Skandal Tambang Ilegal

Simpang Siur Ismail Bolong, Indikasi Mafia Tambang Kalimantan Menguat

Isu adanya praktik mafia pertambangan di tubuh institusi Polri menguat seiring berlarutnya penanganan kasus tambang ilegal Ismail Bolong

Featured-Image
Sejumlah anggota Paminal Mabes Polri saat turun tangan menyelidiki kasus dugaan penambangan ilegal oleh sejumlah pengusaha di Kaltim yang diduga dibekingi oknum perwira kepolisian, medio Januari 2022. Foto: Dok. laporan hasil penyelidikan Paminal

bakabar.com, JAKARTA - Isu adanya praktik mafia pertambangan di tubuh institusi Polri menguat seiring berlarutnya penanganan kasus tambang ilegal Ismail Bolong di Kalimantan. 

"Ketidaktuntasan kasus Ismail Bolong itu mengonfirmasi asumsi publik terkait keterlibatan jaringan mafia tambang di tubuh kepolisian," jelas pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto kepada bakabar.com, Kamis (25/5).

Indikasinya sudah jelas menurut Bambang. Sampai hari ini polisi belum terdengar memeriksa Kabareskrim Komjen Pol Agus Andriantor

Baca Juga: Teka-Teki Kasus Ismail Bolong Berlanjut

"Ini uji nyali bagi kapolri. Membiarkan atau menuntaskan adalah dua pilihan sulit dan bisa jadi buah simalakama bagi kapolri," jelasnya.

Dalam sebuah video pernyataan Ismail Bolong yang beredar luas pada medio Desember 2022 silam, anggota Polresta Samarinda yang pensiun dini tersebut mengaku telah menyetor total Rp6 miliar kepada Agus. Itu diduga sebagai uang tutup mulut.

Sebaiknya Presiden Joko Widodo turun tangan dengan membentuk tim independen. Sebab, tak hanya nama Agus, sebelumnya Bolong juga menyebut nama Irjen Pol Herry Rudolf Nahak selaku Kapolda Kaltim. Nahak disebut-sebut berperan sebagai penyetor uang suap.

Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?

Menurutnya, substansi kasus yang menjerat Ismail Bolong ada pada pengakuannya menyuap Komjen Agus dan Nahak serta sejumlah petinggi Polri lainnya.  

Ismail Bolong
Aksi Ismail Bolong menghadang patroli petugas KPHP Santan di lokasi tambang batu bara beredar pada medio November 2022.

"Era sekarang tentu sangat beda. Kalau substansi kasus testimoni Ismail Bolong terkait aliran dana seperti yang terungkap dalam surat Kadivpropam 7 April 2022 tidak dijelaskan, tentu pelimpahan berkas kasus tambang ilegal itu hanya akan dianggap sebagai pengalihan isu," jelasnya.

Baca Juga: Ngaku Tak Tahu Keberadaan Ismail Bolong, Castro: Pertaruhan Nama Baik Polri!

Lantas, apa yang melatari sikap penyidik Polri untuk meloloskan Ismail Bolong dari jerat pidana suap dan gratifikasi?

Tentu saja, kata Bambang, terkait masih mengakarnya kultur kakak-adik asuh di internal kepolisian. Sebagaimana diketahui, Komjen Agus adalah senior daripada kapolri saat ini, Jenderal Listyo Sigit.

"Kultur yang sama seperti di dalam surat Kadivpropam tersebut, yakni saling tutup-menutupi keborokan di internal," jelas Bambang.

Oleh karenanya, Bambang melihat Polri sudah sangat mendesak untuk diselamatkan. Ia mendorong Presiden turun langsung memimpin penyelidikan. 

"Pemilu tinggal 1 tahun, tentunya sangat urgen untuk membangun kepolisian yang layak dipercaya," jelasnya.

Baca Juga: Misteri Kasus Ismail Bolong: Ditahan atau Sudah Bebas?

Medio Desember 2022 silam, sejatinya Mabes Polri telah menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka kasus penambangan ilegal di Kalimatan Timur.

Bolong ditahan selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama sebuah perusahaan tambang yang diduga ilegal. Eks anggota Polresta Samarinda itu dijerat penyidik Bareskrim Polri dengan Pasal 158 dan Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau Minerba.

Namun setelah ditetapkan sebagai tersangka, Bolong justru tak diketahui rimbanya. Sedang aktivitas tambang ilegal disebut-sebut kembali merajalela di Bumi Etam, sebutan Kaltim.

Editor
Komentar
Banner
Banner