dan ikut bersama mereka. Dia ditahan dan dipindahkan ke pusat penahanan.
Penjelasan Imigrasi
Sementara, Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM Arvin Gumilang akhirnya angkat bicara soal penangkapan Jacob. Dia menyebut Jacobson melakukan pelanggaran izin visa.
“Secara garis besar bahwa yang bersangkutan diduga melakukan pelanggaran penyalahgunaan izin tinggal, yaitu menggunakan visa kunjungan untuk kegiatan jurnalis,” kata Arvin di Kantor Kemenkum HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (22/1) dilansir bakabar.com dari Detik.com.
Jacob, kata Arvin, terindikasi melakukan kegiatan jurnalistik dengan menggunakan visa kunjungan. Arvin mengatakan pihaknya masih akan terus memantau perkembangan kasus tersebut.
“Ada informasi awal itu ada kegiatan wawancara-wawancara yang seharusnya tidak dilakukan, yang seharusnya melakukan visa kunjungan. Jadi sampai saat ini masih kami terus juga memantau perkembangan lebih lanjutnya, apakah kemudian dilakukan deportasi dan penyidikan,” ucap Arvin.
Baca Juga: Jurnalis Lingkungan dari AS Ditangkap di Palangkaraya
Editor: Fariz Fadhillah