bakabar.com, MARABAHAN – Tidak hanya menunaikan kewajiban mengajar, guru-guru di Barito Kuala dituntut tertib kehadiran yang diawasi dua sistem sekaligus.
Terhitung mulai 15 Juli 2019, absensi guru-guru SD dan SMP menggunakan finger print online yang dilengkapi pemindaian retina mata.
Tidak hanya absensi finger print, mereka juga dikawal Smart Presensi yang sudah diujicoba sejak 1 Agustus 2019.
“Absensi finger print diberlakukan untuk semua sekolah dan langsung online ke Dinas Pendidikan. Bahkan sistem ini juga terbaca di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” papar Kepala Dinas Pendidikan Batola, H Sumarji, Kamis (22/8).
“Dari 272 SD dan 56 SMP, sudah 90 persen dipasang absensi finger print. Sisanya telah dipesan dan tidak lama lagi segera dipasang,” imbuhnya.
Kendati sudah digunakan sejak 15 Juli, penerapan finger print sedianya efektif dimulai 1 Oktober 2019 atau berbarengan dengan penerapan Smart Presensi.
“Setelah 1 Oktober 2019, absensi finger print digunakan sebagai pelengkap tunjangan profesi. Sementara Smart Presensi melengkapi Tunjangan Tambahan Pegawai (TPP) yang sebelumnya disebut tunjangan daerah,” jelas Sumarji.
“Semua sistem tersebut bertujuan mendisiplinkan guru. Andai dalam sebulan tiga kali alpa berturut-turut, tunjangan profesi mereka tidak dibayar sama sekali,” tegasnya.
Besaran tunjangan profesi atau biasa dikenal dengan sertifikasi setara sebulan gaji. Berdasarkan masa kerja, tunjangan profesi bernilai antara Rp 2,8 juta hingga Rp 5 juta.
Sementara guru yang belum mengikuti sertifikasi, hanya memperoleh tambahan penghasilan sekitar Rp 750 ribu per bulan.
Berbeda dengan guru PNS, absensi guru honor daerah hanya menggunakan finger print. Kendati demikian, sanksi yang diterapkan tak jauh berbeda, “Kalau alpa tiga hari berturut-turut, honor daerah mereka tidak dibayarkan,” papar Sumarji.
“Sanksi tersebut sudah memadai, mengingat beberapa keuntungan dari honor daerah. Selain digaji Rp1 juta per bulan, mereka berkesempatan mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan tunjangan profesi,” tambahnya.
Diyakini penerapan absensi finger print berjalan mulus, termasuk kemungkinan pengrusakan alat oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.
“Kemungkinan kecil sengaja dirusak, karena itu bisa merugikan diri sendiri dan guru lain. Mungkin berbeda dengan absensi finger print sebelumnya yang tak menunjang apapun, kecuali sebagai penanda kehadiran,” beber Sumarji.
Penerapan finger print dan Smart Presensi di sekolah, disambut positif guru di Batola. Terutama Smart Presensi, kedisiplinan hadir menentukan 40 persen TPP.
“Juga diharapkan guru-guru memiliki kesadaran datang dan pulang sesuai jadwal, tanpa harus ditegur pimpinan,” sahut Wawan Setiawan, Kepala Sekolah SMP 3 Tamban.
“Tidak hanya mendisiplinkan jam datang dan pulang, kinerja guru seharusnya menjadi lebih baik lagi,” tandasnya.
Baca Juga: Banyak Prestasi Diraih, Pemkab Banjar Gelar Peringatan Harjad dengan Meriah
Baca Juga: Sepekan, 7 Terduga Pembakar Lahan di Kalsel Diamankan
Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Aprianoor