Kalsel

Societeit De Kapel: Gedung di Banjarmasin yang Dipercaya Tempat Berkumpulnya Setan

apahabar.com, BANJARMASIN – ‘Gedung Kapel adalah tempat terlarang. Tempat berkumpulnya setan. Karena itu, orang Banjar tidak…

Featured-Image
Gedung Societeit de Kapel Tahun 1920. Foto-Geheugen van Nederland & KITLV

bakabar.com, BANJARMASIN – ‘Gedung Kapel adalah tempat terlarang. Tempat berkumpulnya setan. Karena itu, orang Banjar tidak boleh mengunjunginya’. Demikianlah petikan beberapa petuah alim ulama Islam di Gemeente (Kotamadya) Banjarmasin pada dekade awal tahun 1900-an.

Karena itulah, penduduk pribumi mulai rakyat jelata hingga pejabat Kotamadya, jarang sekali yang mengunjungi tempat bernama lengkap Societiet de Kapel ini. Bahkan terkesan menghindarinya.

Baca Juga: Kisah Tukiman, Perantauan Jawa yang Peduli Meratus

Mengapa gedung kapel begitu dihindari dan dibenci? Ada apa dengan gedung Kapel?

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya Kalimantan (LKS2B), Mansyur berusaha mengumpulkan memori-memori masa lalu, sebagai inspirasi dan membuka perfektif untuk menata kekinian lebih arif dan bermakna.

Bekas Gedung Kapel, kata dia, sekarang adalah di Hutan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tepatnya, Jalan Lambung Mangkurat, Kertak Baru Ulu, Banjarmasin Tengah. Berdekatan dengan Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Berseberangan dengan hutan kota dan Jembatan Merdeka.

Mengutip pendapat Idwar Saleh (1981), ia menyebutkan, pada masa Hindia Belanda, Gedung Societiet de Kapel terletak di bagian depan antara Boomstraat dan Jalan Pasar Sore. Sementara pada wilayah Boomstraat didirikan rumah Belanda, Europees Lagere School dan Kantin serdadu.

Sejak berdiri pada tahun 1898, gedung ini menjadi salah satu ikon Kota Banjarmasin. Gedung ini awalnya dibangun dengan arsitektur tradisional Banjar.

Sekitar tahun 1920 an direnovasi dengan bangunan bergaya Nieuwe Zakelijkheid (“Objek-tivitas Baru”) mulai populer di Hindia Belanda.

Bentuknya jauh lebih sederhana dan minimalis dibandingkan dengan gaya sebelumnya. Gaya ini menyertakan bentuk dan desain sudut tanpa dekorasi. Gaya ini merupakan bukti peralihan awal menuju gaya internasional.

“Belum didapatkan data memadai siapa arsitek yang membangun maupun merenovasi Gedung Societeit De Kapel, Banjarmasin,” ujar Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM ini.

Keberadaan gedung Kapel atau Societeit De Kapel, Bandjermasin pada akhir abad ke-19, tidak terlepas dari posisi Banjarmasin sebagai kota besar merupakan kota yang terbuka bagi kontak budaya asing.

Mulai dari perayaan tahun baru dan bahasa Belanda dipakai sebagai bahasa pesta dan keseharian bagi kaum terpelajar dan golongan atas, juga tampak dari adanya gereja katolik, gereja protestan, bank-bank dan perusahaan dagang orang-orang Barat.

“Perkumpulan-perkumpulan ini berupa perkumpulan sosial, meniru perkumpulan orang Belanda (Sociteit de Kapel),” cetusnya.

Masih mengutip Idwar Saleh (1981), ujar Mansyur, pengaruh budaya asing terlihat dengan adanya gedung Societeit de Kapel yang merupakan sebuah rumah bola untuk main biliard, dansa, minum, ramah tamah masyarakat kulit putih.

