bakabar.com, BANJARMASIN – Aksi ojek online atau ojol terus bergulir pasca-penetapan kebijakan tarif baru aplikator. Padahal, penyesuaian tarif baru diberlakukan pihak aplikator.
Tarif baru mengacu aturan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan nomor 12 tahun 2019 dan Kepmenhub 348 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Pengamat Transportasi Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Rudi S Suyono menilai masyarakat perlu memahami struktur pendapatan driver online terlebih dahulu.
Mitra ojol selama ini dinilai masih terbuai dengan adanya insentif atau bonus yang diberikan aplikator.
"Selama ini mereka terbuai dengan insentif. Kemudian mereka merasa pendapatan mereka sudah cukup besar, walaupun mungkin mereka tidak tahu kalau aplikator melakukan bakar-bakar uang atau subsidi,” ucapnya melalui siaran pers yang diterima bakabar.com, Kamis (5/9) pagi.
Menurutnya, baik Grab maupun Gojek perlu menjaga keberlangsungan perusahaan, sehingga industri ini bisa bertahan lama.
Dalam hal ini, Rudi mengatakan pemerintah juga memiliki andil untuk menjaga. Agar penyelenggara aplikasi yang telah menjadi sumber penghasilan bagi jutaan orang di Indonesia dapat berkembang baik.
Keberadaan ojek online, sambung dia, telah memberikan kontribusi cukup baik kepada masyarakat.
“Artinya dalam banyak sisi orang-orang dimudahkan dengan adanya ojol. Jadi, keberadaan ojol ini sebenarnya sangat membantu bagi masyarakat,” bebernya.
Ia memandang industri ojol penting untuk dijaga keberlangsungannya. Mengingat, kontribusinya terhadap perekonomian digital di Indonesia sangat besar.
Namun saat ini terdapat pemahaman yang salah mengenai insentif. Kondisi ini yang mengakibatkan ojol dilanda masalah dalam beberapa waktu ke belakang.
Oleh sebabnya, perlu komunikasi yang lebih baik antara aplikator, mitra dan pemerintah.
"Jadi pembenahan itu seperti memberikan obat. Pahit dan tidak nyaman, namun memang ini yang harus dilakukan," tambah Rudi.
Rudi melihat industri bergerak berdasarkan dua sisi, yakni supply dan demand. Sehingga perusahaan ojol harus mampu menjaga demand dan menyediakan supply dengan baik. Agar tidak ada aplikator penyedia jasa ojol yang jorjoran membuang uang untuk hal yang tidak perlu.
"Kalau kita bandingkan dengan taksi konvensional, apa iya mereka insentif seperti itu? Ada banting harga seperti itu? Jadi, proses ini yang harus dijaga oleh masing-masing pengusaha tadi. Pemerintah harus mengawasinya," tutupnya.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi memberlakukan tarif baru ojol di seluruh Indonesia. Kenaikan tarif mulai berlaku 2 September 2019.
Di Kalimantan, dulu lebih dari 4 Kilometer paling banter tarifnya Rp10 seribu. Sekarang tiap kilometer kelipatan Rp2 ribu. Kenaikan ini selaras dengan langkah aplikator menurunkan insentif. (*)
Berikut tarif langsung ojek online yang ditetapkan Kemenhub:
Zona I (Sumatra, Jawa, Bali kecuali Jabodetabek): Rp 1.850-2.300 per km dengan biaya minimal Rp 7.000-10.000
Zona II (Jabodetabek): Rp 2.000-2.500 per km dengan biaya minimal Rp 8.000-10.000
Zona III (Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya): Rp 2.100-2.600 dengan biaya minimal Rp 7.000-10.000.
Baca Juga: Berlaku Mei, YLKI Tanggapi Model Tarif Ojol yang Baru
Baca Juga: Terobos Lampu Merah, Mobil Datsun Seruduk Driver Ojol Hingga Terjungkal
Baca Juga:Ojol Penabrak Lari Irjen Zulkarnain: Saya Nggak Tahu Itu Pak Kapolda
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah