Kalsel

Sidang Kasus Korupsi HSU, KPK Hadirkan Sekda Adik Bupati

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang kasus suap megaproyek irigasi di Hulu Sungai Utara (HSU) memasuki babak baru….

Featured-Image
KPK menghadirkan Sekda HSU, HM Taufik dalam sidang pembuktian kasus suap yang menjerat Plt Kadis PU HSU di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (8/12). apahabar.com/Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN – Sidang kasus suap megaproyek irigasi di Hulu Sungai Utara (HSU) memasuki babak baru. Sejumlah saksi kunci mulai dihadirkan jaksa dari KPK.

Sidang kasus suap yang menjerat Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) HSU, Maliki itu digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (8/12) pagi.

Pantauan bakabar.com, terdakwa Fachriadi dan Marhaini hadir mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Banjarmasin. Keduanya adalah kontraktor penyuap Maliki.

Sidang digelar secara terbuka di ruang sidang I Pengadilan Tipikor Banjarmasin pukul 10.00 atau molor satu jam dari jadwal sebelumnya.

Sidang yang digelar untuk kedua kalinya beragendakan pembuktian dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Kali ini, rencananya jaksa KPK bakal menghadirkan empat saksi sekaligus.

“Rencana ada empat saksi. Tapi hadir baru tiga,” ujar salah seorang jaksa.

Salah satu saksi merupakan Sekretaris Daerah Kabupaten HSU, HM Taufik. Taufik juga merupakan adik daripada Bupati nonaktif HSU, Abdul Wahid.

Taufik sendiri terpantau tiba di Pengadilan Tipikor Banjarmasin sekitar pukul 09.00.

Selain Taufik, dua saksi lain adalah Hj Hairiah, Kasi Pembangunan, Bidang Sumber Daya Air, Dinas PU HSU, dan Ratna Dewi Yanti, Konsultan Pengawas Proyek Irigasi Banjang, HSU.

“Satu masih di perjalanan,” ujar jaksa.

Sebagai pengingat, 18 November, KPK menetapkan Bupati HSU Abdul Wahid sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di proyek Irigasi Banjang dan Kayakah.

Penangkapan Wahid berawal dari operasi tangkap tangan tim KPK pada dua bulan sebelumnya atau 15 September 2021 di Amuntai.

Kala OTT, KPK menangkap Maliki, Pelaksana tugas Kepala Dinas PU HSU; Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH); dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FH) di lokasi yang berbeda.

Marhaini dan Fachriadi selaku pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor junto Pasal 65 KUHP.

Sedang Maliki selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor junto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.

Sementara, Wahid yang ditetapkan tersangka kemudian diduga ikut menerima suap dan gratifikasi hingga senilai total Rp18,9 miliar disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.

Kronologis Suap di halaman selanjutnya:

Sidang Perdana Kasus Korupsi HSU, Bupati Minta Fee 15 Persen

Kedua terdakwa, sesuai dakwaan mengadakan pertemuan khusus dengan Maliki. Mereka dijanjikan akan memperoleh proyek. Namun, di tengah jalan keduanya diminta fee 15 persen dari nilai proyek oleh Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid.

Proyek yang akan dikerjakan itu ada di tahun 2021, di antaranya pengerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.

Untuk memuluskan proyek, atas persetujuan Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang lelang pengerjaan sebesar Rp1.555.503.400.

Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencairan uang muka sebesar Rp346.453.030, terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M Mujib Rianto kembali menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000 kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga memberikan fee secara bertahap dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.

Atas persetujuan Abdul Wahid, perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000.

Penyerahan uang Rp300 juta tersebut dilakukan terdakwa secara bertahap. sesuai kesepakatan setelah uang pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297, terdakwa melalui M Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352, terdakwa melalui M Mujib Risnto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta kepada Abdul Wahid

Korupsi Bupati HSU: KPK Cecar Pendiri Ponpes-Swasta soal Mobil

Komentar
Banner
Banner