bakabar.com, BANJARMASIN – Dulu pahlawan berjuang mengusir penjajah, maka pejuang masa kini sanggup bertahan menghidupi keluarga.
Di tengah himpitan hidup di ibu kota Kalsel, Muhammad Zuhri masih sanggup menghidupi satu istri dan tiga anaknya.
Beranjak dari Pulau Madura, Zuhri nekat merantau ke Banjarmasin demi mencari rezeki.
Hari-hari dilakoninya jadi penjual keripik singkong dan pisang. Mengayuh gerobak belasan kilometer, di tengah cuaca hujan maupun panas, tetap diterjang Zuhri.
Dari pagi hingga sore hari, Zuhri menjual keripik di kawasan Jalan Ahmad Yani Km 8, Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar.
Menjadi penjual keripik sudah dilakoni Zuhri selama 20 tahun terakhir. Sejak pertama kali menjajakan kaki di Bumi Lambung Mangkurat, profesi inilah yang menjadi harapan utamanya untuk menghidupi keluarga.
"Saat tiba di Banjarmasin itu sempat tidak bekerja selama enam bulan, karena dari awal tak berencana mau kerja jadi apa. Ke sini modal nekat saja," ceritanya saat berbincang dengan bakabar.com, Rabu (10/11).
Saat ini dia bersama istri dan 3 anaknya tinggal dalam sebuah rumah kontrakan di Gang Syuhada, Kelurahan Gadang, Kecamatan Banjarmasin Tengah.
Zuhri mengakui kini masih belum sanggup mendirikan rumah sendiri. Sebab, keripik yang ia jual ini bukan buatan sendiri alias sistem bagi hasil.
"Meski begitu, syukurnya tetap ada saja terus rezekinya," ujarnya.
Selain berjualan, Zuhri juga berprofesi sebagai guru ngaji. Sesekali dirinya turut diundang dalam kegiatan keagamaan sebagai qori.
Ketika ba'da Salat Magrib hingga menjelang Isya, Zuhri menjadi guru mengaji anak-anak di tempatnya tinggal. Profesi mulia ini sudah dijalaninya selama 10 tahun belakangan.
Kadang-kadang para muridnya ini urunan memberi uang sukarela kepada Zuhri.
"Nah, dari situ saya bisa bayar kontrakan termasuk tagihan listrik bulanan," katanya.
Ketekunan Zuhri dalam menimba ilmu agama, khususnya mendalami ilmu ngaji Alquran sudah terlihat sejak bangku kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah.
Sejak itu dia sering diminta mengisi sebagai qori di beberapa pengajian. Lantaran kesibukan itu, Zuhri mengaku hanya sempat menempuh pendidikan hingga Madrasah Ibtidaiyah.
Setelah itu, dia melanjutkan ke salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kabupaten Bangkalan, Jatim.
"Di Ponpes hanya sempat dua tahun," tutur Zuhri.
Lama-lama berbincang, rupanya suara merdu yang dimiliki Zuhri berawal dari kegemaran dalam mendengarkan radio tape. Namun bukan musik didengarnya, melainkan murottal dari beberapa qori idolanya.
"Dari situ belajar cara meninggikan, mengayun nada dan sebagainya," ucapnya.
Meski belum bisa mendirikan rumah sendiri, Zuhri mengaku tetap bersyukur dengan kehidupan saat ini. Dia meyakini bahwa rezeki sudah ada yang mengatur.
"Jangan takut kelaparan, karena yakin setiap hari itu pasti ada aja rezekinya," ujarnya, berpesan.