Kalsel

Tarif Air 10 Kubik Dicabut, 21 Ribu Warga di Banjarmasin Paling Menikmati

apahabar.com, BANJARMASIN – Wali Kota Ibnu Sina resmi mencabut tarif pemakaian air minimum 10 kubik. Lantas,…

Featured-Image
Pemkot Banjarmasin mencabut kebijakan satu kubik bayar 10 kubik untuk meringankan beban warga saat Covid-19 mewabah. Foto: Antara

Dari penelusuran media ini, rupanya aspirasi dari pelanggan untuk menghapus kebijakan tarif kontroversial itu lebih dulu disuarakan ke salah satu bakal calon (bacalon) wali kota lain. Namun alih-alih mengampanyekannya sebagai visi-misi, gerak bacalon tersebut kalah cepat oleh Ibnu Sina.

Kemarin lusa, Ibnu Sina selaku wali kota Banjarmasin sekaligus bakal calon petahana di Pilwali Banjarmasin 2020 mengumumkan penghapusan tarif kontroversial itu. Didampingi Dirut Bandarmasih Yudha Ahmadi, Ibnu menegaskan kebijakan satu kubik bayar 10 kubik resmi dihapus.

"Paslon kita sepakat tapi dia lambat mengekspos. Jadi ini kemungkinan ancang ancang saya terdengar oleh tim Pak Ibnu," ujar Ketua Forum Pelanggan Air Minum (Forpam) Kalsel Sunardi kepada bakabar.com, Kamis (17/9).

Medio 2017 silam, PDAM Bandarmasih membuat kebijakan tarif dasar pemakaian air bersih minimum 10 kubik itu. Acuan Pemkot kala itu adalah Permendagri Nomor 71 tahun 2016 tentang penentuan tarif air minum, dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Air Minum.

Ibnu, kata dia, sebenarnya memiliki waktu yang panjang untuk menghapus kebijakan itu. Menjelang suksesi di pemerintahan Banjarmasin, Forpam pun berinsiatif memberikan masukan ke semua bacalon agar nantinya mereka yang terpilih dapat menghapus kebijakan satu kubik bayar 10 kubik itu.

Di Banjarmasin, ada empat bakal pasangan calon yang bakal bertarung di Pilwali Banjarmasin 2020, termasuk duet Ibnu Sina-Ariffin. Selain Ibnu Sina, Sunardi mengaku cukup mengenal Abdul Haris Makkie. Termasuk Ananda.

“Semua berteman,” jelas dia.

Khusus untuk Ibnu, Forpam sudah terlampau sering menyampaikan aspirasi terkait tarif minimum air baku namun baru dicabut jelang suksesi pemerintahan.

Namun Sunardi tak mau ambil pusing terkait momen kebijakan tersebut diambil bertepatan dengan Pilkada Serentak 2020.

Yang terpenting, kata dia, penghapusan kebijakan tarif minimum ini mampu meringankan beban pelanggan di tengah pandemi Covid-19.

Menilik lebih jauh, siapapun yang terpilih nanti tak serta merta mengikuti Permendagri Nomor 71/2016 dan PP 122/2015. Seperti PDAM Intan Banjar.

Andaikata tarif minimum diberlakukan di Kabupaten Barito Kuala, menurutnya, masih bisa dimaklumi. Pasalnya daerah itu bisa menutupi biaya produksi distribusi air bersih yang disalurkannya ke pelanggan.

"Yang lain tidak, karena mereka sadar diri tidak mampu melayani ful pelanggannya," ucapnya.

Sementara ini penerapan tarif minimum hanya diberlakukan di dua daerah Kalsel. Selain Banjarmasin, ada nama Kotabaru.

"Tidak wajib dilaksanakan semua PDAM. Itu sunah aja jadi tidak harus," tegasnya.

Sebagai alternatif pengganti adalah menambah penyertaan modal dari pemerintah pusat, Pemprov Kalsel, dan Pemkot Banjarmasin.

"Kenapa pencabutan tidak dari dulu, waktu banyak yang protes," ucapnya.

Penarikan kebijakan pemakaian tarif dasar 10 kubik ini dapat meringankan beban masyarakat khususnya rumah atau toko yang tidak ditinggali pemiliknya.

"Ini supaya pelanggan menggunakan air yang dikelola PDAM," katanya.

Lebih jauh, dia melihat bahwa keputusan ini juga takkan memberatkan biaya operasional PDAM Bandarmasih.

Malahan membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kategori pelanggan A.1.1. Nah, jumlah pelanggan ini selalu bertumbuh setiap tahunnya.

"Karena PDAM ini perusahaan milik daerah jadi misi sosialnya lebih tinggi daripada mencari keuntungan," imbuhnya.

Selain itu, kata Sunar, pendapatan tertinggi PDAM masih ditopang pelanggan potensial. Seperti Duta Mall, hotel dan sebagainya.

"Itu yang menutupi biaya produksi pelanggan MBR. Mereka sebenarnya dapat subsidi dari pelanggan potensial," ucapnya.

Sunar mengapresiasi keputusan Ibnu Sina untuk mencabut tarif dasar 10 kubik sebagai suara pelanggan yang lama tersakiti.

"Ada momen pelanggan yang sesuai dengan pemakaian di bawah 10 kubik. Jadi merasa diringankan," pungkasnya.

Dongkrak Elektabilitas

Keputusan Wali Kota Ibnu Sina mencabut tarif dasar pemakaian air minimum 10 kubik itu terkesan dadakan.

"Maka tentu kita tidak akan bisa mengabaikan bahwa kebijakan ini pastilah tidak lepas dari adanya kepentingan politik untuk mencitrakan bahwa sang petahana punya kepedulian tinggi terhadap warga," ujar Pengamat Kebijakan Publik, Subhan Syarif dihubungi bakabar.com, Kamis (17/9).

Meski begitu, Subhan menilai langkah yang diambil ini cukup tepat, apalagi dalam momentum Pilkada Serentak 2020 yang notabene Ibnu tampil sebagai bakal calon petahana.

"Masalahnya tinggal publik menilai hal kebijakan tersebut," ucap dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini.

Publik, atau pemilih cerdas, kata Subhan, tentu akan bertanya-tanya akan kebijakan baru ini.

"Mengapa baru saat ini melakukan kebijakan tersebut? Kenapa tidak saat 3 atau 4 bulan lalu ketika awal wabah dan PSBB mulai diberlakukan?" sambungnya.

Adapun hal mendasar bahwa alasan Ibnu menghapus kebijakan yang sudah berjalan 3 tahun belakangan itu guna meringankan beban masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Penghapusan, menurut Ibnu saat mengumumkan resmi kebijakan tarif dasar PDAM Bandarmasin, juga untuk memberikan keadilan kepada warga Banjarmasin. Jika demikian, Subhan memandang, bahwa kebijakan satu kubik bayar 10 kubik memang benar sangat memberatkan masyarakat.

"Maka kita bisa artikan bahwa tanpa sadar petahana di waktu lalu telah melakukan pembiaran terhadap kebijakan yang tidak berkeadilan," pungkasnya.

Sementara itu Kepala Ombudsman perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid, menilai sah-sah kebijakan itu diambil Ibnu Sina sepanjang tidak ada aturan yang dilanggar.

“Sah-sah saja, berarti dia pandai memanfaatkan momentum,” kata Majid dihubungi bakabar.com, Kamis (17/9) pagi.

Walau begitu, Majid menilai kebijakan ini tentunya menguntungkan dan berpihak pada sisi masyarakat.

“Kebijakan populis, itu dalam politik biasa saja. Pasti ada sangkut pautnya dengan Pilkada, tetapi momentum itu dimanfaatkan dan bersamaan menguntungkan masyarakat,” nilainya.

Komentar
Banner
Banner