bakabar.com, JAKARTA – Ampunan Ilahi ataumaghfirahadalah nikmat dari Nya yang sangat bernilai. Seorang ulama tafsir tersohor, Imam al-Asfahani menegaskan,maghfirahadalah anugerah Ilahi yang tiada bandingannya di kehidupan manusia.
Tanpa ampunan Ilahi niscaya setiap manusia pasti akan merasakan azab siksa dan kemurkaan Allah SWT. Tambahan pula, setiap manusia tidak peduli siapapun orangnya, tidak dapat terhindar dari pada dosa dan kesalahan.
Allah selalu menyeru kepada manusia yang beriman agar mencari dan menjajaki ampunan Allah. Dalam Alquran, Allah memerintahkan umat Islam agar segera dan berlomba-lomba merebut ampunan Allah seperti firman Allah:
”Berlomba-lombalah kamu untuk mendapat keampunan Tuhan kamu dan syurga yang luasnya seperti luas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya; itulah karunia Allah; diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki; dan Allah memiliki karunia yang besar.” (QS al-Hadid: 20)
Perlu disadari bahwa mencari ampunan Allah tidak hanya terbatas kepada umat Islam, bahkan Rasulullah SAW sendiri diperintahkan beristighfar dan mencari ampunan Allah walaupun umat Islam pada umumnya mengetahui bahwa Rasulullah adalah seorang nabi yang maksum, terjaga dari segala kesalahan dan dosa.
Imam ar-Razi dalam kitabnya,Tafsir Maafatih al-Ghaib, berkata, ampunan Allah ada beberapa pengertian. Alquran menyebut bahwa ampunan itu selalu dikaitkan dengan surga, artinya orang mendapatkan ampunan Allah dan mendapat surga.
Berdasarkan perintah Allah dan sunah Rasulullah, setiap Muslim wajib mencari ampunan Allah dalam setiap detik kehidupannya. Ada beberapa perkara yang mesti dilakukan agar usaha tersebut tidak sia-sia yang akhirnya hanya mengundang kemurkaan Allah.
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar memperbanyak istighfar dalam usaha untuk menggapai ampunan Allah. Rasulullah sendiri beristighfar tidak kurang dari 70 sampai 100 kali sehari semalam seperti yang termaktub dalam hadis sahih.
Begitu juga para sahabat banyak beristighfar kepada Allah pada waktu malam di kala orang lain sedang nyenyak tidur terlena dibuai mimpi yang indah sebagaimana yang digambarkan oleh Allah lewat firman-Nya yang artinya: ”Mereka selalu mengambil waktu sedikit saja dari malam untuk tidur. Dan di akhir malam mereka beristighfar kepada Allah.” (surah adz-Dzariyat, ayat 17-18).
Kalaulah Rasulullah yang maksum (terjaga dari perbuatan salah dan dosa) saja beristighfar setiap hari dan malam sekurang-kurangnya 70 kali, maka sangat wajar bagi manusia yang tidak maksum dan tidak dapat menghindar dari dosa beristighfar lebih dari 70 kali bila dibandingkan dengan Rasulullah.
Ampunan Allah bisa didapat hanya dengan mendekatkan diri ke hadirat Allah melalui ibadah dan amal saleh. Di dalam Alquran, ampunan Allah selalu dikaitkan dengan iman, takwa, dan amal kebaikan sebagaimana yang dapat difahami dalam firman Allah yang artinya: ”Orang yang kafir, bagi mereka azab yang berat; dan orang yang beriman serta beramal saleh, bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (surah Fatir, ayat 7).
Ibadah menurut pengertian syariat Islam adalah ketundukan dan kepatuhan yang penuh ikhlas dan tulus serta ketaatan yang mutlak tidak berbagi-bagi hanya kepada Allah yang diingat dengan limpahan karunianya serta dapat dirasakan dalam hati nurani akan kehebatan-Nya dan kekuasaan-Nya.
Ketundukan dan kepatuhan ini bukan hanya datang dari manusia, bahkan semua makhluk Allah. Firman Allah yang artinya: ”Dan kepada Allah- lah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi tunduk/sujud, baik dengan sukarela atau dengan terpaksa; dan (yang demikian) juga bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan sore. Tanyakan kepada mereka (wahai Muhammad): Siapakah Tuhan yang memelihara dan mengatur langit dan bumi? Jawablah: Allah.” (QS ar-Ra’d , ayat 15-16).
Baca Juga: Kisah Abu Lahab yang Gembira atas Kelahiran Rasulullah SAW
Baca Juga: Mengapa Hati Jadi Muara Kebaikan dan Keburukan? Berikut Penjelasannya
Sumber: Republika
Editor: Syarif