bakabar.com, JAKARTA - Rokok elektronik bak gaya hidup di era kekinian. Mereka yang bukan pencandu rokok pun ikut-ikutan menggunakan vaping.
Nah para pengguna rokok elektronik wajib tahu bahayanya. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sepakat bahwarokok elektronikdinilai berbahaya bagi kesehatan. Isu ini kembali menyeruak ke permukaan menyusul pemberitaan yang menunjukkan korban berjatuhan akibat rokok elektronik, termasuk vaping.
Beberapa waktu lalu, badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) juga telah menyatakanrokok elektroniksebagai produk yang diyakini berbahaya dan harus diatur. WHO juga melarang rokok elektronik digunakan para perokok sebagai alat untuk berhenti merokok.
Tak lama kemudian, pengawas obat dan makanan Amerika FDA (Food and Drugs Association) dan Presiden Trump juga menyatakan akan melarang penjualan rokok elektronik dengan rasa yang menarik bagi anak-anak dan remaja.
Hal ini menyusul kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya korban yang jatuh akibat konsumsi rokok, yang sebagian besar menyangkut masalah penyakit paru-paru. Mulai dari 53 kasus yang dipublikasikan oleh New England Journal, sampai dilaporkannya 215 penyakit paru terkait vapping oleh US Health Officials.
Di tengah meningkatnya masalah kesehatan yang diduga akibat rokok elektronik, berita mengejutkan datang dari AS dengan kabar jatuhnya korban meninggal akibat penyakit paru-paru setelah korban mengonsumsi rokok elektronik dalam beberapa lama.
Sampai hari ini, telah ditemukan 6 kematian di Amerika yang dinyatakan terkait konsumsi rokok elektronik. Setidaknya, lebih dari 450 orang dirawat di RS akibat penyakit baru terkait konsumsi rokok elektronik yang rata-rata mengalami keluhan napas berat, batuk, sakit sekitar dagu, kelelahan, mual, dan demam.
"Rokok elektronik berhubungan dengan gangguan pernapasan akut berat. Bahkan sekarang ada istilah khusus VAPI, yaitu Vape Associated Pulmonary Injury yang berisiko menyebabkan terjadinya kematian," ungkap Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K), dalam konferensi pers bertajuk ‘Rokok Elektronik Makan Korban, Kita Masih Boleh Tenang?, di Aula PB IDI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Sementara itu, Dr. BRM. Aryo Suryo Kuncoro, SpJP, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menyebutkan bahwa risiko serangan jantung meningkat sampai 56% dan terdapat kecenderungan terkena stroke sampai 30%.
Penelitian menunjukkan adanya kerusakan sel pembuluh darah segera setelah vaping akibat nikotin dan zat perasa di dalam cairan rokok elektronik, dikarenakan zat yang dihisap menyebar ke seluruh tubuh mengakibatkan kerusakan pembuluh darah secara sistemik.
Kekhawatiran lain juga muncul akibat penyalahgunaan konsumsi rokok elektronik sebagai cara baru untuk konsumsi narkoba. Dr. Hari Nugraha, MSc, Scientific Media Communication Green Crescent Indonesia, menyebutkan, kasus kematian di AS setelah menggunakan rokok elektronik baru-baru ini disinyalir karena para korban mengkonsumsi THC, salah satu zat psikoaktif dari ganja.
Di dalam cairan rokok elektronik tersebut diduga dicampur vitamin e asetat sebagai pelarut. Selain itu, cairan rokok elektronik juga sering diisi dengan narkoba yang lain seperti ganja sintetik yang membahayakan konsumennya sebagaimana temuan Pusat Laboratorium BNN.
“Munculnya rokok elektronik menimbulkan fenomena baru dalam dunia kesehatan di dunia, dan berbagai negara bereaksi atasnya,” tutur dr. Hari Nugraha.
Ketua Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI), Dr Sally Aman Nasution, SpPD-KKV menjelaskan, sebelum dan sesudah kejadian-kejadian di atas, beberapa negara telah mengambil tindakan. Ada beberapa negara yang masih melegalkan namun dengan aturan yang ketat, seperti Inggris, Australia, dan Jepang. Mereka hanya membolehkan peredaran rokok elektronik yang tidak mengandung zat tersebut.
Baca Juga: Kesemprot Gas Air Mata, Ketua DPR Gagal Temui Pendemo
Baca Juga: Kerusuhan Wamena, Polri: 23 Meninggal Dunia dan 77 Orang Luka-luka
Sumber: Okezone
Editor: Syarif