bakabar.com, BANJARMASIN – Sebelum menenggelamkan Kapal Onrust dalam kurun waktu tahun 1859, pasukan Pangeran Antasari dan beberapa tokoh-tokoh perang melakukan perundingan atau pertemuan di wilayah Guieyu (Huyut) yaitu di rumah Temanggung Ariapati.
Dari pertemuan tersebut, didapat dua hal. Pertama Pangeran Antasari disimpan tidak mengikuti perang menenggelamkan Kapal Onrust, karena Pangeran Antasari menjadi target pihak Belanda untuk dicari dan ditangkap. Kedua, Temanggung Surapati ditetapkan menjadi perunding dengan pihak Belanda dan sekaligus menjadi pimpinan perang.
“Mereka juga mengatur siasat agar Temanggung Surapati berupaya mengulur dan mengukur waktu dalam pertemuan untuk mempersiapkan pasukan dan kesempatan untuk melaksanakan amuk Perang Barupit,” papar Pengamat Sejarah, Mansyur kepadabakabar.com.
Itulah sebabnya perundingan di Kapal Onrust antara Temanggung Surapati dan Letnan Laut Vander Velde gagal. Pertemuan di Huyut ini masih berada di sekitar Muara Teweh, satu wilayah dengan Lalutung Tour, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Selatan, Sungai Barito, Kalimantan Tengah.
“Karena Temanggung Surapati memang sudah merancang demikian agar terjadi dialog yang panjang atas ketidakhadiran Pangeran Antasari,” bebernya.
Kedatangan Temenggung Surapati ke Kapal Onrust diikuti putranya yang bernama Temenggung Ibon, beserta 15 punggawa termasuk Gusti Lias, Temenggung Ariapati, Temenggung Mas Anom, Temenggung Kertapati, Anyang dan Uroi serta ratusan anak buahnya. Selain itu juga termasuk Temenggung Dihu, Singa Nginuh Anak Nyaru, Panglima Nuri dan Panglima Sogo Teluk Mayang serta 500 orang pasukan Temenggung Surapati.
Komandan Kapal Onrust, Van del Velde mengantarkan Tumenggung Surapati melihat-lihat meriam dengan tujuan membujuknya. Sebab, Tumenggung Surapati sangat berpengaruh dalam perang Banjar.
“Belanda berusaha dengan segala taktik liciknya untuk memikat hati Tumenggung Surapati agar tidak melakukan perlawanan dan bersedia untuk menangkap Pangeran Antasari,” ungkapnya
Namun, Tumenggung Surapati menunjukkan kesetiaannya sebagaimana suku dayak.
“Siasat licik Belanda akan dibalas dengan siasat licik pula, demikian tekad Tumenggung Surapati dengan anak buahnya,” tuturnya
Dilanjutkan Mansyur, salah satu saksi Haji Muhammad Talib yang selamat saat melarikan diri dari kejadian di 26 Desember 1859 tersebut menceritakan, saat itu serdadu Belanda tidak merasa curiga dan mereka tidak mempunyai senjata, kecuali Van del Velde yang memiliki pedang tetap di pinggangnya.
“Karena itulah, Temanggung Ibon putera Tumenggung Surapati menghunus mandaunya sambil berteriak, teriakan perang dan ini berarti perang amuk dimulai,” katanya.
Mandau Ibon mengenai Letnan Bangert dan jatuh tersungkur. Mendengar teriakan amuk Temenggung Ibon, serentak Temenggung Surapati menghunus mandaunya ke dada Letnan I Van der Velde.
“Meskipun dia sempat melawan dengan menusukkan pedang kecil perwiranya sehingga melukai bagian dahi Temenggung Surapati,” tuturnya
Pertarungan berjarak dekat, bernaluri tinggi pun terjadi di antara pasukan Temenggung Surapati dan belanda sehingga berakhir dengan meninggalnya Van der Velde.
“Sebenarnya Haji Muhammad Thalib yang merupakan juru runding dari pihak Belanda sudah memperingatkan kemungkinan adanya penghianatan. Karena Temenggung Surapati datang membawa begitu banyak anggota pasukan dengan memakai jukung dan perahu tak beratap,” imbuhnya
Lebih lanjut, teriakan perang itu menyebabkan anak buah Surapati berdatangan dengan perahunya mendekati kapal Onrust. Dalam waktu sekejap sekitar 400-500 orang anak buah Tumenggung Surapati telah berada di atas kapal dan pergumulan perkelahian terjadi.
“Mereka mengamuk di atas kapal itu. Perkelahian berlangsung hampir satu jam,” sebutnya.
Semua Opsir dan Serdadu Belanda yang berjumlah 90 orang berhasil ditewaskan dan kapal perang Onrust pun ditenggelamkan.
“Yang kemudian diketahui selamat adalah penghubung perundingan Haji Muhammad Thalib. Dia yang menceritakan apa yang terjadi atas kapal Onrust dan baru 31 Desember 1859 sampai Banjarmasin,” ungkapnya.
Menurut catatan perang Belanda. Kerugian paling besar diderita adalah dalam Perang Banjar, karena kapal perang berisi senjata beserta serdadunya terkubur bersama-sama ke dasar Sungai Barito.
“Tenggelamnya kapal perang Onrust sangat mengejutkan dan menggemparkan pihak Belanda, sebaliknya menimbulkan semangat juang yang tinggi,” katanya.
Baca Juga: Kilas Balik Tenggelamnya Kapal Onrust dan Perang Banjar (1)
Baca Juga: Pengungsi Wamena Siap Kembali Jika Aman
Reporter: Musnita SariEditor: Muhammad Bulkini