bakabar.com, AMUNTAI – Sekalipun keluarga menolak autopsi, penyelidikan penyebab kematian Muhammad Imam Ma’rif (13) jalan terus.
Terbaru, polisi mengungkap hasilvisum et repertum dari Rumah Sakit Pembalah Batung Amuntai terkait kematian Imam.
“Kami sudah mendapat hasil visumnya, secara garis besar korban meninggal karena gagal napas,” beber Kapolres AKBP Afri Darmawan kepada bakabar.com, Selasa (21/12) malam.
Polres HSU juga terus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi untuk mengungkap kasus tersebut. Saksi yang diperiksa bertambah menjadi 21 orang dari sebelumnya 15 orang.
“Iya, saksi yang dilakukan interview dalam penyelidikan perkara ini bertambah,” ujar mantan kasubdit Regident, Polda Kalsel ini.
Afri juga mengaku sudah mendapat informasi dari pihak keluarga Imam bahwa ada menemukan luka di tubuh korban.
“Kami masih menggali dan memintai keterangan saksi yang melihat luka tersebut,” jelasnya.
Apakah ada peluang tersangka dalam pada kematian Imam? Afri bilang sedang pendalaman kasus.
Penyidik juga sudah beberapa kali meninjau TKP dan memeriksa keterangan F saksi terakhir yang bersama korban.
“Untuk itu penyelidik akan menggali keterangan dari saksi yang lainnya,” pungkas Afri.
Imam merupakan putra dari Munawari anggota DPRD HSU. Belakangan, Munawari menolak dilakukan autopsi pada jasad anaknya.
“Istri saya tak tega,” ujar ketua Nasdem HSU ini.
Autopsi sejatinya guna menyingkap tabir penyebab kematian Imam. Kendati batal, Nuwa -panggilan akrab Wakib- yakin dan sangat percaya polisi bakal tetap mengungkap kasus ini.
"Hal itu karena keyakinan kami kematian Imam bukan karena tenggelam," ucap Nuwa.
Keyakinan mereka juga bukan tanpa sebab. Saat memandikan jasad Imam, banyak ditemukan luka lebam. Ada di dahi, tangan dan hidung.
"Mulut banyak tanah seperti ada tekanan ke bawah air terhadap korban," ujarnya.
Lebih anehnya lagi, tinggi air di lokasi penemuan jasad Imam hanya 20 sentimeter.
"Sementara anak ini tingginya 1,5 meter, kan sangat janggal," jelas Nuwa.
Hasil kesimpulan akhir, Nuwa bilang keluarga berkukuh Imam bukan meninggal karena tenggelam.
"Intinya kami kuasa hukum dari keluarga korban dan dari semua kerabat meyakini bahwa anak Imam meninggal bukan karena tenggelam tapi ada penganiayaan yang mengakibatkan dirinya meninggal," sambungnya.
"Korban tidak ada riwayat epilepsi. Kondisinya sehat tidak sakit, pandai berenang dan menyelam, TKP juga bukan sungai yang dalam tapi hanya area persawahan yang airnya maksimal 20 sentimeter," jelasnya.
Karenanya, Munawari amat yakin Polres HSU bisa segera menetapkan tersangka atas kematian putranya itu.
"Kalau kami sekeluarga sangat yakin Polres HSU bisa segera menetapkan tersangkanya," ucapnya dihubungi terpisah.
Sebagai pengingat, Jumat 12 November, Imam ditemukan tak sadarkan diri di sebuah kubangan sawah Desa Palimbangan RT 02, Haur Gading, Kabupaten HSU.
Tepat di depan pohon sawo itu Imam ditemukan dalam posisi tertelungkup. Mulut, hidung hingga dadanya sudah penuh lumpur.
Seorang bidan desa memeriksa Imam yang sudah tak sadarkan dan tidak bergerak sedikitpun.
"Sudah meninggal," ujar bidan itu.
Orang yang kali pertama menemukan Imam adalah rekan sebayanya, FS atau F dan AT. Hanya keduanyalah yang tahu persis penyebab kematian Imam sebenarnya.
"Kami curiga ada yang mereka lindungi," tutur Munawari.