bakabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan hidup (Walhi) Kalimantan Selatan kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan PT Silo Grup soal izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP).
Sebelumnya ada tiga IUP-OP Sebuku Iron Lateritic Ores atau Silo Group di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru yang hendak dicabut oleh Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor. Yang pertama PT Sebuku Batubai Coal dengan wilayah konsesi seluas 5.140,89 hektare di Pulau Laut Utara dan Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kotabaru.
Kemudian, PT Sebuku Sejaka Coal di atas luasan areal konsesi tambang batu bara seluas 8.139,93 hektare di Pulau Laut Timur. Terakhir, PT Sebuku Tanjung Coal dengan konsesi seluas 8.990,38 hektare di Pulau Laut Tengah dan Pulau Laut Utara.
Pencabutan, seperti disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, selaras dengan keinginan masyarakat setempat.
“Yang jelas kecewa” ujar Kis, sapaan karibnya, kepada bakabar.com, Senin (26/8),
Walhi, kata dia, sangat berpegang teguh dengan aspek keselamatan lingkungan hidup, dan rakyat. Begitu juga seharusnya posisi negara atau pemerintah termasuk penegak hukum.
“Apalagi Pulau Laut adalah termasuk pulau kecil yang harus dilindungi dan bukan untuk industri ekstraktif baik tambang maupun perkebunan monokultur skala besar termasuk sawit” ungkapnya.
Sedari dulu, Walhi ikut mempertanyakan adanya izin eksplorasi di Pulau laut. Berdasarkan catatan mereka pada 24 Desember 2004 lalu, Bupati Kotabaru mengeluarkan Peraturan Bupati nomor 30 tahun 2004 tentang Larangan Aktivitas Pertambangan Batubara di Pulau Laut.
“Ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Padahal Surat Keputusan Bupati itu belum-lah dicabut,” jelas jebolan Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat itu.
Selain itu ia menegaskan bahwa di Pulau Laut masih ada rakyat yang kesusahan mendapat air bersih. Menjadi ironis, mengingat pulau di sisi tenggara Kalsel itu menyimpan potensi pertanian, perikanan, serta pariwisata.
“Ada rakyat yang berkehidupan di sana dan kebutuhan air juga sering bermasalah” paparnya.
Sudah sejak lama Walhi dan sejumlah organisasi adat setempat menyuarakan agar perizinan tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dicabut.
“Selain demi keselamatan lingkungan juga harus mengutamakan keselamatan rakyat, apa lagi kasus di Pulau Laut, jangan sampai ada konflik sosial antar mayarakat yang terjadi” tegasnya lagi.
Dari kasus kasus yang ada dan seringnya putusan pengadilan yang tak berpihak terhadap keselamatan lingkungan, dan rakyat maka dari dulu Walhi mendorong dibentuknya pengadilan lingkungan.
“Agar di nagara kita tercinta ini ada pengadilan lingkungan dan itu sangat diperlukan penegak hukum termasuk hakim yang bersertifikat lingkungan untuk hukum” paparnya.
Mengenai putusan MA yang memenangkan PT Silo Grup, ia berharap agar Pemprov Kalsel bisa melakukan peninjauan kembali. Karena menurutnya cukup Pulau Sebuku yang dihancur jangan sampai Pulau Laut menjadi sasaran selanjutnya.
“Meratus atap Kalsel hendak dirusak orang, Pulau Laut Pagar dan lantai Kalsel juga hendak dirusak orang, seperti Pulau Sebuku yang sudah lebih dulu dihancur, jangan sampai Pulau Laut lagi yang akan dihancur,” tegas Kis.
“Save Meratus, Save Pulau Laut” ujar Kis mengakhiri.
Sebelumnya, Pemprov Kalsel menerima dengan lapang dada kasasi mereka yang kandas di tangan MA.
Pemprov Kalsel mengajukan pencabutan IUP-OP milik anak perusahaan Silo ke PTUN Banjarmasin, serta mengajukan banding ke PTUN Jakarta. Upaya yang memakan waktu panjang ini harus berakhir dengan kekalahan.
"Kita dinyatakan kalah setelah melalui upaya hukum yang cukup panjang kurang lebih setahun mulai dari mencabut izin kemudian kita menghadapi gugatan di PTUN Banjarmasin," jelas Kepala Bappeda Kalsel, Fajar Nurul Desira kepada para awak media di MH2T, Kota Banjarbaru, Jumat pekan lalu.
Baca Juga: Silo Grup Menang, Pemprov Kalsel Legowo, Pulau Laut Kian Terancam
Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Fariz Fadhillah