bakabar.com, JAKARTA – Sejumlah negara tengah memasuki musim dingin. Pemerintah pun memutuskan harga batu bara acuan (HBA) bulan ini sebesar US$66,27 per ton, naik 2,27% dari HBA Oktober 2019 sebesar US$ 64,8 per ton.
Kenaikan HBA tak lepas dari meningkatnya permintaan di sejumlah negara. “Naiknya tipis karena ada kenaikan permintaan dari bulan sebelumnya,” terang Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral Agung Pribadi, melansir Bisnis.com. Penetapan HBA merujuk keputusan menteri ESDM nomor 224 K/30/MEM/2019 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu Bara Acuan untuk November 2019.
Sejak September 2018, melansir Kontan, HBA belum pernah sekalipun mencatatkan kenaikan bulanan, kecuali pada Agustus dan November ini. Rata-rata, HBA dalam periode Januari-November 2019 tercatat sebesar US$ 78,94 per ton. Lebih rendah dari rata-rata HBA periode Januari-November 2018 di angka US$99,55 per ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai kenaikan HBA sebesar 2,27% ini belum menjadi sinyal positif bagi rebound-nya harga batu bara pada akhir 2019 serta peralihan tahun ke 2020.
Ada sejumlah hal yang menjadi faktor kenaikan HBA. Pertama, lebih karena karakteristik komoditas batu bara yang memiliki volatile yang tinggi. Kemudian, kelebihan pasokan alias oversupply di pasaran.
“Ini volatile biasa, belum bisa dibilang sentimen akan rebound. Ini juga menandakan pasar yang masih oversupply,” kata Hendra.
Sejauh ini, Hendra mengatakan China dan India masih menjadi penentu harga. “Karena impor mereka hampir 30 persen pangsa pasar dunia,” ujarnya.
Senada, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo berpandangan bahwa kenaikan itu tidak menjadi tanda adanya rebound.
Menurut dia, pergerakan harga batu bara secara mingguan dan bulanan dalam rentang 2%-3% merupakan kondisi biasa.
“Dengan kenaikan (2,27%) ini, salah kalau memandang market sudah rebound. Melihat kondisi tersebut, pergerakan harga kali ini belum bisa memacu perusahaan untuk melakukan ekspansi,” ujar Singgih.
Head of Corporate Communications PT Indika Energy Tbk Leonardus Herwindo menganggap kenaikan HBA bukan menjadi satu-satunya faktor penentu bagi penyusunan target produksi batu bara.
“Tapi lebih ke proyeksi pasar dalam hal pasokan dan permintaan,” jelas dia.
Meski begitu, dirinya yakin kenaikan HBA tetap memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Sementara, seperti yang dihimpun Kontan, sejumlah perusahaan masih wait and see terhadap kenaikan HBA ini, terkecuali PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI).
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suherman bilang kenaikan HBA belum jadi indikator untuk menggenjot produksi batu bara perusahaan plat merah ini. Sementara, KKGI sendiri sudah berancang-ancang mengerek produksi baru bara menjadi 4,5 juta ton.
Baca Juga: Pagi-Pagi, Dermaga Marabahan Diseruduk Tugboat Batu Bara
Baca Juga: Lagi, Pelindung Jembatan Rumpiang Disenggol Tongkang Batu Bara
Editor: Fariz Fadhillah