bakabar.com, JAKARTA – Melesunya produktivitas perkebunan membuat ekspor karet kian melemah. Penyakit gugur daun disinyalir jadi biang keroknya.
Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mencatat ekspor karet selama Januari 2019-Agustus 2019 berjumlah 1,787 juta ton.
Jumlah tersebut turun 265.000 ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 2,052 juta ton.
"Penurunan ini kami perkirakan karena pemulihan dari penyakit lambat, maka masih berlanjut," kata Ketua Umum Gapkindo) Moenardji Soedargo, dikutip dari Bisnis.com, Kamis.
Kemarau panjang ikut dianggap memperlambat upaya penanggulangan penyakit gugur daun, meski pemupukan dan fungisida dilakukan dengan intensitas tinggi
Moenardji menyebutkan tanaman karet tetap membutuhkan air dengan kuantitas memadai demi mendorong pertumbuhan daunnya.
"Produksi selama kemarau memang cenderung rendah karena proses pertumbuhan daun terganggu. Kalaupun diberi obat untuk pencegahan jamur, ia tetap butuh air untuk dapat tumbuh kembali," sambungnya.
Turunnya pasokan karet turut memengaruhi kinerja perusahaan. Kata dia, sejumlah perusahaan bahkan memutuskan mengurangi jam kerja karena ketersediaan bahan baku yang lebih sedikit, khususnya di Sumatera Selatan.
"Dampak dari pasokan yang berkurang ini memang sebagian perusahaan di Sumatra Selatan, di mana mereka terdampak paling serius akibat penyakit. Ada yang mengurangi jam kerjanya," tuturnya.
Untuk kinerja ekspor sampai akhir tahun, ia memperkirakan akan terjadi penurunan sampai 360.000. Angka koreksi ia sebut berpotensi lebih tinggi jika kondisi di lapangan tak kunjung membaik.
Baca Juga:Kunjungan Wisata di Kalsel Naik, Ini Faktanya
Baca Juga:Baru Dilantik, Ini Gaji dan Tunjangan per Bulan Anggota DPR RI
Editor: Fariz Fadhillah