bakabar.com, JAKARTA - Hasil survei nasional dari lembaga Indikator Politik Indonesia terhadap keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi telah dirilis. Hasilnya, kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) merosot hampir 10%.
"Tingkat kepuasan atas kinerja Presiden menurun cukup tajam, dari 72,3% menjadi 62,6%. Hal ini terutama karena persepsi warga terhadap kondisi perekonomian dan penegakan hukum secara bersama-sama mengalami kemunduran," ungkap Indikator Politik Indonesia dalam paparan hasil surveinya, Minggu (18/9).
Jika dibandingkan dengan survei sebelumnya pada bulan Agustus 2022, angka ini menurun cukup drastis. Pada saat itu, kepuasan masyarakat berada di angka 72,3 persen.
"Jadi memang efeknya terhadap tren approval rating presiden cukup lumayan. Kurang lebih 10 persen dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM," ujar Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik.
Burhanuddin menyebut langkah Presiden Jokowi yang menaikkan harga BBM di saat tingkat kepuasan publik terhadap Pemerintahan Jokowi tersebut sedang tinggi-tingginya.
Oleh karena itu, lanjut Burhanuddin kenaikan harga BBM yang diambil Pemerintah pada 3 September 2022 membuat tingkat kepuasan publik kepada Presiden Jokowi masih di atas ambang kewajaran.
"Pak Jokowi ini cukup cerdik dalam mengambil kebijakan yang tidak populer di saat approval rating-nya tinggi di bulan Agustus 72,3%, dampaknya itu setidaknya tidak sampai di bawah 50%. Karena kalau di bawah 50% itu alarming (menguatirkan), ini kan masih di atas 60%," katanya.
Meskipun menurutnya penurun angkanya terbilang cukup lumayan besar, yaitu dari 72,3% hingga 62,6%.
Data survei mencatatkan, penolakan tentang kenaikan harga BBM itu datang dari kalangan perempuan, usia semakin muda, pendidikan menengah, pendapatan 3,5 juta rupiah ke bawah. Lalu ada kelompok pelajar, pegawai, wiraswasta dan ibu rumah tangga, orang pedesaan yang mengaku tidak puas atas kinerja Presiden Jokowi.
Dan ada juga basis pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandi pada kontestasi Pemilu 2019 yang lalu.
Menurut pengguna jenis BBM, terutama pada pengguna jenis Pertalite. Semakin sering menggunakan Pertalite maka semakin tinggi pula penolakannya.
Terakhir, terungkap bahwa mayoritas warga tetap lebih menginginkan subsidi dalam bentuk harga yang dapat dinikmati oleh seluruh warga (sebanyak 58,6%). Ketimbang subsidi tunai langsung (atau biasa disebut juga dengan bansos tunai) kepada kelompok yang kurang mampu (37,1%). (Foto: BS)