Hot Borneo

Sidang Sengketa Ibu Kota Kalsel, Banjarbaru Klaim Dukungan Banjar dan Balangan!

apahabar.com, BANJARBARU – Wali Kota Aditya Mufti Ariffin membeberkan sederet alasannya mengapa Banjarbaru lebih layak menjadi…

Featured-Image
Tim hukum Pemkot Banjarbaru dalam sidang lanjutan sengketa UU Provinsi Kalsel yang bermuatan pemindahan ibu kota. Foto: Youtube

bakabar.com, BANJARBARU – Wali Kota Aditya Mufti Ariffin membeberkan sederet alasannya mengapa Banjarbaru lebih layak menjadi ibu kota Kalimantan Selatan ketimbang Banjarmasin.

Hal tersebut disampaikan Ovie, sapaan karibnya, dalam sidang yang mempersoalkan UU Provinsi Kalimantan Selatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/8) siang. Ovie dalam posisi mendukung pemindahan ibu kota.

Kendati begitu, Ovie tak hadir secara langsung. Kali ini, ia diwakili oleh kuasa hukumnya yakni Dhieno Yudhistira, Hendra Fernadi, Suhadi Putera, dan Aditya Nugraha.

Diketahui sebelumnya ada tiga pihak selaku pengguat UU Provinsi Kalsel. Pertama Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dan Ketua DPRD Banjarmasin Herry Wijaya. Kedua, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Banjarmasin dan sejumlah pemohon perseorangan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kota Banjarmasin.

Membuka penjelasan, Dhieno menjelaskan lebih dulu mengenai surat kuasa insidentil nomor 183.2/16/Kum/2022 tertanggal 13 Juli 2022 untuk selanjutnya tim kuasa hukum menyampaikan perihal pengujian formil dan materiel.

Dia menjelaskan uraian pandangan hukum materiel dalam perkara nomor 59, 60/PUU-XX/2022. Penyusunan UU No 8/2022 dilatarbelakangi oleh pembentukan UU Provinsi Kalsel yang sudah dinilai kedaluwarsa karena dibentuk saat Indonesia masih menggunakan UUDS 1950. Dan, masih dalam bentuk negara Indonesia serikat.

Oleh karena itu, ia menilai perlu pembentukan UU secara khusus mengatur Provinsi Kalsel sehingga pemerintahan daerah dapat terselenggara secara menyeluruh dalam satu kesatuan wilayah, guna mewujudkan prinsip negara kesatuan RI yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian dan berkebudayaan.

“Dilihat dari historinya, rencana pemindahan IKP [ibu kota provinsi] dari Banjarmasin ke Banjarbaru telah lama direncanakan,” ujar Dhieno.

Dhieno lalu menyentil legal standing Kadin Banjarmasin sebagai pihak pengguat. Apabila dilihat dari kapasitas hukumnya, kata dia, Kadin jelas bukan representasi masyarakat Kota Banjarmasin. “Melainkan dari kelompok tertentu yang tidak ada hubungan langsung dengan terbitnya UU No 8 tahun 2022,” ujarnya.

UU Provinsi Kalsel dinilainya sudah sesuai dengan UUD 1945. Dan, sesuai UU No 12/2011. Yang mana dalam kaidahnya telah melalui kajian emperis dan normatif.

“Jelas terhadap permohonan pemohon kami membantah karena seluruh elemen terkait telah dilibatkan dalam pembentukan UU No 8/2022,” jelasnya.

Dibuktikan, lanjutnya, dengan DPR RI telah memberikan undangan kepada gubernur Kalsel, Kalbar, dan Kaltim pada 24 Januari 2022. Isinya, perihal kunjungan kerja yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus.

Undangan tersebut, sebut dia, ditindaklanjuti gubernur Kalsel dengan menggelar rapat mendengar masukan terkait pembahasan RUU Kalsel, Kalbar dan Kaltim. Sebutnya, Banjarbaru sejak dulu dirancang sebagai IKP Kalsel. Namun perencanaannya terhenti sampai pada perubahan status Banjarbaru menjadi Kota Administratif.

“Usulan pemindahan IKP telah ada sejak 1964 atas resolusi DPRD GR Kalsel, atas resolusi itu, DPRD telah mendapat respons positif dari berbagai pihak terutama masyarakat kota Banjarbaru,” terangnya.

Untuk itulah terbentuk berbagai panitia, dari pelbagai elemen masyarakat. Mereka menuntut Kota Banjarbaru sebagai kotamadya sekaligus IKP Kalsel.

