bakabar.com, JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendesak Kapolri Idham Azis menuntaskan kasus pembunuhan dua wartawan mingguan di Sumatera Utara.
Idham baru saja dilantik Presiden Jokowi menggantikan Tito Karnavian di Istana Negara, Jumat (01/11) pagi.
Dari Sumut, dua wartawan mingguan diduga kuat menjadi korban pembunuhan. Mereka adalah Maratua P. Siregar (Sanjai), dan Raden Sianipar.
Jasad Sanjai ditemukan di semak-semak dengan kondisi luka bacok, beserta sepeda motor yang dipinjamnya, Kamis (31/10) kemarin.
Jasad Sanjai berada sekitar 200 meter dari mayat Raden Sianipar yang lebih dulu ditemukan tak bernyawa di parit belakang kontainer PT SAB/KSU Amalia, dusun Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
PWI menduga kematian berkaitan dengan profesinya keduanya sebagai wartawan.
“Merujuk amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan dalam bertugas menjalankan profesinya dilindungi UU. Maka polisi dari tingkat Polsek hingga Polda dan Polri, wajib melindungi wartawan dari kejahatan,” jelas Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Pusat, Ocktap Riady, dalam siaran pers-nya kepada bakabar.com, Jumat (01/11) sore.
"Siapapun pelaku dan aktor di balik kasus pembunuhan dua wartawan tersebut, harus dihukum berat. Karena bagaimanapun kekerasan terhadap pers tidak dibenarkan dan merupakan pelanggaran berat," tegas Ocktaf lagi.
Pers, kata dia, bekerja dilindungi UU. Dia mengimbau apabila masyarakat tidak puas terhadap pemberitaan, bisa menyanggahnya melalui ketentuan hak jawab.
PWI, kata Ocktaf, meminta Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto membentuk tim khusus dan menaruh perhatian lebih pada kasus ini.
Oktaf melihat kasus pembunuhan ini bahwa profesi wartawan masih dibayangi ancaman kekerasan.
Kepada wartawan, PWI mengimbau agar memperhatikan keselamatan jiwanya saat bertugas.
“Kepada seluruh awak media agar profesional saat menjalankan profesi mulia ini, tanpa diembeli kepentingan pribadi apalagi sebagai LSM (lembaga swadaya masyarakat),” jelasnya.
Sanjai dan Raden, dari informasi yang dihimpun PWI, merupakan awak media mingguan Pindo Merdeka.
Sebelum ditemukan menjadi mayat, keduanya disebut ikut mengkritisi permasalahan sengketa areal milik perkebunan PT SAB/KSU AMELIA. Areal itu saat ini sudah dieksekusi Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
Keduanya disebut juga merupakan relawan sosial yang pernah memimpin puluhan masyarakat Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu berunjuk rasa ke Kantor Bupati Labuhanbatu pada 13 Februari 2014.
Mereka menuntut agar diperbolehkan masuk ke areal lahan garapan yang selama ini dikuasai PT SAB/KSU Amelia sejak tahun 2005 lalu.
Mereka meyakini lahan seluas 760 hektar tersebut merupakan tanah hak milik masyarakat Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir. (*)
Baca Juga:Sidang Lanjutan Kasus Pencabulan 9 Santriwati di Limpasu Sempat Alot
Baca Juga:Setubuhi Bocah 10 Tahun, Istri Laporkan Suami ke Polisi
Editor: Fariz Fadhillah