Kalsel

Skandal Cuci Uang HSU, KPK Panggil Adik Wahid Selain Sekda

apahabar.com, AMUNTAI – Proses penyidikan megaskandal suap yang menjerat Bupati HSU, Abdul Wahid terus bergulir. Teranyar,…

Featured-Image
KPK memanggil sederet adik kandung Abdul Wahid. Foto: Tempo

bakabar.com, AMUNTAI – Proses penyidikan megaskandal suap yang menjerat Bupati HSU, Abdul Wahid terus bergulir. Teranyar, sederet saksi kembali diperiksa.

Pemeriksaan KPK di Mapolres HSU, Rabu (12/1) melibatkan 17 nama.

“Pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ujar Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi media ini.

Yang menarik, jika kemarin KPK memanggil Anggota DPRD Tabalong, Rini Irawanty alias Jamela. Kali ini giliran M Syarif Fajerin Noor.

Diketahui, Fajerin merupakan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu Kabupaten HSU.

Selain Fajerin, juga ada ajudan Wahid, Ahmad Rafi, PNS di Kabupaten HSU, Herlina, CS Bank Kalsel Yovie Setia Antartika, dan Teler Bank Kalsel bernama Maulida Agustina.

Selanjutnya tiga orang wiraswasta, Roni Hidayat, Baharuji, dan Saypullah. Delapan orang dari pihak swasta, Ali Baderun, Enik Maslahah, Mansurudin, Melda Agustina, Sarmini, Iriansyah, dan Yayan Anggalita, serta karyawan swasta bernama Yussian, dan Farid Wajidi.

SelesaiSekda HSU, KPK Panggil 7 Saksi Pencucian Uang Wahid

Untuk diketahui Farid Wajidi merupakan adik kandung Wahid selain Sekda HSU HM Taufik. Pria yang selama ini berdomisili di Yogyakarta itu diduga menyimpan belasan sertifikat tanah milik Wahid.

Taufik sendiri sudah berkali-kali diperiksa oleh KPK. 10 November, KPK bahkan memeriksa Taufik di Gedung Merah Putih, Jakarta.

Kala itu, pemeriksaan masih terkait kasus suap proyek rehabilitasi irigasi Banjang dan Kayakah, HSU.

9 hari berselang, KPK menggeledah rumah pribadi HM Taufik di Amuntai, HSU. Taufik yang dihadirkan sebagai saksi saat sidang para penyuap Wahid di PN Banjarmasin mengakui jika uang Rp100 juta yang disita KPK merupakan miliknya.

Belum lama tadi KPK kembali menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka kasus pencucian uang. Tim penyidik menemukan bukti permulaan cukup dalam mengusut perkara suap yang sebelumnya sudah menjerat Wahid.

KPK kemudian menyita sejumlah aset berupa bangunan dan tanah milik Wahid di Amuntai.

Detail penyitaan di halaman selanjutnya:

TPPU Wahid, Jamela DPRD Tabalong Dipanggil KPK Lagi

Senin (10/1) malam KPK kembali bergerak menyita aset-aset milik Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid.

Aset yang disita berupa bangunan belum jadi di Jalan Pambalah Batung, RT 08, Paliwara, Amuntai Tengah.

Sementara, sejumlah aset lainnya berada di kawasan tempat tinggal sang bupati di Kota Raja.

Menariknya, lokasi aset pertama berada tepat di antara Apotek Barata dan bangunan dua lantai yang sebelumnya telah disita KPK saat penindakan Rabu 24 November 2021 lalu.

Terlihat sebuah papan pemberitahuan berdiri tegak di depan bangunan dua lantai tersebut.

"Tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Abdul Wahid," demikian pemberitahuan KPK.

Lantas, tanah dan bangunan apa yang telah disita KPK itu?

Penelusuran bakabar.com menemukan jika aset satu ini adalah bangunan klinik yang juga masih dalam pengerjaan.

"Bangunan dan tanah itu adalah milik Bupati Wahid yang dibelinya pada 2020 lalu," kata sumber media ini di Amuntai, Selasa sore (11/01).

Kabarnya, bangunan berlantai dua itu akan berfungsi sebagai klinik rawat inap. Lokasinya tepat di belakang bangunan yang sebelumnya telah disita KPK.

