bakabar.com, BANJARMASIN - Kampung Amerongen di Banjarmasin dulu sempat menjadi pemukiman orang eropa berkulit putih, namun sisa-sisa kampung itu lenyap tak berbekas.
Ketua Kajian Sejarah, Sosial, dan Budaya Kalimantan (LKS2B), Mansyur mengutip tulisan Idwar Saleh (1981), yang menyebutkan Kampung Amarong/Amerong/Amerongen diambil dari nama sebuah desa di negeri Belanda dekat Utrecht. Kampung ini bersebelahan dengan Pulau Tatas, di mana terdapat Benteng/Fort Tatas (sekarang Masjid Raya Sabilal Muhtadin). Sementara lokasi Kampung Amerong sekarang diperkirakan sekitar eks Gubernuran Kalimantan Selatan di Jalan Sudirman.
Catatan tertua tentang nama Kampung Amerong Banjarmasin, lanjut Mansyur, muncul pada tahun 1756 ketika Belanda mendirikan benteng dari kayu yang diberi nama Fort Tatas.
Baca Juga: Sejarah Amerongen (1); Kampung di Banjarmasin yang Terinspirasi Eksotisme Negeri Tulip
"Urang Banjar umumnya menggelari benteng ini dengan nama loji (dari Bahasa Belanda: Loge) sehingga bernama Kampung Loji. Selain Kampung Loji terdapat kampung lain seperti Kampung Cina, Kampung Antasan (besar dan kecil) hingga Kampung Amarong (Amerongen)," terang dosen ULM Banjarmasin itu.
Mansyur melanjutkan, pada tahun 1838 kampung-kampung di wilayah ibu kota Banjarmasin (kota gubernemen) ialah Kampung Cina, Kampung Loji, Antasan Besar, Amarong, dan Dekween yang meliputi Kampung Gayam, Banyiur, Antasan Kecil, Rawa Kween, Binjai, Jawa Baru, Sungai Baru, Pekapuran, Kelayan Besar, Bagau, Bahaur, Basirih dan Van Thuijl. Jumlah penduduknya sekitar 300 jiwa seperti tercatat dalam sumber sezaman, Tijdschrift voor Neerland’s Indie (Jurnal Hindia Timur) tahun 1838.
Dalam perkembangannya,sambungnya, pada tahun 1849, Idwar saleh (1981), juga mencatat bahwa Kampung Amarong menjadi tempat kediaman Resident Belanda di Banjarmasin. Pada bagian depan rumah residen, sesudah halaman dan jalan (Resident de Haan Wee/Hanweeg) mengalir sungai Martapura.
"Amerongan merupakan kampung terbesar di seberang Kampung Sungai Mesa pada saat itu," jelas Mansyur.
Pembangunan rumah residen ini adalah kebijakan yang diambil Raad van Indie setelah terbitnya Staatblad (Lembaran Negara) Tahun 1849. Dalam lembaran negara tersebut juga dipaparkan bahwa Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibukota Divisi Selatan dan Timur Borneo (Borneo Zuid en Ooster Afddeling).
Pieter Johannes Veth (1869) menuliskan Amarong, adalah distrik di wilayah Bornéo’s Zuid-en-Oosterafedeling, di Tatas, kota Bandjermasin. Demikian halnya dimuat dalam Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Inde. Rumah-rumah milik kantor pemerintah, seperti kantor, gudang garam dan batu bara, terdiri dari bangunan yang terbuat dari bambu atau kayu.
Kampung Amerong pada dekade tahun 1900an, tidak hanya ditempati oleh Residen, tetapi menjadi lokasi pemukiman atau perkampungan Eropa alias “kulit putih”.
"Cukup pantas jika Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan kebijakan penanaman pepohonan di sepanjang jalan tersebut sehingga hijau dan rindang," tutur Mansyur.
Baca Juga: Sejarah Amerongen (2); Kampung Eropa di Banjarmasin yang 'Terlupakan'
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Muhammad Bulkini