bakabar.com, BANJARMASIN – Kantor Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Kalimantan Selatan (Kalsel) mengantongi 546 laporan masyarakat sepanjang tahun 2020.
Dari ratusan laporan tersebut, pemerintah daerah (Pemda) menjadi instansi terbanyak yang dilaporkan masyarakat.
“Adapun instansi terbanyak yang dilaporkan yaitu pemerintah daerah 82 laporan,” ucap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Noorchalis Majid melalui siaran pers yang diterima bakabar.com, Rabu (30/12) pagi.
Selanjutnya, disusul Badan Pertanahan Nasional (BPN) 34 laporan, BUMN atau BUMD 21 laporan dan kepolisian 11 laporan.
“Lalu kementerian atau lembaga 3 laporan, perbankan 2 laporan, dan kejaksaan 2 laporan," katanya.
Pelanggarannya berupa dugaan maladministrasi, di antaranya seperti penundaan berlarut 42 laporan atau 27 persen.
Kemudian tidak memberikan pelayanan 40 laporan atau 26 persen, penyimpangan prosedur 31 laporan atau 20 persen, lain-lain 23 laporan atau 15 persen.
Selanjutnya, tidak patut 9 laporan atau 6 persen, permintaan imbalan uang, barang dan jasa 7 laporan atau 5 persen.
“Terakhir, penyalahgunaan wewenang 2 laporan atau 1 persen serta tidak kompeten 1 laporan atau kurang dari 1 persen,” urai Noorchalis Majid.
Sebelumnya, berdasarkan substansi, laporan didominasi sektor pertanahan atau agraria 80 laporan, bantuan dan jaminan sosial 60 laporan.
Kemudian pendidikan 51 laporan, kepegawaian 30 laporan, kepolisian 27 laporan, air 24 laporan, desa 21 laporan, dan energi kelistrikan 19 laporan.
"Selanjutnya disusul perbankan, kesehatan, administrasi kependudukan, perizinan, PTSP, pemukiman, pajak, peradilan dan lain-lain," kata Noorchalis Majid.
Sedangkan aduan khusus tentang pandemi Covid-19 sebanyak 80 laporan. Di antaranya mengenai bantuan sosial, pelayanan kesehatan, keuangan, keamanan, dan transportasi.
"Paling banyak keluhan terkait bantuan sosial, keuangan atau restrukturisasi kredit serta kesehatan," bebernya.
Kendati demikian, tidak semua laporan memenuhi syarat formil dan dapat ditindaklanjuti.
"Setidaknya ada 3 laporan yang tidak memenuhi syarat formil," ungkapnya.
Dari ratusan kasus itu, cara penyampaian laporan atau konsultasi masyarakat pun berbeda-beda.
Antara lain datang langsung 186 laporan atau 40 persen, via WhatsApp 105 laporan atau 23 persen, surat 82 laporan atau 18 persen.
Lalu telpon 34 laporan atau 7 persen, email 25 laporan atau 5 persen, lain-lain 14 laporan atau 3 persen.
Terakhir, investigasi inisiatif 11 kasus atau 2 persen, media sosial 8 kasus atau 2 persen, dan website 1 kasus atau 1 persen.
"Klasifikasi pelapor, lebih banyak disampaikan secara perorangan atau korban langsung. Yakni sebanyak 121 laporan, disusul dengan kuasa hukum 15 laporan, dan inisiatif dari Ombudsman 14 laporan," jelas Noorchalis Majid.