Rencana pemindahan IKP ini juga, sebutnya, telah termuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalsel No 17/2009. Isinya, tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah Kalsel tahun 2005 sampai 2025.

Dengan sejumlah bukti itu, wali kota Banjarbaru mengatakan pemindahan IKP Kalsel ke Banjarbaru telah terencana dan terstruktur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Telah melalui mekanisme alot di DPR RI hingga akhirnya disetujui presiden, tidak pernah ada prosedur dilewatkan atau perencanaan diam-diam,” tegasnya.

Dari segi geografis, sambungnya, Kota Banjarbaru berada di wilayah strategis. Atau, 35 kilometer dari sebelah tenggara Kota Banjarmasin. Saat ini perkembangan Banjarbaru dinilai pesat dari sisi ekonomi, perdagangan, perizinan, pembangunan, dan transportasi.

Banjarbaru, sebutnya, memiliki 13 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Secara pendidikan, dinilai lebih unggul dibanding Banjarmasin. Termasuk keberadaan beberapa rumah sakit dan puskesmas. Kemudian, tentu saja keberadaan bandar udara yang tak dimiliki Banjarmasin saat ini.

“Terkait dengan tujuan UU No 8 Tahun 2022, bahwa mengenai kerugian yang dialami oleh pemohon, jelas tegas bersifat imajiner,” paparnya.

Mengingat perkembangan tiap usaha di daerah berkembang dengan kultur dan keadaan daerah masing masing sehingga menurut pihaknya tidak ada hubungannya dengan pemindahan IKP.

Dhieno bilang Wali Kota Ovie berpandangan tidak tepat atas penjabaran kerugian yang dialami pemohon. “Karena dirasa tidak relevan,” ujarnya. Menurutnya, pemindahan IKP sama sekali tidak memengaruhi kebijakan Pemprov Kalsel dalam menyejahterakan masyarakatnya.

“Lalu, penjabaran perpindahan IKP akan menghambat pembangunan juga tidak relevan, karena jelas program-progam pemerintah pusat salah satunya adalah pemerataan pembangunan di wilayah Indonesia,” tegasnya.

Dalam satu provinsi, menurutnya setiap pemangku kebijakan daerah harus saling berkoordinasi untuk memajukan wilayahnya masing-masing.

Dhieno kemudian menyinggung soal pembelokan sejarah yang dijadikan alas pemohon. Menurutnya, itu sangat tidak relevan. Karena pemindahan IKP, hanya memindahkan administratif daerah. Sama sekali takkan menghilangkan sejarah.

“Karena hal tersebut (sejarah) harus dijaga bersama sama,” sambungnya.

Karenanya, menurut Dhieno, pemohon dalam menjabarkan permohonannya sangat tidak tepat karena pembentukan UU No 8/2022 jelas memiliki marwah untuk memajukan Kalsel dan sesuai UUD 1995.

“Dilihat dari sisi sosiologi dan geografi, Banjarbaru sangat mendukung sebagai IKP,” tambahnya.

Teranyar, Dhieno menyebut dukungan rencana pemindahan ibu kota ke Banjarbaru juga mengalir dari beberapa pemerintah kabupaten.

“Terbaru ada 8 dukungan dari paguyuban Kota Banjarbaru. 2 dari kepala daerah, Bupati Kabupaten Banjar dan Balangan,” ungkapnya.

Sudah pasti, dukungan baru tersebut akan dimasukkan pihaknya dalam daftar alat bukti selanjutnya.

Tak lupa, fakta Banjarbaru memiliki IPM tertinggi 2021 di Kalsel juga dipaparkan dalam sidang mahkamah. “Keberagaman keagamaan penduduk multietnis, rukun, guyub dan selama berdiri, Banjarbaru menjadi kota paling aman,” sebutnya.

“Banjarbaru juga merupakan barometer seluruh Kabupaten Kota di Kalsel, dapat dilihat dari banyaknya penghargaan nasional terbaru yang didapat,” sambugnya.

Terakhir, berdasar UU uji formil dan materiel, pemindahan IKP dinilainya tak merugikan hak konstitusional para pemohon berdasarkan UUD 1995.

Karenanya, mereka memohon kepada majelis hakim agar memberi amar putusan yang seadil-adilnya.

“Para pemohon tidak memiliki legalitas hukum, kami berharap hakim menolak permohonan a quo secara seluruhnya, dan menyatakan UU No 8 tahun 2022 Kalsel tetap memilki kekuatan hukum yang mengikat,” pungkasnya.

Benarkah Senayan Sudah Jaring Aspirasi Pemindahan Ibu Kota Kalsel Seperti Klaim Arteria?



Komentar
Banner
Banner