Kalsel

Tak Tahan karena Tekanan, Istri Bayu Tamtomo Muncul ke Publik

apahabar.com, BANJARMASIN – Istri dari Bayu Tamtomo, PIS akhirnya muncul ke publik. Ibu dari satu anak…

Featured-Image
PIS Isti Bayu Tamtomo didampingi pengacaranya Syahruzzaman saat meminta kisruh perkara Bayu disudahi. Foto-apahabar.com/Muhammad Syahbani

Sekalipun Bripka Bayu Tamtomo (34) sudah dipecat, bukan berarti sengkarut penanganan kasus pemerkosaan VDPS (25) terselesaikan.

VDPS yang kini masih trauma rupanya banyak mengalami perilaku intimidatif selama berjuang seorang diri mencari keadilan.

Ya, banyak yang tak tahu bahwa VDPS telah dirudapaksa oleh seorang polisi di tempatnya magang.Bahkan pihak kampus sekalipun.

Pihak ULM sebagai kampus tempat VDPS menimba ilmu hanya tahu dari media sosial. Setelah tahupun, Bripka Bayu telah divonis atau berstatus terpidana pemerkosaan.

Sebelumnya, di kepolisian VDPS sudah mendapat perlakuan 'beda'. Seorang anggota polisi mempersoalkan ketidaktahuan VDPS mengenai Bripka Bayu yang sudah memiliki istri saat dia melapor ke Polresta Banjarmasin. Seorang polisi lainnya menyindir VDPS yang tak menggunakan jilbab.

Tak hanya di kepolisian, perilaku tak jauh beda rupanya juga diterima VDPS ketika kasusnya bergulir di kejaksaan.

Senin 20 September 2021, seorang jaksa berinisial AF meminta VDPS datang ke kantornya, sekitar pukul 13.30. VDPS hendak dimintai klarifikasi.

"Jaksa AF ini yang mendampingi korban di persidangan, namun dia meminta agar korban tidak memberitahu kepada siapapun termasuk pihak fakultas," ujar Pengacara VDPS, Muhammad Pazri dihubungi bakabar.com, Minggu malam (30/1).

AF adalah jaksa dari Kejati Kalsel. AF menangani kasus VDPS bersama jaksa dari Kejari Banjarmasin, Seliya Yustika Sari. AF memiliki peran kunci dalam penuntutan Bripka Bayu.

"AF ketua tim JPU-nya," ujar Pazri.

18 Agustus di Hotel Tree Park, Bripka Bayu memperkosa VDPS setelah lebih dulu mencecokinya dengan dua kratingdaeng yang tutup botolnya sudah terbuka.

Kasus pemerkosaan VDPS baru terdengar ke publik pada 30 Agustus. Sehari setelahnya, jurnalis bakabar.com mengonfirmasi Kapolres Banjarmasin kala itu, Kombes Pol Rachmat Hendrawan.

"Ya benar, selebihnya silakan konfirmasi ke Polda," singkat Rachmat malam itu.

Setelahnya, kasus VDPS hilang bak ditelan bumi. Rachmat baru kembali buka suara saat jumpa pers akhir tahun 2021. Rachmat bilang kasus Bripka Bayu telah disidangkan.

Tiba-tiba pada 23 Januari, publik dibuat terkejut. VDPS yang hanya dua kali mengikuti sidangspeak upatau bersuara di akun media sosialnya.

Hari itu, rupanya dia baru saja menanyakan kembali perkembangan kasusnya ke JPU Seliya. Jawaban JPU, kata Pazri, sidang telah diputus majelis hakim. Jelas saja hal tersebut mengecewakan VDPS. Apalagi JPU menerimanya begitu saja, seperti pengacara terdakwa.

"VDPS speak up karena amat kecewa. Dia tak pernah dimintai pertimbangannya atas vonis itu," ujar Pazri.

Vonis senyap hakim berlangsung 12 hari sebelum VDPS speak up tepatnya 11 Januari. Majelis hakim memvonis Bripka Bayu setahun lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Sidang beres hanya dalam kurun 31 hari kerja atau sejak 30 November. Anehnya, pada 25 Januari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP PN Banjarmasin atas perkara Nomor: 892/Pid.B/2021/Pn Banjarmasin, nama Bripka Bayu sebagai terdakwa disamarkan. Begitupun dakwaan.

Sehari setelahnya, giliran nama JPU disamarkan. Dan bagian "Pihak Dipublikasikan" berubah menjadi "tidak". Padahal sebelumnya bisa dilihat jelas informasi menyangkut putusan perkara VDPS.

Yang amat disesalkan Pazri lagi, jaksa justru mencantumkan Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan dengan perempuan yang bukan istri. Meski VDPS mendapati banyak paksaan sebelum pemerkosaan itu.

"Harusnya, JPU mencantumkan pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan unsur kekerasan. Banyak memar-memar di sekujur tubuh VDPS. Dia juga dua kali dipaksa minum Kratingdaeng oplosan itu," sesal Pazri.

Melihat sederet kejanggalan, Pazri tak heran jika VDPS tak pernah didampingi bahkan sekadar disarankan untuk didampingi penasehat hukum selama proses hukum bergulir.

FH ULM yang memiliki lembaga bantuan hukum sayangnya baru mengetahui kasus pemerkosaan VDPS lewat media sosial, tepat di hari dia speak up di media sosialnya.

"Kami tahu dari media sosial, tadi malam," ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, dan Alumni ULM, Muhammad Fauzi, Senin (24/1) saat mendatangi Kejati Kalsel.

Merasa kecolongan, para dosen FH ULM menggeruduk Kejati Kalsel. Mereka lantas mempertanyakan sikap kejaksaan. Termasuk, rendahnya tuntutan ke Bripka Bayu.

Setelahnya, dekan ULM menarik seluruh mahasiswa magang dari Polresta Banjarmasin. Termasuk mengevaluasi kerja sama magang dengan kepolisian, dan memoratorium semua ahli hukum ke pengadilan.

"Ya, ini sedang dalam pertimbangan," ujar Dekan FH, Prof Abdul Halim, Selasa 25 Januari.

Pengacara VDPS, Pazri menyayangkan sikap jaksa. Sampai kini belum diketahui apa alasan Jaksa AF menekan VDPS untuk tak melapor ke fakultas.

"Komisi Kejaksaan harus turun tangan," ujar Pazri.

Tak hanya soal pendampingan hukum, Pazri juga menyayangkan melempemnya sikap jaksa saat persidangan.

Puncaknya Jaksa Seliya baru melayangkan banding setelah gelombang desakan publik untuk mencari keadilan bagi VDPS mencuat.

"Noviral,no justice," sindir Rizky Anggarini, Aktivis dari Narasi Perempuan.

Bak kacang lupa kulit di halaman selanjutnya:

HALAMAN
123
Komentar
Banner
Banner