bakabar.com, BANJARMASIN– Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) angkat bicara soal jalan dan rumah-rumah yang tenggelam oleh tanah di Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Ini kejadian longsor di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Sanga Sanga Kabupaten Kukar Kalimantan Timur pada 29/11/2018, 14 [pukul 2] WITA.
Bukan likuifaksi [akibat faktor alam]. Tidak korban jiwa. Dampak: jalan akses Sanga Sanga-Muara Jawa putus, 5 rumah terdampak, 10 KK terancam longsor. Kejadian tiba-tiba di kawasan tambang,” kicau Sutopo melalui akun terverifikasi Twitter miliknya, pagi tadi.
Ia memastikan longsor yang terjadi bukan merupakan fenomena likuifaksi, atau pencairan tanah akibat gempa seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah.
“Gimana nggak longsor, gali tambang batubara dekat sekali dengan rumah. Rumah dan jalan jadi amblas kena longsor di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Sanga-Sanga Kabupaten Kukar Kaltim. Ngeruk batubara itu ada aturan dan caranya. Jarak aman dengan permukiman diperhitungkan. Ingat safety first,” ujarnya.
Entah, belakangan cuitan tersebut hilang dari beranda. Namun, cuitan tadi mengundang beragam respon warga. @BayuSaka10 berkomentar: “Sanga sanga itu kota tua mas. Kota juang. Perdaban telah dulu ada sebelum tambang.”
Lain lagi dengan @Nurrachma89. “Kog serem ya. Aku lihatin disitu ga ada bukit, tapi kog yg longsong cuma titik itu aja. Eh ternyata setelah baca komen baru tau, deket tambang.”
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengapresiasi respon Sutopo. Ia mengatakan sangat jarang menemukan pejabat publik seperti Sutopo yang berbicara sesuai keahlian, memiliki kepekeaan sosial atas persoalan rakyat dan lingkungan. “Mohon sampaikan persoalan ini ke Pak Jokowi,” ujarnya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menduga, aktivitas pertambangan batu bara menjadi biang kerok rumah-rumah dan jalan provinsi di Kelurahan Jawa, Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara tenggelam oleh tanah.
Investigasi berjalan oleh Dinas ESDM Kaltim turut menguatkan dugaan itu. Hasil investigasi mengarah ke satu nama: PT. Adimitra Baratama Nusantara (ABN). EDSM Kaltim memastikan lokasi longsor masih kawasan konsensi PT ABN.
ABN diduga melanggar tiga aturan sekaligus; menteri, dan daerah terkait penetapan lokasi tambang minimal 500 meter sampai 1 kilometer dari permukiman atau fasilitas umum.
Ada tiga aturan yang dimaksud. Pertama peraturan Menteri Lingkungan Hidup 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha, dan Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara. Diatur jarak minimal tepi galian tambang dengan permukiman dan fasilitas umum adalah 500 meter.
Kedua, Perda Kabupaten Kutai Kartanegara 2/2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 20 huruf C mengharuskan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi tak menambang di 500 meter dari area pemukiman.
Ketentuan terakhir, Perda Kaltim 1/2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kaltim Pasal 51 ayat 8 menyebut indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pertambangan minimal satu kilometer dari permukiman tersebut.
"Bencana ekologis akibat eksploitasi pertambangan di sana menyebabkan sedikitnya enam rumah mengalami amblas dan hancur. Itu diduga kuat akibat aktivitas pertambangan Anak Perusahaan Toba Bara Group," ucap Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang kepada media ini, malam tadi.
Tak main-main. Jatam memantau, bencana ekologis yang ditimbulkan memutus 50 meter badan jalan penghubung Sangasanga dan Muara Jawa, Kukar. Ada enam KK kehilangan tempat tinggal, dan sepuluh KK diungsikan. Mereka adalah warga yang berada dalam radius tambang 200 meter itu.
"Karena aktivitas produksinya sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan ruas jalan, jaraknya tak lebih dari 100 meter," ungkapnya.
Rupang berkata peristiwa serupa juga pernah terjadi, 5 November 2013 silam. Belajar dari kasus sebelumnya, tambang sedekat itu berpotensi mengamblaskan belasan rumah warga di sana.
Baca: Jalan dan Rumah-Rumah Tenggelam di Kukar, Jatam: Akibat Tambang
Aktifitas pertambangan batubara kurang dari radius 100 meter dari pemukiman mengakibatkan runtuhnya struktur tanah sekitar. Curah hujan yang cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir menjadi penyebab lain.
Sembari menunggu investigasi berjalan, Rupang meminta, ESDM segera mengevaluasi izin ABN. "Lakukan langkah penegakan hukum yang tegas dan terbuka, termasuk kepada perusahaan-perusahaan lain yang tercatat merampas lahan-lahan para petani dan nelayan di Kecamatan Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Kecamatan Loa Janan," sebutnya.
Kemudian, segera pulihkan kondisi sosial ekologi masyarakat dan lingkungan yang telah terdampak selama bertahun-tahun akibat aktivitas perusahaan tambang batubara. Dan terakhir ABN mesti bertanggungjawab penuh atas amblas dan tenggelamnya rumah-rumah warga di Sangasanga. Serta kerusakan fasilitas publik yang ditimbulkan akibat aktifitas mereka tak kalah pentingnya untuk dipulihkan.
Adapun, mengutip artikel milik Kaltim Kece, PT ABN, melalui Kepala Teknik Tambang (KTT) Hasyim Mustofa, belum mengakui segala dugaan yang mengemuka. Penyebab longsor yang disinyalir berkaitan aktivitas perusahaan, tak dijawab dengan rinci.
"Kami masih menunggu investigasi Dinas ESDM Kaltim," ujarnya, tulis Kaltim Kece.
Editor: Fariz Fadhillah