bakabar.com, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, geram atas kasus penganiayaan yang dialami siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) AY (14) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Menteri Yohana juga mengecam kasus penganiayan tersebut dimana para pelakunya masih tergolong usia anak.
Kasus ini mulanya terjadi karena saling sindir di media sosial terkait hubungan asmara salah satu pelaku dengan kakak korban.
Terduga pelaku diperkirakan berjumlah 12 orang yang merupakan siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Pontianak.
"Saya sangat mengecam tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Mirisnya lagi, bukan hanya korban, tapi pelaku juga masih berusia anak. Boleh jadi kasus ini terjadi karena luputnya pengawasan orang dewasa," ujar Menteri Yohana dalam keterangan resminya kepada bakabar.com, Rabu (10/04/2019).
Baca Juga: Viral Siswi SMP Dikeroyok Belasan Siswi SMA di Pontianak
“Ada yang keliru pada sikap anak-anak kita, berarti juga ada yang keliru pada kita sebagai orang dewasa yang merupakan contoh bagi anak-anak,” lanjutnya.
Menteri Yohana menilai tindakan pelaku dengan alasan dan kondisi apapun, serta meski usia anak sekalipun, tak bisa dibenarkan.
Prinsip Zero Tolerance bagi seluruh pelaku kekerasan pada anak harus ditegakkan.
Ia mengapresiasi respon cepat dari Pemerintah Daerah. Khususnya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi (PPPA) Provinsi Kalimantan Barat yang telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) setempat dan Polresta Pontianak, dalam mengupayakan tindaklanjut dan pendampingan kasus ini.
"Saya berharap kasus ini tetap dikawal sampai selesai dan menemukan jalan terbaik bagi semua pihak. Korban dan pelaku sama-sama berusia anak. Saya harap keduanya bisa diberikan pendampingan,” harapnya.
“Korban didampingi proses trauma healingnya, sedangkan pelaku didampingi untuk pemulihan pola pikir atas tindakan yang telah dilakukan. Paling penting, kita harus memastikan pemenuhan hak-hak mereka. Sebagai korban ataupun pelaku, mereka tetap anak-anak kita. Sudah seharusnya kita lindungi dan kita luruskan jika mereka berbuat salah," pintanya.
Hari ini Tim Kemen PPPA turun langsung ke Pontianak untuk menindaklanjuti upaya yang sudah dilakukan Dinas PPPA Kota Pontianak dan KPPAD. Mereka membesuk korban dan akan berkunjung ke sekolah para pelaku.
Kemen PPPA rencananya akan melakukan rapat koordinasi untuk penanganan lintas sektor pada Sabtu (13/04/2019) besok.
Langkah tersebut diharapkan dapat menemukan solusi terbaik untuk anak dan penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan bagi keduabelah pihak.
Yohana juga menekankan bahwa semua pihak tidak boleh gegabah dalam menangani kasus ini. Sebab harus benar-benar memahami penyebab anak pelaku melakukan tindak penganiayaan.
Hal ini dilakukan agar anak pelaku bisa mendapatkan penanganan yang tepat, tentunya yang mengacu pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Yang jelas, Menteri Yohana akan mendukung proses hukum yang berlaku.
Kemen PPPA telah berupaya menekan kasus seperti ini melalui sosialisasi dan pelatihan kepada orangtua, anak dan aktivis masyarakat melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Sosialisasi berupa literasi digital melalui pengetahuan tentang pengasuhan dan penggunaan internet yang aman serta sebagai bekal pertahanan diri ketika berselancar di media sosial.
Seperti diketahui, pengeroyokanitu terjadi Jumat, 29 Maret 2019 sekira pukul 14.30 WIB. Korban yang berada di rumah, dijemput temannya dengan tujuan ke rumah sepupunya yang juga usia ABG. Ada empat remaja perempuan sedang mengikuti saat itu.
Tiba di rumah sepupu, korban lantas dibonceng saudaranya itu. Belakangan di tengah jalan, korban dihampiri terduga pelaku, meminta sang sepupu mengarahkan motor ke kawasan Jalan Sulawesi. Korban pun tiba di belakang sebuah bangunan.
Meski mencoba kabur, korban dikejar pelaku. Saat korban turun dari sepeda motor, korban kemudian diperlihatkan isi chat dari aplikasi pesan instan.
Dalam laporannya, ada tiga remaja perempuan terduga pengeroyok dilaporkan oleh korban. Polisi kembali memintakan visum atas korban, di samping melihat rekam medis sebelumnya, saat korban pertama kali dirawat medis.
Kasus pengeroyokan ini mendadak jadi viral dengan tagar “Justice for Audrey”.
Simpati untuk Audrey serta kemarahan kepada para pelaku yang berjumlah 12 orang ramai-ramai diunggah dengan tagar Justice For Audrey #JusticeForAudrey.
Tak terima dengan kasus kekerasan terhadap siswa SMP itu, warganet pun membuat petisi online di laman Change.org.
Baca Juga: 3.204 Rumah Terendam, Mensos Kucurkan Bantuan Rp482 Juta
Petisi online tersebut ditujukan untuk Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPAD) untuk tidak menyelesaikan kasus dengan akhir damai.
“Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPAD) berharap ini berakhir damai demi masa depan para pelaku. Kenapa korban kekerasan seperti ini harus damai?” ujar pembuat petisi, Fachira Anindy, dalam petisi tersebut seperti dikutip dari Change.org.
Sang pembuat petisi mempertanyakan, mengapa korban kekerasan harus damai. “Pelaku harus diadili dan kalau bersalah, kirim ke penjara anak,” tulisnya.
Petisi tersebut ditargetkan untuk mendapatkan 500 ribu tanda tangan. Hingga saat berita ini diturunkan, jumlah warganet yang telah menandatangani petisi ini sudah mencapai 493,6 ribu tanda tangan.
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin