Tak Berkategori

Dua Kampung di Martapura Tak Bisa Dimasuki Penjajah, Dua Ulama Ini Ternyata Penyebabnya

apahabar.com, BANJARMASIN – Selama penjajahan -terutama masa masuknya tentara Jepang di Kalimantan Selatan-, dua kampung dikabarkan…

Featured-Image
Pasar Martapura tempo dulu, tampak pucuk Masjid Al Karomah dari kejauhan.Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Selama penjajahan -terutama masa masuknya tentara Jepang di Kalimantan Selatan-, dua kampung dikabarkan tidak bisa dimasuki tentara Jepang. Konon, dua orang ulama karismatik di kampung tersebut-lah penyebabnya.

Dua kampung yang dimaksud terdapat di wilayah Martapura. Yakni, Kampung Dalam Pagar dan Kampung Tunggul Irang. Di dua kampung tersebut ada dua ulama kenamaan. Di dalam Pagar ada Guru Acil Lamak, sementara di Kampung Tunggul Irang ada Tuan Guru H Abdurrahman atau Tunji Adu.

Sebagaimana diceritakan Tuan Guru H Syaifuddin Zuhri, para tentara Jepang tidak bisa memasuki Kampung Dalam Pagar berkat keberadaan Guru Acil Lamak.

Disebutkan Abah Guru Banjar Indah -saapan Guru Syaifuddin-, ada-ada saja masalah yang mereka alami ketika ingin memasuki kampung tersebut. Di antaranya, mereka tidak bisa menemukan kampung itu, karena hanya melihat hutan seperti tak berpenghuni.

Pernah satu ketika tentara Jepang dan Belanda mau menyeberang (masuk) ke Dalam Pagar. Dari seberang sungai, Guru Acil Lamak duduk menatap mereka. Beliau pun mengambil nyiru, kemudian menaruh kacang kedelai di atasnya.

Kacang-kacang tersebut kemudian "diadu" oleh beliau, seperti memainkan dua boneka kecil. Ajaibnya, tentara jepang dan Belanda yang mau masuk ke Kampung dalam Pagar tersebut malah berkelahi.

"Guru Acil Lamak ini adalah guru dari Tuan Guru Zainal Ilmi," jelas Abah Guru Banjar Indah -Guru Syaifuddin dikenal-.

Hal yang serupa terjadi ketika tentara Jepang mau masuk ke Kampung Tunggul Irang. Namun ada saja yang membuat mereka tak bisa memasuki kampung tersebut. Satu di antaranya disebutkan dalam buku "Figur Karismatik Abah Guru Sekumpul", yakni perahu mereka kandas dan tenggelam di sungai.

Baca Juga: Fasihnya Bacaan Ulama Banjar Ini, Buat Eceng Gondok Berputar di Sungai

Dengan keberadaan dua ulama inilah, dua kampung tersebut dinilai paling aman di masa penjajahan Jepang. Karena itu pulalah, orangtua Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani memilih salah satu kampung tersebut (Tunggul Irang) sebagai tempat melahirkan di masa penjajahan tersebut.

Kampung Tunggul Irang sendiri adalah kampung terdekat dengan kampung kediaman orangtua Syekh Muhammad Zaini (Kampung Keraton), jika dibandingkan dengan Kampung Dalam Pagar.

Cerita dua ulama karismatik tersebut terungkap belum lama ini, yakni ketika Tuan Guru H Syaifuddin Zuhri membacakan riwayat hidup Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, Sekumpul pada peringatan haul beliau yang ke-14 di Banjarmasin.

Tuan Guru H Syaifuddin Zuhri adalah ulama sepuh asal Martapura dan menetap di Banjarmasin. Kampung Dalam Pagar adalah kampung orangtua dan leluhur beliau, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Sementara Kampung Tunggul Irang adalah kampung kerabat sekaligus guru-guru beliau.

Baca Juga: Dua Bulan di Jakarta, Datuk Kelampayan Betulkan Arah Kiblat 3 Masjid Ini

Editor: Muhammad Bulkini

Komentar
Banner
Banner