bakabar.com, BANJARMASIN – Pemindahan ibu kota provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru masih jadi polemik.
Langkah senyap perancangan tanpa melibatkan pihak terkait seperti Pemkot Banjarmasin, misalnya, merupakan satu-satunya alasan mendasar.
Meski begitu, wacana pemindahan ibu kota Kalsel sejatinya bukan hal baru. Usul pernah mencuat pada era Gubernur Kalimantan dr M Moerdjani tahun 1950-an.
Kala itu, Banjarmasin sudah dianggap tak layak lagi menjadi ibu kota provinsi. Tanah rawan dan potensi banjir yang besar menjadi alasan utamanya.
Namun rencana itu gagal. 60 tahun berselang, wacana pemindahan ibu kota kembali mencuat di era Gubernur Rudy Ariffin (2005-2010). Bahkan rencana telah diformalkan dalam Rencana Pembangunan Daerah Jangka Panjang (RPJPD 2005-2025).
Dalam rapat paripurna pada 2008 silam, pemerintah hanya sepakat soal pemindahan lokasi perkantoran Pemprov Kalsel. Pemindahan ibu kota ke Banjarbaru pun harus ditunda karena sejumlah alasan.
"Karena untuk melakukan pemindahan ibu kota perlu anggaran banyak. Sedangkan saat itu anggaran terbatas hanya sekitar Rp4 triliun," kata Staf Ahli DPRD Kalsel, Puar Junaidi kepada bakabar.com, Senin (28/2).
Puar kala itu masih duduk sebagai legislator di Komisi I DPRD Kalsel dari utusan Partai Golkar. Ketua komisinya adalah Ibnu Sina, mantan politisi PKS yang sekarang menjabat wali kota Banjarmasin. Komisi ini membidangi urusan Hukum dan Pemerintahan.
Paripurna 2008 kala itu cukup alot. Hanya Fraksi Golkar yang menolak rencana pemindahan ibu kota Kalsel. Opsinya, hanya menyetujui pemindahan perkantoran gubernur.
Menurut Puar, satu dekade lalu tak memungkinkan bila ibu kota Kalsel 'dipaksa' pindah.
"Kegiatan pembangunan lain bakal terbengkalai bila saat itu terfokus pada pelaksanaan pemindahan ibu kota," ujarnya.
Alhasil, status ibu kota Kalsel tak jadi langsung dipindah. 13 tahun berselang, pemindahan ibu kota ke Banjarbaru tak lagi sekadar wacana. UU Provinsi resmi disahkan DPR RI sejak 15 Februari 2022.
"13 tahun setelah itu, artinya pemindahan ibu kota Kalsel sah-sah saja," ungkap politisi Golkar itu.
"Mungkin, hanya prosedurnya yang mesti dipertanyakan. Sudah sesuai atau belum," ujarnya.
Lantas, bagaimana sikap Ibnu Sina selaku ketua komisi I DPRD Kalsel kala itu?
Puar, sekali lagi mengulang jika hanya Fraksi Golkar yang menolak pemindahan ibu kota. Artinya, mayoritas legislator setuju Banjarbaru ibu kota.
Pernyataan Puar seirama dengan artikel milik Barito Post, Jumat 8 Agustus 2008. Kepada LSM-OKP, Ibnu Sina kala itu berkata persetujuan anggaran multiyears pembangunan pusat perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru sebagai tahap awal merealisasikan pemindahan ibu kota.
Namun pernyataan Ibnu kemudian dibantah oleh Gubernur Kalsel -kala itu- Rudy Ariffin. Rudy menegaskan tidak ada tahapan selanjutnya yang mengarah ke pemindahan ibu kota.
“Saya kira tidak ada upaya ke arah sana,” ucap Rudy seperti diwartakan Barito Post.
Yang ada, sambung Rudy, hanyalah pemindahan pusat perkantoran sebagai arah kebijakan pembangunan lima tahun yang terangkum dalam rencana pembangunan jangka menengah atau RPJM.
Rudy berpandangan, masih menukil artikel Barito Post, tidak ada persoalan kalau pusat perkantoran berada di Kota Banjarbaru, sementara ibu kota provinsi tetap di Kota Banjarmasin. Memindahkan ibu kota hanya sebatas visi-misi 2R (Rudy Ariffin-Rosehan NB) saat Pilgub 2005.
“Kalau visi-misi itu perorangan, kalau RPJM hasil kesepakatan dengan masukan anggota DPRD,” ujar Rudy.
Untuk diketahui, rencana pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru kembali mencuat baru-baru tadi. Namun sikap Ibnu Sina berubah 180 derajat. Ibnu menolak ibu kota pindah karenanya proses yang sepihak.
Ibnu merasa pembahasan UU Provinsi oleh DPR dan pemerintah pusat sarat kejanggalan, apalagi ia tidak pernah dilibatkan.
Menurut Ibnu, keputusan DPR dan pemerintah pusat mengesahkan UU Provinsi saat ini hingga memindahkan ibu kota Kalsel adalah keputusan tiba-tiba.
“Kami merasa tidak pernah ditanya, makanya saya bertanya ini aspirasi siapa,” ujar Ibnu Sina, 23 Februari 2022.
Dulu setuju, namun sekarang menolak pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru. Lantas apa alasan Ibnu Sina?
Kembali dihubungi bakabar.com, Jumat (25/1), Ibnu tak menjelaskan gamblang apa alasannya.
Ibnu hanya berkata, “[Saat itu] bukan begitu kesepakatannya,” singkatnya via pesan singkat.
Dilengkapi oleh Bahaudin Qusairi
Buka Posko Aduan, Sinyal BLF Gugat Pemindahan Ibu Kota Kalsel ke MK!