bakabar.com, BANJARMASIN – Keberadaan makam bercahaya begitu memantik perhatian warga se-Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Lantas, bagaimana fenomena ini bisa terjadi?
Kuburan dimaksud berlokasi di kompleks pemakaman Desa Patarikan RT 01, Banjang, HSU. Ahli kubur ialah seorang warga yang meninggal saat Ramadan tadi.
Kabar terang-benderangnya kuburan saat malam hari kontan saja membuat warga setempat yang penasaran berbondong-bondong mendatangi makam tersebut.
Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengatakan faktor religiusitas warga jadi penyebab utamanya.
Agama, sebut dia, telah memberitahu jika ada kehidupan setelah kematian. “Itu yang dipercaya oleh warga kita yang beragama muslim,” kata Dosen Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan ULM ini, Selasa (31/5).
Dari kepercayaan itu, kemudian lahirlah budaya ziarah kubur yang hingga saat ini masih dilakukan oleh sebagian besar warga di Kalsel.
Selain itu, kata Nasrullah, rasa penasaran juga jadi faktor pendorong mengapa warga berbondong-bondong mendatangi tempat tersebut.
Terlepas itu, kata dia, dari beberapa literasi yang dipelajarinya, jika fenomena kubur bercahaya itu benar adanya.
“Dari sumber buku yang saya baca, jika semasa hidup orang itu berlaku baik, ahli ibadah dan semacamnya maka kebaikannya itu akan ditampakkan oleh Allah,” ujarnya. “Tapi kembali ke kepercayaan masing-masing.”
Kendati demikian, warga diharap bisa lebih jeli. Warga mesti mencari tahu lagi siapa yang dimakamkan dalam kubur tersebut.
Sehingga dengan demikian, warga tidak akan mudah terkelabui dengan informasi yang masih sumir. “Cari tahu latarbelakang yang dimakamkan semasa hidup. Apakah benar orang saleh atau bukan,” tuturnya.
Lantas, seperti apa sosok penghuni kubur semasa hidup?
Haris warga setempat bercerita jika pernah melihat cahaya putih menyembul dari kuburan tersebut. Seperti yang tergambar dalam sebuah video berdurasi 30 detik yang beredar luas di media sosial. Dari jarak 20-35 meter, terlihat batu nisan makam mengeluarkan cahaya.
“Itu makam milik alm Mastur. Warga setempat, mendiang sehari-harinya petani,” ujar warga yang rumahnya berada di depan kompleks makam tersebut dihubungi bakabar.com, Selasa (31/5).
Mastur, kata Haris, meninggal pada usia 72 tahun di RS Pembalah Batung lantaran menderita suatu penyakit. “Sidingaring [beliau sakit],” ujarnya.
Sang istri lebih dulu meninggal. Praktis, kepergian Mastur saat Ramadan kemarin membuat anak-anaknya yatim piatu.
Dari banyak anak Mastur, dua di antaranya sudah meninggal dunia. Satu tewas dibunuh. Satunya lagi meninggal akibat stres beberapa hari setelah tahu saudaranya tewas dibunuh.
Selama hidup, warga sekitar mengenang Mastur sebagai sosok yang penyabar. “Beliau itu adalah jemaah musala. Seingat saya, azan subuhnya tidak pernah tertinggal,” ujar relawan Brigade 08 satu ini. (*)
Keterangan polisi dan video lengkapnya di halaman selanjutnya: