bakabar.com, BANJARMASIN – Politisi muda banua, Antung Riduan, mempertanyakan hasil survei yang dipublikasi calon gubernur Kalimantan Selatan nomor urut 02 Denny Indrayana.
Dalam publikasi itu, disebutkan bahwa 70 persen pemilih di Banjarmasin ikut memilih kandidat kepala daerah karena uang.
"Saya mempertanyakan hasil survei yang diucapkan Prof Denny Indrayana bahwa 70 persen pemilih di Banjarmasin memilih kandidat kepala daerah karena uang,” papar Antung Riduan, Selasa (4/5).
“Apakah ada bukti survei yang valid mengenai isu itu? Saya berharap jangan semakin membuat masyarakat bingung dan tolong secepatnya diluruskan,” imbuhnya.
Pernyataan itu sendiri disampaikan Denny Indrayana, ketika enjadi pembicara utama dalam diskusi 'Demokrasi dalam Cengkeraman Oligarki' yang digelar secara daring, Minggu (2/5).
“Saya masih percaya warga Banjarmasin atau Kalsel tidak seperti yang disebutkan dan hanya karena uang ikut memilih,” tegas Antung Riduan.
Hal senada diutarakan salah seorang tokoh masyarakat Bahruddin Din Jaya. Bahkan Din Jaya sekaligus meminta Denny Indrayana berhenti membuat komentar miring.
“Sangat sayangkan Denny Indrayana terus membuat komentar itu. Sekarang berkomentar A, besok komentar B, lusa komentar C yang bernada meresahkan masyarakat,” papar Din Jaya.
"Kalau memang punya bukti, laporkan kepada pihak berwenang. Seharusnya sebagai ahli hukum, Denny memberi contoh berpolitik dan berkontestasi secara santun dan beradab,” imbuhnya.
Din Jaya juga mengkritisi pernyataan Denny tentang buzzer di Kalsel yang berbayar antara Rp600 juta sampai Rp1 miliar.
“Polisi memiliki cyber crime. Kalau memang ditemukan buzzer atau penebar hoax yang merusak dan mengadu domba, pasti segera ditangkap,” tegas Din Jaya.
Di konfirmasi terpisah, Tim Hukum H Denny-Difriadi (H2D), Muhammad Raziv Barokah, menjelaskan bahwa pernyataan 70 persen warga memilih karena uang bukan asumsi Denny Indrayana.
“Itu merupakan kutipan dari hasil survey SRMC 2019. Bahkan dalam survei itu menyebutkan 74 persen. Jejak digital hasil surver ini masih mudah diakses,” tukas Raziv Barokah.
Raziv menegaskan fakta itu bukan hinaan atau fitnah kepada warga, “Melainkan sebagai bahan kontemplasi bersama agar harus bersama-sama memerangi politik uang,” bebernya.
“Masyarakat harus diedukasi bahwa uang yang dipakai oknum untuk membeli suara sebenarnya adalah uang warga. Uang yang diterima seharusnya diterima lebih besar daripada Rp100 ribu dalam lima tahun kedepan,” tegas Raziv.
Dalam kesempatan yang sama, Raziv menghimbau warga untuk melaporkan kepada pihak berwajib, apabila menemukan tindakan politik uang.
“Kami sudah menerima banyak informasi, baik dari media sosial maupun masyarakat, bahwa terdapat beberapa oknum RT yang menjadi fasilitator politik uang,” tukas Raziv.
“Kami sekaligus mengingatkan tersedia sanksi pidana untuk fasilitator politik uang. Lebih baik jangan dilakukan demi banua,” tandasnya.