bakabar.com, SAMARINDA – Menteri ATR Sofyan Jalil memastikan Presiden Jokowi telah mengambil keputusan terkait pemindahan ibu kota. Provinsi yang dipilih untuk menjadi pengganti Jakarta adalah Kalimantan Timur.
Soal ini, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Kaltim Margaretha Setting Beraan ikut angkat bicara. Dalam menyambut ibu kota baru, prioritas utama adalah pengakuan masyarakat adat.
“Negara harus dapat memberikan perlindungan kepada mereka dalam rangka melindungi wilayah-wilayah adat dengan datangnya beragam infrastrukur permanen, dan proyek-proyek pembangunan ibu kota yang baru,” jelas dia dihubungi via seluler, Kamis sore.
Masyarakat adat, kata Setting, tak ingin nantinya Kaltim seperti Jakarta atau bahkan Amerika.
“Masyarakat adat harus memiliki kepastian hak-hak dan perlindungan dari pemerintah. Agar mereka tak tersingkirkan seperti warga Betawi ataupun seperti orang Indian yang hanya secara simbolik hadir sebagai penduduk asli tetapi eksistensi mereka sedikit demi sedikit terhapuskan,” ujarnya.
Minimnya pengakuan, baik terkait masyarakat hukum adat dan hutan adat, membuat mereka was-was.
“Perlindungan terhadap tanah-tanah belum ada sama sekali, nanti jika jadi ibu kota, penjarahan atas tanah-tanah adat paling riskan terjadi. Masuknya orang-orang "berpendidikan" bisa menjadi tantangan pengrusakan adat dan budaya termasuk perebutan dan pencurian potensi-potensi yang ada di masyarakat,” jelas dia.
Masih soal pemindahan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim belum ambil sikap, setuju atau tidak setuju. Yang pasti pemerintah diminta lebih memerhatikan aspek daya tampung penduduk.
“Jangan sampai memindahkan ibu kota ke Kaltim justru menimbulkan masalah baru,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko dihubungi via pesan singkat, Kamis.
“Perhitungkan daya tampung arus urbanisasi-nya akan menempati Balikpapan, Samarinda, Kukar dan PPU dengan adanya pemindahan jutaan jiwa. Belum lagi para pekerja yang akan datang mencari rezeki ke ibu kota baru, bisnis pasti bergeser dengan sendirinya,” jelas dia.
Sebagai konsekuensi pemindahan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bakal memindahkan jutaan aparatur sipil negara atau PNS di lingkaran pemerintah pusat ke Kalimantan.
Kaltim, kata dia, saat ini sudah darurat ekologis, dari membeludaknya perizinan di sektor pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan sektor kehutanan.
Meminjam data Walhi, jumlah izin keseluruhan Kaltim kini mencapai 13,83 juta hektar. Padahal luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta hektar.
“Jadi soal ibu kota kami belum bicara setuju atau tidak setuju. Tapi lebih menekankan kesiapan pemerintah pusat, harus ada kajian dan keterlibatan masyarakat, jangan hanya di tingkat elite saja. Pemerintah harus memerhatikan daya dukung lingkungan, daya tampung penduduk, dan ketersediaan energi Kaltim,” jelas dia.
Baca Juga:Menteri Sofyan Keceplosan, Sebut Kaltim Jadi Ibu Kota Baru RI
Baca Juga:Jika Kaltim Jadi Ibu Kota, Tak Ada Ruang untuk Tuan Thakur
Editor: Fariz Fadhillah