bakabar.com, BANJARBARU – Air sungai Rimba di jalan Tonhar yang dulunya jernih dan bersih kini berubah menjadi hitam berbau. Beberapa pabrik tahu dan sebuah peternakan sapi yang terletak di sekitar kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, diduga melakukan pembuangan limbah ke aliran sungai tersebut.
“Kalau musim hujan kita kena banjir yang bercampur limbah, kalau musim kemarau kena dampak limbah tahu dan ternak, aromanya sangat menyengat,” ujar Mukanan seorang warga sekitar sungai kepadabakabar.com, Kamis (21/11).
Pencemaran sungai ini dikatakannya sudah bertahun-tahun dan tak ada penyelesaian. Sementara ada dua RT di jalan Tonhar terdampak kondisi tersebut.
“Kita hanya minta itu saja, masalah ini sudah bertahun tahun, lebih lima tahun atau 5 sampai 7 tahun, yang jelas laporan sudah berkali-kali dibuat oleh warga,” tuturnya.
Namun semua laporan yang dibuat warga berakhir nihil tanpa solusi permanen.
“Dulu laporan lewat RT, Pemkot juga sudah pernah ke lapangan, pihak lingkungan hidup, DPRD juga dan beberapa pejabat sudah ke sini, tapi tidak ada solusi lebih lanjut,” jelasnya.
Sampai sejauh ini, yang dilakukan pemerintah kota hanya pembersihan sungai dari sampah, bukan solusi normalisasi sungai.
“Kita masih terdampak, mohon perhatiannya dari Pemkot. Itu dulu air sungai bening sekali, dipakai mandi dan nyuci, sekarang jadi sarang penyakit,” sambungnya.
Senada dengan Mukanan, seorang warga yang akrab dipanggil Mama Yadi mengeluhkan hal yang sama.
“Ini hari-hari baunya, pokoknya sore sampai malam itu bau sekali, amis, dan campur aduk,” ujarnya.
Bukan hanya itu, saat musim kemarau kemarin, air limbah sampai masuk ke dalam sumur sehingga air sumur pun tak bisa dipakai.
“Kemarau ini malah masuk sampai sumur, jadi saya pakai banyu galon selama kemarau ini,” lanjut Mama Yadi.
“Kami merasa seperti anak tiri saja di sini, padahal sama-sama kota Banjarbaru, tapi pencemaran di Landasan Ulin bertahun-tahun tak di perhatikan,” sambungnya.
karena bau air sungai yang menyengat, salah seorang warga sempat dilarikan ke rumah sakit karena masalah pernafasan.
“Saya ke rumah sakit berkali-kali, karena gak kuat mencium aroma sungai ini jadi timbul asma, kadang pusing, meski jendela dan pintu sudah tertutup, aromanya masih bisa tercium,” ujar Ning.
“Kami tersiksa kalau ada tamu, biar pakai pengharum ruangan tetap saja kalah dengan aroma menyengat ini, dulu pernah sampai mau demo tapi kata RT nanti diurusi tapi nyatanya gak ada kejelasan sampai ini,” ungkap Ning.
Sementara itu, saat media ini mendatangi 2 pabrik dari beberapa pabrik tahu dilokasi sekitar, atau tepatnya di jalan Manggis, kedua pelaku usaha tersebut menampik jika pencemaran sungai diakibatkan limbah tahu miliknya.
“Kalau di pabrik saya, bisa saya bilang kalau tidak mengalirkan limbah ke sungai, karena penanganan limbah sudah sesuai IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah),” ujar pemilik tahu Maju Lestari.
Ia juga mengklaim, pencemaran di sungai Rimba bukan dari limbah pabrik tahu miliknya.
Begitu juga, pemilik tahu dan peternakan sapi, Noor Hamid yang mengatakan bahwa pengelolaan limbah tahu dan kotoran ternak di tempatnya sudah sesuai prosedur, sehingga dugaan mencemari lingkungan yang diarahkan padanya tidak tepat.
“Saya ada 7 pengolahan limbah tahu, jadi tidak benar jika limbah tahu dari pabrik saya mencemari sungai, mungkin itu limbah dari pabrik tahu yang lain,” jelasnya.
Saat disinggung mengenai penanganan limbah kotoran ternak sapi miliknya, ia dengan tegas mengatakan bahwa kotoran sapi langsung di jadikan pupuk tidak di buang ke sungai.
“Saya pisahkan limbah kotoran sapi, kencingnya dan kotorannya, keduanya saya olah jadi pupuk dan tidak saya buang ke sungai,” ungkap Noor.
Namun menurut pantauan media ini, baik kotoran sapi berupa air kencing atau kotorannya tetap dibiarkan larut dalam selokan pembuangan yang mengarah ke sungai.
Baca Juga: Instrusi Sungai Barito, Air PDAM Batola Hanya Untuk Cuci Kaki
Baca Juga:Pertegas Eksistensi Rupiah, BI Kalsel Lepas Tim Susur Sungai
Reporter : Nurul MufidahEditor: Muhammad Bulkini