bakabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan mendukung gugatan yang dilayangkan para korban banjir awal tahun tadi ke Pemerintah Provinsi Kalsel.
Dirut Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono sangat mengapresiasi langkah itu.
“Karena gugatan hukum juga bagian dari hak dan peran sebagai warga negara,” ucap Cak Kis sapaan karib Dirut Walhi, Sabtu (5/6/2021).
Kis mengingatkan jangan sampai ada pihak-pihak yang malah akan mengancam atau intimidasi.
“Kapolda Kalsel juga harus menjamin keamanan para advokat dan warga yang mengajukan gugatan,” harapnya.
Sebelumnya, puluhan warga resmi menggugat Pemprov Kalsel atas banjir hebat yang menerjang awal tahun tadi.
Dalam gugatannya, pemerintah terancam membayar ganti rugi triliunan rupiah.
Sejak awal Februari lalu, Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel yang digawangi Muhammad Pazri bergerak menghimpun para korban banjir.
Bak gayung bersambut, sebulan kemudian terkumpul sebanyak 53 korban banjir dari berbagai daerah di Banua.
Antara lain dari Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Banjarbaru, Kabupaten Balangan, hingga Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Tiga bulan berselang, perjuangan para korban banjir menuntut hak mereka membuahkan hasil.
Pada Jumat 28 Mei, gugatan class action mereka resmi terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Para korban banjir bersikukuh Pemprov Kalsel lalai menangani banjir bandang yang melanda hampir lebih dari sebulan lamanya hingga menimbulkan korban jiwa.
Secara rinci Pazri membeberkan sejumlah inti gugatan kepada awak media pada Sabtu 29 Mei.
Pertama, kata Pazri, Pemprov Kalsel tak mengeluarkan peringatan dini atau early warning system saat banjir.
Kedua, Pemprov Kalsel dinilai lamban dalam penanggulangan saat tanggap darurat banjir.
Ketiga, tidak ada aturan atau petunjuk teknis berupa peraturan gubernur tentang penanggulangan bencana.
"Sehingga dari tiga tindakan ini kami menilai sudah cukup yang harus diuji ke PTUN sebagai objek gugatan. Persepsi kami memang tiga tindakan ini tak dijalankan," terang Pazri kala itu.
Sementara, inti gugatan yang disampaikan meminta agar Pemprov Kalsel menerbitkan Peraturan gubernur (Pergub) tentang Penanggulangan Bencana Banjir dari Perencanaan, Adaptasi Bencana, Mitigasi Bencana, Kelembagaannya.
Lebih jauh, Pemprov Kalsel juga diminta mengevaluasi perizinan pertambangan dan evaluasi pengelolaan kegiatan pertambangan, serta penegakan hukum lingkungan hidup.
Lantas berapa perkiraan ganti rugi materiil yang mesti dibayar Pemprov Kalsel?
Pazri lantas merincikannya. Pertama, pemprov Kalsel harus membayar Rp890.235.000 kepada 53 warga pemberi kuasa.
Tak hanya itu, ada juga kerugian immaterial mesti diakomodasi dari beberapa pembuktian ahli.
Kerugian immaterial juga disampaikan ke majelis hakim dengan tujuan pemberian keadilan ke seluruh warga yang mengalami kerugian akibat banjir, di luar 53 korban pemberi kuasa.
Misal, meminjam kajian Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel, kalkulasi kerugian materi atas banjir Kalsel sebesar Rp 216.266.000.000.
Kemudian dari Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dikeluarkan pada 22 Januari 2021, total kerugian mencapai Rp 1.349.000.000.000.
Rinciannya, dari sektor pendidikan sekitar Rp 30.446.000.000, kesehatan dan perlindungan sosial sekitar Rp 46.533.000.000, produktivitas masyarakat sekitar Rp 604.562.000.000, dan sektor pertanian sekitar Rp 216.266.000.000.
Lebih jauh dikatakan Pazri, bahwa sebelumnya juga ada wacana Pemerintah Pusat melalui BNPB akan memberikan bantuan berupa dana stimulan untuk rumah warga yang mengalami kerusakan akibat terdampak banjir.
Besaran dana stimulan tersebut adalah Rp 50.000.000 untuk rumah rusak berat, Rp 25.000.000 untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10.000.000 untuk rumah rusak ringan.
"Namun sampai saat ini tidak ada realisasi dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para korban banjir Kalsel," ungkap Pazri.
