bakabar.com, BANJARMASIN – Beberapa pekan terakhir, warga Jakarta teriak akan buruknya kualitas udara mereka.
Ibu kota negara tersebut didaulat sebagai daerah dengan kualitas udara terburuk se-Indonesia, bahkan dunia.
Kabur sejenak dari hiruk-pikuk perkotaan yang tidak pernah mati bekerja itu, rupanya Banjarmasin di Kalimantan Selatan berbanding terbalik dari Jakarta. Berjuluk kota Seribu Sungai, Indeks kualitas udaranya relatif masih stabil.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH), kisaran indeks kualitas udara Banjarmasin baru mencapai 81,36, dan Kalsel 87,75.
Angka itu berbanding jauh dengan Jakarta yang sempat mencapai 216 pada Juni atau tergolong very unhealthy/sangat tidak sehat.
“Dibandingkan indeks kualitas udara di Kalsel, kita Banjarmasin menduduki peringkat ke enam. Artinya masih baik, di tengah tengah saja,” terang Kepala Bidang Pengawasan DLH Banjarmasin, Wahyu Hardi Cahyono saat ditemui bakabar.com, Rabu (31/7).
Meski terbilang kualitas udaranya aman, Wahyu tetap mengakui bahwa Banjarmasin tidak luput dari pencemaran udara.
Banyak faktor, penyebab pencemaran udara di kawasan perkotaan. Contohnya, sumber utama yang tidak bergerak seperti pabrik dan penggunaan genset bagi kehidupan usaha.
Kendaraan bermotor baik darat dan laut tidak luput dari sorotan. Namun asap yang dikeluarkan dari mesinnya, termasuk dalam sumber pencemaran udara bergerak.
Meminjam data Dishub Banjarmasin, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sudah tak sebanding dengan total ruas jalan di sepanjang ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan ini.
Terlebih dengan proyeksi pertumbuhan penduduk Banjarmasin dari 692.793 jiwa pada 2017, menjadi 800.769 jiwa di 2018.
Padahal, meminjam data Dinas Perhubungan Banjarmasin jumlah sepeda motor pada 2018 sudah menembus 129.581 unit.
Dengan jumlah kendaraan pribadi 22.311 unit, angkutan umum AKDP dan AKAP 460 unit. Dan kendaraan angkutan 9.116 unit.
Jika dibandingkan 2017, Dishub setempat mencatat jumlah sepeda motor hanya 100.152 unit.
Dengan jumlah kendaraan pribadi 22.513 unit, angkutan umum AKDP dan AKAP 460 unit. Sementara kendaraan angkutan 8.026 unit.
Tak hanya itu penggunaan zat kimia lainnya seperti freon, pengharum ruangan dan deodorant juga berpengaruh terhadap penurunan indeks kualitas udara.
“Semuanya berbahaya terhadap kualitas udara, tetapi kendaraan bermotor lebih dominan berpengaruh,” ujarnya.
Menanggapi itu, DLH tidak lepas tangan begitu saja untuk menaikkan indeks kualitas udara di Banjarmasin.
Demi mencapai harapan demikian, Wahyu membutuhkan kerja sama antara masyarakat sekitar dan instasi terkait seperti DLH.
Solusi konkritnya, bersama-sama memerangi penggunaan kendaraan bermotor. Dan juga memperbanyak penanaman pohon dan tanaman sekitaran rumah.
“Jika dekat saja, lebih baik warga berjalan kaki atau menggunakan fasilitas umum, daripada naik kendaraan bermotor,” katanya.
Di sisi lain, Wahyu mengakui Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Banjarmasin secara keseluruhan masih berjalan jongkok.
Sebab, Banjarmasin tidak memiliki Indeks Tutupan Lahan. Lalu Indeks Kualitas Air juga terbilang buruk.
“Karena kita kurang punya Ruang Terbuka Hijau (RTH), Banjarmasin hanya memiliki 7 persen,” tuturnya mengakhiri.
Baca Juga:Kandidat Kuat Ibu Kota Negara, Kaltim Sodorkan Dua Tempat
Baca Juga:Wagub Hadi Sesumbar 82 Persen Kaltim Jadi Ibu Kota Negara
Reporter: Bahaudin QusairiEditor: Fariz Fadhillah