bakabar.com, JAKARTA – Pemberian Bantuan Langsung Tunai atauBLT minyak gorengoleh pemerintah dinilaitidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tak hanya itu, bantuan jenis ini rentan kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor.
Hal tersebut diungkapkanPengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menanggapi adanya BLTminyak gorengyang bakal disebar pemerintah.
“Namun masalahnya, berbagai penelitian menunjukan bahwa Conditional Cash Transfer atau bantuan langsung tunaitidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, pun seringkali kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor. Masih ingat dana bansos yang disosor mantan Mensos beberapa waktu lalu kan?,” jelas Ronny dalam keterangannya, kutip Liputan6.com, Kamis (7/4/2022).
Selain itu, BLT minyak goreng justru akan bertentangan dengan jurus kambing hitam pemerintah tempo hari. Jika memang ada mafia minyak goreng, walaupun faktanya justru tidak ada mafia yang didakwa, dana BLT minyak goreng untuk 20 jutaan masyarakat plus 2,5 juta pedagang gorengan akan pindah ke saku mafia tersebut melalui mekanisme harga pasar.
“Jadi aneh toh! Pemerintah menyalahkan mafia, tapi justru dengan BLT Minyak Goreng pemerintah malah memanjakan mafia yang telah dituduh memainkan harga selama ini,” ujarnya.
Namanya saja BLT minyak goreng, gunanya pastinya untuk mensubstitusi kelebihan bayar masyarakat atas harga minyak goreng yang mahal.
Dengan kata lain, BLT minyak goreng adalah jurus halus pemerintah untuk menyenangkan para mafia minyak goreng yang digadang-gadang oleh menteri perdagangan sebagai biang kerok kenaikan harga dan kelangkaan supply.
“Melalui perantara 20 jutaan masyarakat dan 2,5 juta pengasong penerimaBLT. Bukankah menjadi sangat absurd?” ungkapnya.
Daya Beli Masyarakat Sudah Tergerus
Boleh jadi sebagian besar masyarakat penerima BLT minyak goreng tak menyadari dan merasa bahwa BLT adalah berkah Ramadhan. Namun faktanya jauh hari sebelum BLT minyak goreng ada, daya beli masyarakat sudah tergerus beberapa ribu perak dari setiap kilogram pembelian minyak goreng.
Menurutnya, mensubstitusinya dengan BLT minyak goreng tidak berarti daya beli masyarakat atas minyak goreng akan pulih. Tiga bulan BLT tak akan cukup untuk mensubstitusi pengikisan daya beli minyak goreng masyarakat yang sudah terjadi sejak beberapa bulan jelang akhir tahun 2021 lalu.
Tak hanya itu, BLT minyak goreng sangat tidak cukup untuk menghadapi potensi pengikisan daya beli lebih lanjut dari kemungkinan situasi normal baru minyak goreng di bulan-bulan mendatang jika harga tak turun-turun.
“Lantas mengapa memilih BLT atau Cash Transfer? Apakah pemerintah memang ingin menolong rakyat? Boleh jadi narasinya demikian,” ujar Ronny.
Tapi secara teoritis, BLT minyak goreng (tiga bulan) hanya akan menyelamatkan performa matematis perekonomian nasional kuartal satu dan dua tahun ini, yakni mempertahankan data kontribusi konsumsi rumah tangga pada PDB nasional, sebagai keberlanjutan performa ekonomi kuartal empat (akhir) tahun lalu yang digadang-gadang sudah membaik.
Artinya, pemerintah hanya ingin menyelamatkan muka saja, terutama di mata para anggota G20 dan para kreditor plus calon kreditor yang akan memegang surat utang pemerintah.
“Saya yakin bahwa masyarakat pasti pesimis dengan angka BLT minyak goreng Rp. 300 ribu itu jika dimaksudkan untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Namun demikian, masyarakat tentu saja akan sangat terhibur menerimanya, meskipun akan dikembalikan lagi kepada para mafia-mafia minyak goreng versi pemerintah tersebut,” katanya.
“Apakah masalah selesai? Boleh jadi iya karena masyarakat akhirnya terhibur dengan uang cash Rp. 300ribu, mafia jadi-jadian versi Menteri Perdagangan tetap dapat cuan dari harga pasar. Semuanya senang toh. Namun apakah berhasil mengatasi tingginya harga minyak goreng? Jelas tidak jawabannya. Justru kebijakan BLT minyak goreng membuat peta besar kebijakan minyak goreng nasional menjadi semakin absurd,” tambahnya.
BLT Minyak Goreng Rp 300 Ribu Ditolak Mentah-Mentah Buruh
Sebelumnya, Pemerintahakan segera mencairkan bantuan langsung tunai atauBLT minyak gorengsenilai Rp 300.000 untuk tiga bulan, atau Rp 100.000 per bulan.
BLTminyak goreng tersebut akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga dan 2,5 juta pedagang gorengan, dengan total anggaran Rp 6,9 triliun.
Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menganggap, kebijakan itu jadi bentuk kegagalan Menteri Perdagangan dalam menindaki kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Oleh karenanya, ia terang-terangan menolak adanya BLT minyak goreng tersebut. Sebab, ia takut penerima bantuan tertipu saat membeli minyak goreng kemasan di pasar.
“Kami buruh dari awal menolak subsidi diberikan dalam bentuk subsidi minyak goreng curah dan BLT. Apa yang terjadi sekarang? Minyak curah banyak dipalsukan, dikemaskan, tapi dijual harga premium, minyak kemasan,” ungkapnya dalam sesi teleconference, Selasa (5/4/2022).
Iqbal juga menolak bantuan atas kenaikan harga minyak goreng dijawab dengan pemberian BLT Rp 100 ribu per bulan untuk total 23 juta penerima selama 3 bulan.
“Yang kami harapkan adalah bukan subsidi minyak curah saja, bukan BLT. Tapi subsidi harga dan ketersediaan minyak goreng kemasan,” kata dia.
“Kenapa tetap minyak goreng kemasan? Karena jelas sehat, melindungi konsumennya. Kalau minyak curah yang disubsidi, pemerintah melanggar sendiri undang-undang perlindungan konsumen,” tegasnya.
Lebih jauh, ia masih belum percaya kepada pemerintah untuk bisa memegang amanat dalam hal pemberian bantuan sosial ini.
“Enggak usah deh BLT, rakyat enggak butuh BLT. Rakyat butuh hargaminyak gorengyang turun. BLT itu gudang korupsi. Semua menteri sosial kena KPK karena kasus BLT dan bansos,” tuturnya.
BLT Minyak Goreng Tepatkah? Ini Kata Mantan Menkeu
Langkah pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai(BLT) minyak gorengkepada masyarakat dinilai tepat oleh ekonom senior Chatib Basri. Mantan menteri keuangan ini mengatakan banyakmanfaat yang bisa didapat darisubsidi ini bagi yang membutuhkan dan juga bagi pemerintah.
“Mitigasi terbaik dengan memberikan subsiditargeted, ini lebih baik (dari jenis subsidi yang lain),” kata Chatib dalam dalam webinar Macroeconomic Update 2022, Jakarta, Senin (4/4/2022).
Dia menjelaskan, subsidi pemerintah lewat komoditas langsung kurang efektif. Sebab akan membuat suntikan dana yang digelontorkan pemerintah kurang efektif.
Mengontrol hargaminyak gorengatau barang lain sudah terbukti tidak efektif. Bukan hanya di Indonesia, di berbagai negara pun terjadi hal serupa.
“Ini pelajaran dari berbagai negara selain di Indonesia. Begitu ditetapkan HET (harga eceran tertinggi), barang hilang di pasaran. Price control ini tidak bisa dilakukan,” kata dia.