Wajar apabila gedung Kapel menjadi tempat terlarang. Orang pribumi yang beragama Islam, tidak menyukai tempat ini karena berbau maksiat. Pada sisi lain gedung ini adalah simbol modernitas ala Hindia Belanda. Bahkan, Sociteit de Kapel Belanda ini dulu adalah tempat yang paling indah dalam kota Banjarmasin.

Pembangunan Societeit de Kapel sebagai tempat hiburan (minum dan dansa) orang Eropa, dan budaya-budaya Barat lainnya yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

Secara tidak langsung kondisi demikian turut mempengaruhi munculnya seni budaya Barat, di samping kesenian tradisi yang tetap kuat berakar di masyarakat.

Dalam catatan keluarga besar Kroesen, gedung ini pernah dijadikan pesta perpisahan Residen Kroesen yang pensiun di Banjarmasin tahun 1898.Dalam sumber foto berjudul Societeit De Kapel, Ban-djermasin karya G.M. Versteeg, antara tahun1905-1940, meng-gambarkan bagaimana kondisi gedung Kapel.

Demikian halnya dalam sebuah kartu pos gambar hitam dan putih. Objeknya adalah Bandjermasin (Banjarmasin), dengan pemandangan Societeit De Kapel yang indah. Kartu pos ini diterbitkan Studio Hashi-moto, Bandjermasin tahun 1920an. Karu pos ini dijual seharga $ 3 di situs e-bay tahun 2017.

Tempat ini menjadi pusat hiburan para meneer (tuan) dan mevrouw (nyonya) besar bangsa Belanda. Mereka berpesta dansa di tengah kehidupan malam Kota Banjarmasin kala itu.

Kapel ini konsepnya kamar bola, seperti meja biliar. Di dalamnya banyak ruangan-ruangan yang menjadi tempat hiburan malam. Ada juga ruangan dansa.

Selain itu, societeit ternyata bukan sekadar tempat hura-hura malam atau istilah sekarang, dugem belaka. Akan tetapi, berubah fungsinya menjadi tempat berkumpul orang Belanda yang berpaham rasialisme.

“Bahkan, klub orang-orang Belanda membuat peraturan, gedung ini dipakai klub orang kulit putih,” tegasnya.

Pada saat pemerintah kolonial Belanda masih berkuasa, rakyat pribumi dilarang menginjakkan kaki di tempat ini. Kalaupun ada pribumi di sana, sebagian besar dari mereka adalah petinggi negara yang memiliki pengaruh dan jabatan, selebihnya hanya sebagai pelayan.

Pengaruh budaya asing tidak terlepas dari langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda di daerah ini dalam berbagai segi kehidupan seperti sistem pemerintahan, sistem perkotaan, sistem pendidikan, sistem teknologi transportasi dan komunikasi, sistem ekonomi keuangan dan lain-lain.

img

Bagian Belakang Gedung Societeit de Kapel Tahun 1898. Foto-KITLV & Universiteit Leiden

Semua langkah-langkah itu, telah memungkinkan daerah ini menyerap dan mengadaptasi nilai-nilai dan budaya modern versi permulaan abad ke 20. Seperti munculnya kelompok penguasa dan pengusaha swasta di perkotaan, menyebabkan timbulnya keinginan untuk memenuhi fasilitas hidup yang lebih baik.

Dalam perkembangannya, Gedung Societeit De Kapel, setelah masa ekspansi Jepang tahun1942-1945, masih dijadikan tempat hiburan.

Pada tanggal 3 Juli 1948, anggota organisasi Dewan Banjar yang telah dipilih dan diangkat, dilantik oleh Residen bertempat di Societeit de Kapel. Selanjutnya, dijadikan Kantor Penerangan Korem 101/Antasari dan Gedung RRI di jalan Lambung Mangkurat, pada masa kemerdekaan.

Baca Juga: Keterangan Saksi Mata Penusukan di Jalan Pramuka

Reporter: Muhammad RobbyEditor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner