bakabar.com, SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kaltim menilai langkah Kementerian Keuangan yang selalu memotong dana (nilai pajak) ekspor crude palm oil (CPO) yang berasal dari daerah tersebut kuranglah tepat.
Untuk setiap ton CPO yang dikirim dari Kaltim ke luar negeri, pajak yang diambil berkisar US$ 50. Bagi Kaltim, nilai itu sangat cukup besar. Pajak diketahui akan digunakan dalam program replanting (penanaman ulang) kelapa sawit.
Baca Juga:Operasional KEK Maloy Jadi Syarat Wajib Datangkan Investor ke Kaltim
"Setiap kita ekspor CPO, per tonnya dipotong 50 dolar (Amerika), tapi tidak masuk ke kas negara. Informasinya dana itu untuk replanting atau peremajaan tanaman kelapa sawit. Jadi tidak kembali ke Kaltim," ujar Gubernur Kaltim Isran Noor, dikutip dalam siaran persnya, Senin (7/1).
Sebagi salah satu produsen CPO terbesar, Isran menerangkan, Kaltim siap memperjuangkan potongan dana pajak CPO itu bisa kembali ke daerah. Saat ini disebutkan Benua Etam sudah menghasilkan CPO sebesar 3,5 juta ton per tahun.
Jika hasil itu dikalikan US$ 50 perton, maka nilai CPO yang dipotong Kemenkeu mencapai sekitar US$ 165 juta.
Baca Juga:Diganjar Harmony Award, Bukti Kaltim Toleran
“Kalau nilai itu dikalikan 10 tahun maka dana terkumpul bisa mencapai US$ 1,65 miliar. Artinya sebesar itulah uang daerah yang dipotong pemerintah pusat,” jelasnya,
“Itu yang salah satunya nanti akan saya urusi."
Diprediksi pada 2020 mendatang, produksi CPO Benua Etam mencapai 4 juta ton per tahun. Dan jika dikalikan US$50, berarti ada US$200 juta yang terkumpul dari hasil potongan ekspor CPO.
Baca Juga:Kaltim Nomor 1 soal Cakupan Data Akta Kelahiran
“Jangan sampai kita tidak dapat apa-apa," tegas Isran.
Selanjutnya, dia berharap dukungan masyarakat Kaltim agar perjuangan yang akan dilakukannya memberikan hasil maksimal, dan berujung peningkatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Editor: Fariz Fadhillah