bakabar.com, JAKARTA - Food estate di Kalimantan Tengah dinilai mangkrak. Pemerhati sosial Anang Rosyadi menyebutnya sudah gagal sejak awal. Kata dia, Senayan tak skeptis.
"Lolosnya anggaran food is dead ini tidak hanya tanggung jawab eksekutif. Tapi juga legislatif," ucap aktivis senior Kalimantan itu, Selasa (29/8).
Dia menyebut begitu lantaran megaproyek di Gunung Mas itu tak benar-benar dikaji. Bahkan sejak awal pembahasan di DPR. Mereka asal sepakat.
Baca Juga: Food is Dead Bukan Food Estate Kalteng
"Harusnya mereka sudah tahu kemungkinannya yang akan terjadi. Karena di situ fungsi pengawasan dan legislasi dalam anggaran," katanya.
Di bagian ini, Anang menuding legislator di Senayan berpikir sempit. Mereka tidak skeptis dengan anggaran yang tak realistis itu.
Apalagi budget yang digelontorkan tidak sedikit. Rp1,5 triliun. Jika melihat hasilnya saat ini, kata Anang; tak masuk akal.
"Harusnya DPR melihat, menganalisa bersama ahli. Lalu jika kebijakannya diyakini tidak berkekuatan, maka harus dilakukan sanggahan, catatan, bahkan tolakan," tuturnya.
Sekali lagi, ia menyebut DPR berpikir sempit. Tak cuma dari segi anggaran, tapi juga tupoksi penanggung jawab. Di mana, Kementerian Pertahanan dijadikan penggerak program food estate itu.
Baca Juga: Megaproyek Food Estate Kalteng Tak Punya Kajian Layak
"Tupoksinya bukan pertanian. Apakah agar bisa menggunakan kekuatan tentara untuk menekan rakyat?," tanyanya.
Bagi Anang, ini memalukan. Tujuannya tak jelas. Programnya juga tanpa kajian matang. Ia keras menyebut megaproyek food estate itu jadi sarang penyamun.
"Ini korupsi bergerombol. Dengan menjadikan proyek sebagai sarannya. Jadi kalau pemimpin waras maka harus segera diundangkan pembatasan transaksi tunai," tutupnya.