"Area pembangunan sendiri dipagari seng," jelasnya.

Apakah Apotek Barata turut disita dalam penyitaan kedua ini? Seperti halnya yang pertama, penyitaan kedua oleh KPK tidak menyentuh apotek bercat hijau itu.

"Tidak ada papan penyitaan KPK di apotek Barata, mungkin itu karena tanahnya merupakan warisan keluarga kepada Abdul Wahid," bebernya.

Wahid jarang terlihat mengunjungi Apotek Barata. Ataupun meninjau pembangunan klinik di sampingnya.

"Saya tak pernah melihat keberadaan bupati di apotek maupun di lokasi pembangunan di sampingnya," ujar warga Paliwara ini.

Pantauan di lapangan, lokasi tanah dan bangunan letaknya cukup strategis. Tepat di jalan penghubung HSU-Tabalong.

Jalan Pambalah Batung hanya berjarak sekitar 200 meter dari Jembatan Paliwara.

Tanah dan bangunan yang disita KPK pada Rabu (24/11) malam dan Senin (10/11) malam itu berada di samping kiri bangunan apotek Barata.

Apotek Barata sendiri adalah milik Abdul Wahid. Tempat yang menjadi praktik bersama sejumlah dokter.

Apotek Barata berada di sebelah kanan dari lahan dan bangunan yang rencananya digunakan untuk klinik kesehatan.

Pascapenyitaan KPK, apotek Barata tetap beroperasi. Terlihat sejumlah kendaraan terparkir di depannya.

Tak hanya aset di areal Apotek Barata, KPK juga menyita tanah dan bangunan di Palampitan, Amuntai Tengah, HSU sata penyitaan malam tadi.

"Bangunan yang disita KPK tepat berada di seberang rumah Abdul Wahid, sarang burung," kata warga setempat.

Selain itu, KPK juga menyita tanah dan bangunan di Kota Raja, Amuntai Selatan, HSU.

"Di Kota Raja KPK menyita tanah kosong ada bekas gudang kecil," jelasnya.

Kota Raja merupakan lokasi kediaman pribadi Abdul Wahid dan keluarga. Selain bangunan di klinik Wahid, KPK juga sudah menyita sebuah mobil CRV dari Almien Ashari, Ketua DPRD HSU sekaligus anak kandung Wahid.

Sebagai pengingat, KPK baru saja menetapkan Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid sebagai tersangka pencucian uang.

"Dari temuan bukti, KPK kembali menetapkan tersangka AW [Abdul Wahid] sebagai tersangka dalam dugaan perkara tindak pencucian uang (TPPU)," jelas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, 28 Desember 2021.

Wahid dihadapkan dua pasal tindak pidana korupsi sekaligus. Bukti dugaan pencucian uang didapat setelah KPK mendalami dan menganalisis serangkaian alat bukti dalam proses penyidikan perkara suap dan gratifikasi yang lebih dulu menjerat Wahid.

"Diduga ada beberapa penerimaan tersangka AW yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain," ujarnya.

18 November, KPK menetapkan Bupati HSU Abdul Wahid sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di proyek irigasi Banjang dan Kayakah.

Wahid diduga menerima suap dan gratifikasi hingga total Rp18,9 miliar disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.

Diketahui Abdul Wahid memiliki harta sebanyak Rp5,3 miliar lebih pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2020.

Harta tersebut terdiri dari harta tanah dan bangunan senilai Rp 4.650.000.000 yang terdiri dari tanah dan bangunan seluas 400/300 meter persegi di HSU hasil sendiri seharga Rp1,05 miliar; dan tanah dan bangunan seluas 600/500 meter persegi di HSU hasil warisan seharga Rp3,6 miliar.

Selanjutnya harta kas dan setara kas yang dimiliki Abdul Wahid senilai Rp 718.816.339. Namun Abdul Wahid tercatat tidak memiliki utang yang tercantum di LHKPN 2020 yang diserahkan kepada KPK. Sehingga, total harta yang dimiliki Abdul Wahid sebesar Rp 5.368.816.339. Namun, LHKPN tak mencantumkan detail lokasi aset-aset tersebut.

Mengintip Aset-Aset Tersembunyi Bupati HSU dalam Penyitaan Kedua KPK

Komentar
Banner
Banner