bakabar.com, BANJAR – Provinsi Kalimantan Selatan memiliki destinasi dengan keindahan alam yang melimpah, satu di antaranya adalah Puncak Arta.
Sayangnya, ekowisata alam yang berada di Deda Aranio, Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar ini belum dibuka.
Sebab, jembatan penghubung di Awang Bangkal Barat, Karang Intan yang merupakan akses utama menuju Puncak Arta masih belum diperbaiki.
Jembatan ini ambruk sejak awal tahun 2021 lalu, akibat diterjang banjir besar.
"Saat ini Puncak Arta masih belum dibuka, jembatannya masih rusak," kata Ketua Pokdarwis Puncak Arta, Sapta Pesona Riam Kanan, Agau Firdaus kepada bakabar.com, Minggu (7/11).
Agau bilang, pemerintah setempat sudah melakukan peninjauan beberapa waktu lalu terkait rencana perbaikan jembatan.
"Kemaren ada Bupati Banjar, kemudian Dinas PUPR Kalsel sudah meninjau. Katanya tahun depan akan dianggarkan untuk perbaikan," ujarnya.
Sudah hampir satu tahun, Puncak Arta kini seakan terlupakan. Tanpa pengunjung, hingga tidak ada pendapatan bagi warga sekitar.
Dia mengatakan sempat berencana ingin melakukan perbaikan sendiri bersama warga setempat. Namun, bila dihitung-hitung biayanya cukup besar.
"Kemudian juga takut apabila diperbaiki sendiri nanti rusak lagi, ya lebih baik menunggu dari pemerintah saja," tuturnya.
Sebelumnya, Puncak Arta boleh dibilang menjadi salah satu destinasi rekomendasi di akhir pekan.
Belum sampai di puncak, wisatawan sudah disuguhi suasana tenang, asri dengan hutan yang masih sangat belantara di sisi kanan dan kiri.
Pastinya, keadaan seperti ini membuat wisatawan ingin berdiam diri lama-lama di kawasan ini.
Tidak cukup sampai di situ. Keindahan Arta berlanjut di puncaknya. Beragam panorama dapat dilihat.
Di Puncak Arta, sepanjang mata memandang, pengunjung disuguhkah panorama awan tipis berseliwiran di sela-sela bukit. Sungguh pula sejuk udara dirasa.
Sebaliknya jika tertuju ke bawah, maka pengunjung akan disuguhi panorama indah yakni riak gelombang ombak mengalun di waduk Riam Kanan/PLTA IR. PM. Noor.
Di waduk Riam Kanana akan dapat terlihat berseliweran kelotok (perahu bermesin) pengangkut penumpang dan barang masyarakat dari desa di sekitar danau buatan Pelabuhan Tiwingan Lama.
Namun, untuk menuju puncak Arta tidaklah mudah. Perjalanan yang terjal, ditambah bebatuan tak beraturan membuat nyali para wisatawan semakin tertantang.
Terlebih saat cuaca hujan, wisatawan wajib membutuhkan ekstra fokus agar tidak tergelincir. Bahkan fatalnya, bisa sampai terjungkal ke dasar jurang.
Meski tak seperti gunung-gunung di Kalsel yang rata-rata di atas ketinggian 1.000 mdpl, namun jalan menanjak sepanjang ratusan meter membuat sensasi memuncak wisatawan tetap bisa dirasakan.
"Kurang lebih dari lokasi parkir ini sampai ke atas itu 200 meter, dan di atasnya lagi sekitar 400 mdpl. Melewatinya berhati-hati, soalnya kalau musim hujan jalan agak licin," kata Agau.
Usai lelah melewati jalanan menanjak dengan berjalan kaki, rasa lelah wisatawan akan terbayarkan dengan sejuknya udara di Puncak Arta.
Suasana sejuk dan pemandangan awan di pagi hari bisa dirasakan di sini. Untuk melihat pemandangan awan melintasi perbukitan wisatawan harus bangun pagi-pagi.
Sebab, menurut Agau, penampakan awan tersebut hanya bisa dilihat sejak pukul 06.00 hingga 07.00 WITA.
"Setiap hari pemandangan awan bisa dinikmati, biasanya pagi-pagi," ungkapnya, sambil menyeruput kopi yang ada di hadapan.
Selain itu, jika cuaca bersahabat, wisatawan juga bisa menikmati keindahan momen saat matahari terbit dan tenggelam dari ketinggian sekitar 400 mdpl Puncak Arta.
Tarif retribusi yang dipatok pun tidaklah mahal. Hanya dengan bermodalkan 10 ribu rupiah per orangnya, wisatawan sudah bisa menikmati keindahan Puncak Arta seperti yang ada di atas.