"Inti gugatan ini, setidaknya ada dampak perbaikan di Kalsel setelah banjir hebat awal tahun tadi," lanjut Pazri.
Sebelum gugatan didaftarkan, tim advokasi telah memantapkan semua langkah-langkah sesuai prosedur yang berlaku.
Upaya administratif dan tenggang waktu gugatan juga telah dilakukan berdasarkan pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Administrasi Pemerintah.
Masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan penjabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.
"Bahwa atas objek gugatan, pada 29 Maret 2021 para penggugat membuat surat keberatan lalu dikirimkan dan diterima oleh tergugat pada 30 Maret 2021 dan tak ada tanggapan dari tergugat," terang Pazri.
Lantaran tak ada tanggapan, maka para penggugat membuat banding administratif kepada Presiden RI Joko Widodo, 14 April 2021 lalu.
"Banding telah tersampaikan 16 April 2021. Namun keberatan dan banding yang telah diajukan tersebut tak ditanggapi secara konkret oleh tergugat dalam hal ini presiden," jelas ketua Young Lawyer Committee DPC Perhimpunan Advokat Indonesia Banjarmasin itu.
Di pasal 4 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02 Tahun 2019 menyebutkan gugatan yang diajukan paling lama 90 hari sejak tindakan pemerintah dilakukan oleh badan dan atau Pejabat Administrasi Pemerintah.
Dan dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan selama warga masyarakat menempuh upaya administrasi tenggat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbatas sampai keputusan upaya administrasi terakhir diterima.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 4 (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 tahun 2019 tersebut, para penggugat mempunyai waktu 90 hari kerja mengajukan gugatan dihitung sejak 16 April 2021 saat diterimanya keberatan terakhir.
Gugatan a quo diajukan pada 28 Mei 2021 (42 hari/30 hari kerja sejak upaya administrasi diterima) dan masih dalam tenggat waktu 90 hari kerja.
"Oleh karenanya gugatan a quo diajukan masih dalam tenggang waktu sesuai dengan Pasal 55 UU PTUN dan Perma Nomor 2 Tahun 2019," ujar advokat Borneo Law Firm itu.
Lantas setelah didaftarkan apa yang selanjutnya bakal dilakukan? Pazri bilang pihaknya kini tinggal menunggu sidang.
"Kemungkinan Senin nanti akan kami terima rilis itu. Kemudian nomor perkara keluar, dan jadwal sidang. Setelah itu baru ketemu Pemprov," pungkasnya.
Dikonfirmasi, Bagian hukum Setdaprov Kalsel memberikan tanggapannya.
"Akan kita pelajari materi gugatannya, sambil kita persiapkan jawaban dan bukti pendukungnya," singkat Kepala Bagian Kepala Bagian Hukum Biro Hukum Setdaprov Kalsel, Bambang Eko Mintharjo via seluler.
Pada 12 Februari 2021, BPBD Kalsel mencatat total korban terdampak banjir Kalsel mencapai 176.290 kepala keluarga, 633.723 jiwa, dengan jumlah warga yang masih mengungsi 9.669 jiwa.
Jumlah pengungsi terbanyak berada di Kabupaten Banjar dengan 82.782 pengungsi, disusul Kabupaten Barito Kuala 9.814 pengungsi.
Sementara, jalan yang rusak mencapai 22 ruas dan 5 sub ruas, dengan panjang 242.707 kilometer dari 756,12 kilometer panjang jalan provinsi atau 32,1 persen. Termasuk, 5 jembatan boks culvert dan tiga jembatan yang rusak.
Terkait peringatan dini, memang tidak ada persiapan khusus dari Pemprov Kalsel akan potensi banjir akibat hujan deras yang melanda Kalsel mulai 9-13 Januari lalu.
Pemerintah sejatinya memiliki delapan alat early warning system (EWS) di enam kabupaten. Namun sebagian besar di antaranya tak berfungsi.
Padahal, BMKG mencatat hujan yang melanda Kalsel 9-13 Januari kemarin menjadi hujan dengan intensitas tertinggi dalam catatan sejarah.
Curah hujan pada periode itu, berturut-turut 125 milimeter (mm), 30 mm, 35 mm, 51 mm, 249 mm, dan 131 mm.
Sebagaimana diketahui, Pemprov Kalsel menetapkan status siaga darurat banjir pada Kamis 14 Januari 2021.
Langkah tanggap darurat diambil setelah dua kabupaten, yakni Tanah Laut dan Banjar menetapkan status darurat banjir.