bakabar.com, BANJARMASIN – Karya sastra seharusnya bisa menjadi cerminan zaman sekarang. Representasi keadaan mewakili masyarakat terhadap apa yang terjadi.
Untuk mewujudkan mimpi itu, karya sastra seperti novel, cerpen dan puisi di era kekinian ditampilkan dengan medium berbeda melalui audio visual.
Penyair, Warih Wisatsana menyebut di era ini masyarakat tidak bisa dilepaskan dari teknologi digital. Sehingga menikmati karya sastra turut dipengaruhi.
“Misalnya bagaimana smartphone mengubah cara pandang, persepsi kita tentang nilai, tentang tata kehidupan dan seterusnya,” ujar pria kelahiran Cimahi, Jawa Barat ini dalam Timbang Pandang Cipta Puisi dan Alih Kreasi Lintas Media, Minggu (6/10).
Menurutnya dengan teknologi yang canggih, dengan seketika bisa disaksikan dari belahan bumi manapun.
Perubahan dinamika masyarakat termasuk kecanggihan teknologi patut direspon sastrawan termasuk dalam berkarya melalui medium yang ada.
“Tentu era sekarang berbeda dengan era nya Chairil Anwar, nah tugas penyair saya kira memaknai kejadian-kejadian hari ini,” harapnya.
Baginya di era kecanggihan teknologi justru memudahkan sastrawan menyampaikan karyanya kepada generasi millenial yang terbiasa dengan Smartphone, tentu saja dengan alih kreasi dan media.
Warih menuturkan karya sastra harus memiliki makna tentang kehidupan dan kemanusiaan di tengah tsunami informasi, yang kadang menjadikan orang kebingungan untuk memahami kenyataan hidup.
“Nah karya sastra baik puisi,cerpen, novel, karya-karya kontempelasi bertugas untuk mendekatkan kita tentang makna kehidupan,” ucap dia.
Ditempat yang sama, Kreator Multimedia Vanesa Martida mengakui terjadi perdebatan di kalangan pegiat sastra tentang memvisualisasi karya sastra. Sebab dianggap malah mendistorsi makna yang ingin disampaikan penulis.
Vanesa punya alasan khusus sastra dikreasiakan melalui medium audio visual karena mempopulerkan karya sastra kepada kelompok millenial dan publik yang lebih luas.
“Oleh karena itu alih kreasi dan alih media sastra lintas media menjadi penting agar diakses dan dipahami oleh orang dengan lebih banyak kalangan,” kata Vanesa.
Ia berpendapat kreator memiliki kemerdekaan memanai dan menafsirkan karya sastra melalui medium audio visual.
“Justru tantangannya adalah kepada pembaca,penikmat ataupun penonton untuk lebih kritis lagi,” tuturnya.
Sebab sebuah karya sastra memiliki nilai multi text dan multi dimensi, sehingga sah-sah saja menurut saya karya sastra dialihkan mediumnya, tinggal publik saja menilainya.
Baca Juga: SKKT Banjarmasin Utara Resmi Jadi Sentra Anyaman Purun
Baca Juga: BPBD Kalsel Monitor Desa Tangguh Bencana di HSS
Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin