Tak Berkategori

Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara Ke 20, Ini Sejarah Terbentuknya AMAN di Indonesia

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari ini, 17 Maret 2019 merupakan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara. Diusia yang…

Featured-Image
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).Foto- inewscrime.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Hari ini, 17 Maret 2019 merupakan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara. Diusia yang ke-20 tahun, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengusung tema "Meneguhkan Tekad, Memperkuat Akar, Mengedepankan Solusi".

Ketua AMAN Hulu Sungai Tengah (HST), Rubi memberi ulasan sejarah singkat pembentukan AMAN di Indonesia.

Sekitar 20 tahun lalu, kata Rubi, utusan masyarakat adat dari seluruh pelosok nusantara bersama pejuang hakmasyarakat adat berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta.

Baca Jaga:Dongkrak Potensi Wisata, Pemprov akan Upgrade Operator Tour di Kalsel

Mereka, sambung Rubi, merajut asa dan menyusun barisan melalui Kongres Masyarakat Adat Nusantara. Kongres pertama ini mendeklarasikan Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara.

Kemudian mereka bersepakat membentuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai wadah perjuangan. Guna meraih pengakuan, perlindungan dan penghormatan terhadap eksistensi masyarakat adat dan hak adat yang asasi.

Di Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ini, Rubi berharap adanya kebangkitan bersama merebut kembali kedaulatan masyarakat adat sebagai bagian dari rakyat Indonesia.

Terlebih, lanjut dia, sebagai warga negara yang setara dengan warga negara lainnya yang memiliki hak konstitusional sesuai amanat UUD 1945.

Baca Juga:Resmi!, Anang-Mawardi Jabat Bupati dan Wakil Bupati Tabalong

Selama puluhan tahun, terangnya, atau sejak Indonesia merdeka 1945, masyarakat adat masih mengalami berbagai bentuk penindasan, pengabaian dan perampasan atas hak-hak asal-usulnya.

"Kemerdekaan Indonesia di 1945 tak otomatis membebaskan masyarakat adat dari beragam bentuk penjajahan. Bahkan, jelas dia, di masa Orde Baru bentuk-bentuk penjajahan bagi masyarakat adat terasa lebih meluas dan jauh lebih berat dari masa-masa sebelumnya," kata Rubi.

Dimana-mana, sambung Rubi, terjadi perusakan dan perampasan wilayah-wilayah adat. Terdapat kriminalisasi dan kekerasan terhadap warga adat.

"Bukan hanya itu, diskriminasi dalam bidang ekonomi, politik, hukum, maupun sosial budaya pun kerap terjadi. Oleh sebab itu, sejak pertengahan 1980-an, perlawanan masyarakat adat terhadap berbagai kebijakan pemerintah mulai bermunculan secara sporadis di berbagai wilayah Indonesia," sambungnya.

Baca Juga:Begini Alasan KPU Kalsel Tidak Adakan Nobar Cawapres

Situasi ini, lanjutnya, kemudian mendorong terbentuknya sebuah wadah yang diberi nama Jaringan Pembela Hak-Hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang dipelopori para tokoh adat, akademisi, pendamping hukum dan aktivis gerakan sosial pada tahun 1993, di Toraja, Sulawesi Selatan.

Pembentukan jaringan tersebut telah menanam benih persatuan perjuangan bersama di kalangan pemimpin gerakan masyarakat adat yang terus bertumbuh di seluruh pelosok Nusantara.

"AMAN sebagai wadah berjuang bagi masyarakat adat Nusantara, tentunya mengalami pasang dan surut.Dinamika politik nasional dan global kadang bersahabat, kadang tak jarang menghadirkan badai," ujarnya.

Pada tingkat internasional, AMAN telah terlibat sejak penyusunan Draf United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) hingga isu Hak AsasiManusia, perubahan iklim, dan isu-isu lainnya.

Baca Juga:Berbeda dengan TKD Kalsel, BKD Pastikan Tak Nobar Cawapres 2019

Sementara di tingkat daerah, khususnya AMAN HST, telah berjuang untukmendorong kader masyarakat adat untuk ikut bertanding di dalam gelanggang Pemilu. Sehingga mereka dapat masuk di badan-badan legislatif, melakukan aksi penolakan tambang batubara dan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kabupaten HST serta mendorong adanya Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat di Kabupaten HST.

Harapan di tingkat Kalsel, tambah dia,mendorong adanya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat di Kalsel, agar kawasan masyarakat adat dilindungi dan Pegunungan Meratus Kabupaten HST dapat dipertahankan dari tambang dan perkebunan kelapa sawit.

“Pastinya pada Pemilu 2019 ini akan mendapatkan pemimpin yang peduli danmemperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat di HST atau Kalsel,” tutupnya.

Baca Juga:TKD Kalsel Gelar Nobar Debat Cawapres

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Aprianoor



Komentar
Banner
Banner