Relax

Si Binatang Jalang dan Sigaret: Satu Abad Chairil Anwar

apahabar.com, JAKARTA- Tepat seabad lalu, sosok bergaya urakan —namun patriotik dalam jiwanya—lahir ke dunia. Dia adalah…

Featured-Image

bakabar.com, JAKARTA- Tepat seabad lalu, sosok bergaya urakan —namun patriotik dalam jiwanya—lahir ke dunia. Dia adalah Chairil Anwar, sang pujangga yang mendobrak gaya bahasa puisi dalam sastra Indonesia.

Pria kelahiran 26 Juli 1922 itu memang terkenal berkat karya sastranya yang sarat nuansa perjuangan. Karya tersebut bahkan berhasil membuatnya disematkan julukan 'si Binatang Jalang'.

Namun, bagi segelintir orang yang tak menyelami dunia sastra, setidaknya mengenal Chairil dari fotonya yang ikonik: pria berparas rupawan mengisap rokok di sela-sela jarinya dengan tatapan tajam.

Kiprah Chairil sebagai Binatang Jalang

"Sastrawan harus mempelajari kehidupan rakyat seluas-luasnya dan mengenal mereka secara dekat." Begitulah kiranya nasihat yang diterima Chairil dari sang paman, Sutan Syahrir. Prinsip ini lantas membuat dirinya hidup dalam lingkup pergaulan bebas tanpa batas: kaum intelektual dan rakyat jelata.

Pergaulan Chairil di kalangan intelektual mencakup tokoh-tokoh bangsa, komponis, sastrawan, hingga pelukis ternama. Kabarnya, dia suka mampir ke sanggar para seniman, entah itu hanya sekadar menumpang makan, meminjam uang, atau mendeklamasikan sajak-sajaknya.

Pria asal Medan, Sumatra Utara, itu juga suka bergaul dengan rakyat lapisan bawah, seperti tukang becak, tukang loak, sampai pelacur. Dia bahkan pernah ikut tidur di kaki lima bersama para pengemis. Dengan harapan, dirinya bisa mendapat bahan, bahasa, dan inspirasi dalam menulis sajak.

Pendekatan yang demikian nyatanya mampu membuat Chairil melahirkan sederet karya sastra, yang masih menggaung hingga kini. Dia juga terkenal sebagai sosok yang lantang menentang penjajah Jepang melalui puisinya.

Sebut saja, puisi bertajuk Siap Sedia, yang akhirnya membuat Chairil dibui selama tiga bulan pada 1943. Salah satu penggalan syairnya, "Kawan, kawan. Mari mengayun pedang ke dunia terang" dianggap menganjurkan pemberontakan pada Jepang.

Meski sempat mendekam di penjara, Chairil tak pernah kapok untuk menyuarakan semangat melawan penjajah lewat karya sastra. Dua tahun setelah Siap Sedia menuai kontroversi, dia kembali menerbitkan puisi bertajuk Aku.

Karya tersebut dianggap sebagai pendobrak cara berpuisi dalam sastra Indonesia. Aku menjadi lambang atas pemberontakan yang menggelora dalam jiwa muda. Puisi inilah yang akhirnya membuat Chairil dijuluki sebagai “Binatang Jalang”.

Chairil, Puisi, Rokok

Chairil Anwar boleh jadi terkenal sebagai tonggak dalam dunia kepenyairan di Tanah Air, namun jangan lupakan bahwa sosoknya adalah perokok berat. Tatkala kehabisan sigaret, dia mencoba berbagai cara untuk mendapatkan uang dan membeli gulungan tembakau itu.

Pria keturunan darah biru itu seolah tak pernah kehabisan akal untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah demi membeli sigaret. Mulai dari mengirim karya ke media, sampai mengganggu sang paman, Sutan Syahrir, yang kala itu adalah Perdana Menteri Indonesia.

Kelekatan antara Chairil dengan rokok bahkan terabadikan dalam lensa kamera. Potret yang menggambarkan dirinya berpose menatap tajam sembari mengisap sebatang rokok, menjadi begitu ikonik.

img

Saking terkenalnya, potret itu banyak digunakan sebagai materi mural yang disertai dengan kutipan terkenal milik Chairil, seperti "Mampus kau dikoyak-koyak sepi," atau "Aku suka pada mereka yang berani hidup."

Hal ini lantas membuat masyarakat kekinian kadung mengenal sang pujangga dengan rokonya. Chairil, puisi, dan rokok adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Melepaskan Chairil dengan rokoknya itu ibarat memisahkan Soekarno dengan songkok hitamnya, memisahkan Gusdur dengan humornya, dan memisahkan Jokowi dengan gaya blusukannya.

Sayangnya, akibat menjadi pecandu rokok berat, Chairil berpulang ke pangkuan Tuhan dalam usia belia. Dia hanya mengenyam manis getirnya hidup selama hampir 27 tahun, tepatnya berpulang pada 28 April 1949, akibat sakit TBC yang menggerogoti paru-parunya. (Nurisma)



Komentar
Banner
Banner