Kalsel

Sidang Ketiga Kasus Kematian Anak Kandung di HST, Sutarti Tak Ingat Membunuh

apahabar.com, BARABAI – Ada hal menarik pada sidang ketiga kasus Sutarti, terdakwa pembunuhan anak kandungnya sendiri…

Featured-Image
Sidang ketiga kasus Sutarti berjalan secara virtual di Pengadilan Negeri Barabai, Selasa (30/3). Foto:apahabar.com/Lazuardi.

bakabar.com, BARABAI – Ada hal menarik pada sidang ketiga kasus Sutarti, terdakwa pembunuhan anak kandungnya sendiri di Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah (HST).

Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa yang digelar secara virtual, Sutarti dicecar pertanyaan oleh Majelis Hakim, Penuntut Umum (PU) dan Penasihat Hukum (PH) terdakwa.

Sutarti nampak lancar menjawab pertanyaan-pertanyaan dari majelis yang dipimpin hakim ketua, Dian Kurniawati serta dua hakim anggota, Sabrina dan Rahmah Kusmayani yang berada di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Barabai, Selasa (30/3).

Dalam sidang, Sutarti tidak mengetahui kapan peristiwa pembunuhan itu. Dia mengelak.

Meski demikian, dia mengaku menyesal atas kematian dua anak kandungya yang masih bocah.

“Saya hanya ingat waktu itu anak saya demam dan saya berikan obat penurun panas, paracetamol,” kata Sutarti dalam sidang secara daring di Rutan Barabai.

Sutarti hanya ingat salah satu anaknya sempat diberikan napas buatan.

“Sempat kejang tidak bernapas, saya kasih pernafasan lewat mulut. Lalu dia tidur lagi,” kata Sutarti.

Mengenai salah satu saksi kunci saat kejadian pada 25 November 2020, anak tiri Sutarti berada di rumah bersama dua anak kandungnya, termasuk Sutarti.

Sutarti mengaku anak tirinya itu diberi kunci pintu rumah.

“Saya minta dia untuk meminta pertolongan (saat kejadian-red),” tandas Sutarti.

Meski Sutarti membantah, JPU Prihanida Dwi Saputra menyebut
ada fakta-fakta hukum yang bersesuaian dari keterangan saksi-saksi yang digali sebelumnya.

“Dari keterangan ahli juga ada kesesuaian. Jadi dakwaan tindak pidananya terbukti,” terang Mas Han.

Meskipun tindak pidana terbukti, soal tuntutan yang akan diberikan kepada Sutarti masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Tinggi.

“Sutarti mau menjawab pertanyaan di sidang aja saya sudah bersyukur. Soalnya ahli kejiwaan menyebut dia (Sutarti atau terdakwa) mengidap gangguan jiwa berat,” kata Mas Han.

Kondisi Sutarti saat mengikuti sidang memang masih labil. Kadang dia bisa menjawab pertanyaan dengan lugas, tapi terkadang meracau sambil menangis.

“Saat ditanyai terkait kedua anaknya pasti menangis. Tapi setelah itu diam. Dan saat ditanya pertanyaan lainnya, spontan Sutarti bisa saja menjawab,” terang Mas Han.

Saat ditanya majelis, apakah ada yang ingin disampaikan diakhir persidangan, Sutarti menjawab tidak.

Sementara Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Ahmad Gazali Noor, dalam sidang lanjutan tidak merencanakan menghadirkan saksi untuk meringankan Sutarti.

“Rencana tidak ada yang mulia (mendatangkan saksi yang meringankan),” kata Gazali saat mengikuti sidang secara daring dari luar daerah.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa 6 April 2021. Agendanya pembacaan tuntutan oleh JPU.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua bocah ditemukan tak bernyawa di kediamannya.

Ironisnya, bocah laki-laki dan perempuan itu ditemukan tanpa memakai busana dengan sang ibu.

Anak Sutarti, MNH (6) dan SNH (4) ditemukan setelah warga setempat yang disaksikan anggota Polres HST mendobrak pintu rumahnya di Desa Pagat RT 8 Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah (HST), Rabu (25/11) sore.

Dua bocah itu diduga dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri, Sutarti.

Warga menduga Sutarti nekat membunuh dua anaknya lantaran mengalami depresi.

Dugaan itu terlintas karena kondisi Sutarti saat ditemukan dalam keaadaan tanpa busana bersama dua anaknya dan mengoceh tak jelas.

Hingga saat hendak diamankan pihak kepolisian pun, dia masih meranyau tak jelas.

“Kalau dibilang depresi, ya, harus dibuktikan dulu. Sekarang masih dalam proses observasi kejiwaan,” kata Dany.

Berdasarkan hasil visum et repertum pada tubuh dua bocah atau anak kandung Sutarti, tidak didapati tanda-tanda kekerasan.

Dikatakan Dany, lama kematian MNH dan SNH berkisar antara 4 sampai 8 jam.

Penyebab kematian anak laki-laki dan perempuan Sutarti itu disebutkan mati lemas. Diduga akibat mulut dan hidung kedua bocah itu dibekap.

“Tanda mati lemas karena kehabisan oksigen,” terang Dany.

Mendalami kasus ini, penyidik Polres HST sudah memeriksa 5 saksi. Namun polisi tidak membeberkan siapa saja yang telah diperiksa.

Informasi yang dihimpun bakabar.com, dua di antara saksi itu masih belia. Yakni, AN (15) dan RI (9).

Kaka beradik inilah saksi kunci atas kejadian itu. Mereka mendapati dua adik tirinya, MNH (6) dan SNH (4) sudah tak bernyawa di kamar rumah ibu kandungnya sendiri sekitar pukul 09.00-10.00 di Desa Pagat RT 8, Rabu (25/11).

Runtut kejadian diceritakan paman saksi, Ipul (50) yang juga adik ipar Sutarti. Dia baru tahu kronologi kejadiaan setelah RI menceritakan kesaksiannya kepada penyidik.

“Dari yang saya dengar, mulanya anak kandungnya yang laki-laki, tubuhnya dibalut menggunakan kain. Kemudian dari leher hingga kepala juga diikat kain, seperti mayat,” ujar Ipul.

Kemudian, anak yang perempuan masih berumur 4 tahun. Dari pengakuannya, mulut dan hidung bocah ini ditutup menggunakan tangan.

“Melihat hal itu, anak tirinya jadi lari ke tempat saya tanpa menggunakan baju tadi. Mungkin karena saking takutnya. Tapi waktu itu dia tidak bicara apa-apa sampai saya antar ke rumah keluarganya di Waki (salah satu desa di Kecamatan Hantakan),” tutup Ipul.

Pascakejadian itu, kejiwaan Sutarti diobservasi di RS Kandangan oleh dokter spesialis ahli di bidangnya.

Selama 3 minggu diobservasi, dokter kejiwaan di RS Kandangan itu baru bisa menyimpulkan hasilnya.

“Berdasarkan hasil observasi yang kami terima, sesuai hasilnya, tersangka memang mengalami gangguan jiwa,” kata Kasat Reskrim Polres HST, AKP Dany Sulistiono pada bakabar.com, Kamis (17/12/2020) silam.

Atas perbuatan itu, Sutarti dijerat Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.



Komentar
Banner
Banner