Religi

Tuan Guru Husin Ali, Istiharah Membeli Paku

apahabar.com, BANJARMASIN – Kehati-hatian dalam berprilaku adalah ciri khas para ulama wara. Mereka teliti menimbang diri,…

Featured-Image
Tuan Guru Husin Ali dan Kiai Falaq Bogor. Foto-Dok Keluarga Tuan Guru Husin Ali

bakabar.com, BANJARMASIN - Kehati-hatian dalam berprilaku adalah ciri khas para ulama wara. Mereka teliti menimbang diri, sebelum ditimbang di hari kiamat nanti.

Sayidina Umar bin Khattaab Radhiallahu'anhu berkata di dalam khutbahnya: "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari kiamat), dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di hari kiamat)."

Dalam riwayat lain, Sayidina Umar bin Khatab RA mengatakan, "Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari Aradh Akbar (hari perhitungan/kiamat). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia."

Perkataan Sayidina Umar yang mengingatkan tentang kehati-hatian bertindak itu rupanya menjadi cambuk para ulama, sebagaimana KH Husin Ali atau yang juga dikenal dengan sebutan Tuan Guru Husin Ali.

Diungkapkan KH Syaifuddin Zuhri, rumah Tuan Guru Husin Ali dibangun dalam jangka waktu yang lama. Hal itu bukan karena ketiadaan biaya. Sebab, beliau adalah seorang saudagar permata, yang kerap berdagang ke Pulau Jawa.

Baca Juga :Mendengar Khotbah Guru Seman, "Pertikaian" Berujung Damai

Keterlambatan rumah itu dibangun, sambung Pengasuh Majelis Taklim Bani Ismail Banjarmasin ini, diketahui karena sikap beliau yang penuh hati-hati.

"Untuk memilih tanah, beliau istiharah. Beli papan istiharah, bahkan untuk membeli paku," kata Abah Guru Banjar Indah -KH Syaifuddin Zuhri-.

Kehati-hatian Guru Husin Ali juga disaksikan KH Mahmud Hashil ketika beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Martapura.

"Ada beberapa kali seingatku, aku membawakan lampu templok untuk menerangi Guru Husin Ali berwudhu di sungai. Beliau kalau berwudhu, sementara ada kotoran larut di sungai (meski jauh, red), beliau akan mengulang wudhunya. Dan kejadian itu terulang beberapa kali," ungkap penulis Kitab Simpanan Berharga itu.

Begitulah para ulama bersikap. Takwa menghiasi hidup mereka. Jangankan yang haram atau yang remang, yang halal pun dibatasi dan diteliti agar tidak menjerumuskan ke jurang penyesalan (neraka).

Baca Juga :Tokoh Ulama di Balik Berdirinya NU di Kalsel

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner