bakabar.com, KULON PROGO – Warga muslim ronda keliling kampung di Dusun Jetis, Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tidak sedikit di antara mereka merupakan pemuda dusun. Mereka berkeliling menyambangi rumah-rumah yang dihuni warga Kristiani. Di antara mereka ada yang sambil bawa kentongan.
Ronda malam digelar dari pukul 17.00 WIB hingga 21.00 WIB pada hari Senin, 24 Desember 2018 ini. Warga Jetis sejatinya sedang melaksanakan ronda yang tidak biasa, karena berlangsung saat hari masih sore.
Rupanya, mereka mendatangi rumah-rumah itu untuk memastikan bahwa rumah warga Kristiani aman dari tindak kejahatan apa pun sepanjang ditinggal mereka menjalani ibadah Natal di gereja.
“Kami yang muslim inisiatif ronda keliling. Semua demi memberi kenyamanan beribadah tetangga kami yang kristiani. Biar makin kusyuk, mereka tidak perlu kepikiran rumah,” kata Budi Narjo, ketua Karang Taruna Jodipati dari Dusun Jetis, melalui hubungan selular, Senin (24/12/2018).
Pagerharjo, salah satu desa di Bukit Menoreh, di mana terkenal dengan hampar kebun teh. Lokasinya berada sekitar 45 menit dari kota Wates, pusat Kulon Progo. Mayoritas warga bekerja di lahan tani.
Dusun dihuni lebih dari 40 kepala keluarga. Mereka ini menjunjung nilai saling peduli dalam segala hal, termasuk soal menjalankan ibadah masing-masing warga.
Baca Juga:Kapolri dan Panglima TNI Bersinergi Tinjau Gereja
Budi menceritakan, menyambangi rumah-rumah warga yang sedang ibadah di hari rayanya ini sudah menjadi tradisi di kalangan warga dusun. Kegiatan ini sudah hidup lama di antara mereka. Semua berawal dari banyaknya keluhan warga yang jadi korban pencurian selagi mereka mengikuti ibadah hari raya.
Warga kemudian menyepakati untuk saling bergantian menjaga dusun bila mereka menjalankan ibadah keagamaannya. Bila hari lebaran, warga kristiani keliling ronda ke rumah-rumah tetangganya yang muslim. Begitu pula sebaliknya. Alhasil, dusun terasa aman dan ibadah jadi lebih tenang.
“Sekarang sudah tidak ada lagi kasus pencurian. Dulu sering, karena ditinggal,” kata Budi.
Handoko, salah seorang pemuda Jetis, menceritakan, warga dusun memang memiliki semangat paseduluran, yakni semangat persaudaraan yang tidak berbatas apapun, baik itu suku, agama, atau budaya.
Persaudaraan itu harus lahir dari hati. Karenanya, jika ada saudara yang kesulitan dan membutuhkan pertolongan, maka warga lain akan membantu tanpa merasa ada jarak di antara mereka. Termasuk ronda dengan menyambangi rumah warga yang berbeda iman pada hari di mana mereka merayakan di hari besar keagamaan.
“Ini budaya yang sudah mengalir dalam darah kami sejak kami kecil. Orangtua kami yang menanamkan paseduluran itu,” kata Handoko.
Malam tadi, Handoko mengikuti Misa Natal di Gereja Katolik Santa Lucia Kalirejo, Paroki Boro, di Dusun Suren, Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca Juga:Polrestro Bekasi Intensifkan Pengamanan Empat Gereja Rawan
Ia berjalan kaki 15 hingga 20 menit untuk sampai ke gereja. Kebetulan gereja memang berada di Dusun Suren, dusun tetangga. Handoko mengungkap, warga bisa mengikuti ibadah dengan khusyuk.
Ia sendiri juga tak kepikiran tentang rumah yang sedang kosong ditinggal beribadah. Begitu pula ibadah Natal di Gereja Santa Lucia berlangsung mulus.
“Semua (ibadah di gereja St. Lucia) berjalan dengan lancar,” kata Handoko.
Diyakini, semua terkait semangat paseduluran yang akhirnya mencipta kerukunan di antara mereka.
“Warga yang ronda mengakhiri kegiatan sambil ngopi di rumah salah seorang warga Katolik. Mereka mengucapkan selamat Natal,” kata Handoko. “Kunci utama yang mendasari gerakan ini adalah paseduluran,” pungkas Handoko.
Baca Juga:Perayaan Natal dan Tahun Baru Kalsel Dijamin Stabil
Sumber: Kompas.com
Editor: Syarif