bakabar.com, JAKARTA - Berdasarkan Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa sekitar 264 juta orang menderita gangguan kecemasan. Tapi, apa itu sebenarnya gangguan kecemasan?
Rasa cemas itu wajar. Dalam beberapa situasi, rasa itu adalah bentuk perlindungan diri kita dari bahaya. Tetapi hal itu beda dengan gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan meliputi rasa ketakutan yang muncul dalam situasi yang tidak berbahaya. Bahkan jika dipikir secara rasional, tidak jelas apa yang menjadi sebab dari rasa cemas itu, tapi bagi sang perasa itu terasa sangat nyata.
Seperti ditulis Vivanews.com, ada beberapa bentuk gangguan kecemasan. Salah satunya adalah fobia.
Rasa takut pada fobia biasanya didasari oleh ketakutan terhadap sebuah situasi atau suatu objek (contohnyaaviophobia, ketakutan naik pesawat atauarachnophobia, ketakutan terhadap laba-laba).
Namun beda halnya dengan fobia, gangguan kecemasan umum tidak memiliki bentuk ketakutan yang jelas. Rasa takut yang dirasakan selalu mengikuti sang penderita bagai sebuah bayangan.
Meski begitu, tidak berarti bahwa penderita penyakit mental tersebut berada dalam rasa kecemasan yang permanen. Seringkali stres yang berkelanjutan menjadi faktor pemicu. Penderita yang memiliki gangguan kecemasan sejak masa remaja biasanya belajar untuk menutupi dan mengatasi kecemasan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, rasa takut tetap bisa menghancurkan seseorang.
Faktor-faktor yang berperan
Kemungkinan seseorang menderita gangguan kecemasan tergantung pada beberapa faktor. Contohnya, perempuan biasanya memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Gangguan kecemasan juga bisa disebabkan oleh faktor genetik. Selain itu, lingkungan dan pengalaman traumatik seseorang juga bisa berperan dalam perkembangan gangguan kecemasan.
Gejala yang paling sering muncul antara lain adalah rasa lelah, susah tidur dan masalah pencernaan. Jika Anda merasa selalu berada dalam kecemasan dan ketakutan selama lebih dari enam bulan, maka cobalah untuk merujuk kepada seorang ahli. Di luar itu, ada beberapa hal simpel yang bisa Anda lakukan sehari-hari dan bisa membawa dampak positif:
Olahraga
Berolahraga dua atau tiga kali seminggu selama minimal 30 menit sangatlah penting. Jenis olahraga yang Anda pilih tidaklah penting, Anda bisa berlari, pergi ke gym, bermain sepak bola atau pun berenang. Tujuan utamanya adalah agar Anda lelah.
Beraktivitas dapat membantu mengurai hormon adrenalin yang diproduksi tubuh dalam keadaan stres. Reaksi tubuh kita saat berolahraga menyerupai reaksi tubuh kita terhadap stres. Detak jantung semakin cepat, tubuh kita berkeringat dan napas menjadi berat. Tubuh kita belajar untuk menghadapi reaksi-reaksi tersebut dan kemudian akan bisa mengatasi serangan stres dengan baik.
Nutrisi
Diet sehat dan seimbang yang terdiri dari konsumsi biji-bijian, sayuran dan omega-3 dapat membantu mengurangi stres. Makanan dengan kadar karbohidrat tinggi seperti roti atau pasta yang terbuat dari tepung terigu sebaiknya dihindari karena, makanan tersebut meningkatkan kadar insulin tinggi. Level insulin tinggi dapat menyebabkan peradangan pada tubuh yang dapat berdampak negatif terhadap otak.
Di sisi lain, buah-buahan dan sayuran dapat melawan peradangan. Ada beberapa zat yang bahkan dapat berperan bagai obat penenang alami, antara lain lemak omega-3 dan triptofan, yaitu asam amino yang ada dalam susu.
Akan tetapi, kopi sangat tidak dianjurkan bagi orang yang cemas atau gelisah karena kandungan kafein yang dimilikinya. Kopi tidak hanya membuat Anda terjaga, tetapi juga meningkatkan detak jantung. Tubuh kita menangkap hal ini sebagai sinyal stres.
Relaksasi
Selain berolahraga dan makan makanan bernutrisi, teknik-teknik relaksasi juga sangat bagus untuk mengurangi stres. Beberapa contoh teknik relaksasi adalah yoga, meditasi dan pembelajaran pelatihan kesadaran. Semua berkaitan dengan cara kita bernapas. Dalam keadaan stres, napas kita menjadi pendek dan hal itu memancing reaksi “fight or flight” (hadapi atau hindari) dari tubuh.
Reaksi tersebut memberikan sinyal bahwa tubuh kita dalam bahaya dan akhirnya mengeluarkan hormon stres. Sedangkan jika kita bernafas secara pelan dan dalam, tubuh kita akan rileks dan hormon stres pun akan berkurang.
Penerapan kebiasaan-kebiasaan tersebut akan menghasilkan perkembangan setelah dua bulan. Jika Anda tidak merasa ada perkembangan, segera kunjungi dokter atau terapi.
Baca Juga:Bergerak Menjadi Cahaya
Baca Juga:MUA Tanbu Community akan Gelar Make Up Artist Pengantin
Editor: Syarif