Nasional

Sekelumit Peran BRG di Kalsel, Lembaga yang Bakal Dibubarkan Jokowi

apahabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah pusat berencana merampingkan birokrasi dan anggaran dengan membubarkan sejumlah lembaga negara di…

Featured-Image
Digarap 2017 lalu dengan menghabiskan dana Rp338 juta, nasib 50 sumur bor sebagai siasat kebakaran lahan gambut di Banjarbaru tak jelas pertanggungjawabannya. Dari puluhan itu, hanya ditemukan tiga yang dibangun. Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah pusat berencana merampingkan birokrasi dan anggaran dengan membubarkan sejumlah lembaga negara di bawah presiden. Dari sederet nama itu, salah satunya adalah Badan Restorasi Gambut (BRG).

Di Kalimantan Selatan (Kalsel), BRG sebenarnya memiliki peran cukup vital. Dengan luas wilayah kurang lebih 3,9 juta hektare, 0,1 juta hektarenya [versi KLHK], adalah lahan gambut. Sementara versi Global Wetlands, total lahan gambut di Kalsel lebih besar lagi, yakni 0,6 juta hektare.

Lantas, bagaimana tanggapan BRG Kalsel tentang isu pembubaran lembaga satu ini?

Saut Nathan Samosir, mantan Kepala BRG Kalsel periode 2016-2019, memandang wajar lembaga yang dibentuk dari Keputusan Presiden (Kepres) itu dibubarkan. Menurutnya masa tugas BRG memang akan berakhir 31 Desember 2020 mendatang.

“Jadi kalau mau dibubarkan iya memang wajar, karena masa tugasnya memang sudah habis,” ungkap Samosir kepada bakabar.com.

Di Kalsel, peranan BRG dalam melakukan restorasi lahan gambut dan pencegahan kebakaran terlihat melalui data yang dikeluarkan BRG Pusat.

Di mana BRG Kalsel sejak 2017 sampai 2018 sudah membangun dan melakukan revitalisasi lahan gambut.

Pada 2017, estimasi lahan terdampak yang dilakukan pembenahan, sebut dia, seluas 3.193 hektare dengan membangun rewetting [pembasahan] sumur bor sebanyak 125, rewetting sekat kanal 40, dan melakukan revitalisasi lahan sebanyak 12.

Pada 2018, BRG Kalsel melakukan pembenahan seluas 4.568 hektare lahan terdampak dengan membuat 354 rewetting sumur bor, 65 rewetting sekat kanal, dan 10 revitalisasi lahan gambut.

Saut Nathan yang juga anggota DPRD Banjarmasin dari Fraksi PDIP ini menjelaskan jika BRG dibubarkan, maka tugas dari restorasi lahan gambut akan dikembalikan kepada dinas terkait.

“Ini sesuai tupoksinya bisa juga diteruskan oleh dinas-dinas terkait. Misalnya, selama ini kan anggarannya (KPA) ada di DLH Provinsi, jadi walaupun BRG tidak berlanjut maka secara otomatis DLH bisa melanjutkannya. Karena secara teknis bahwa DLH lah yang melaksanakan programnya ke depan,” jelasnya.

Sebelumnya, wacana pembubaran BRG dibocorkan langsung oleh Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan.

“Adakah sebenarnya organisasi itu bisa diperankan oleh sektor lain yang sangat dekat dengan tupoksi sebuah lembaga/kementerian. Kalau itu masih bisa ditangani, kira-kira perlu dipertimbangkan, dihapus,” ujar Moeldoko, Selasa (14/7) dilansir Tempo.

Dari sekian banyak lembaga bentukan presiden selain BRG, mencuat nama Badan Standarisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragan hingga Komisi Nasional Lanjut Usia.

“Untuk BRG kan sementara ini perannya cukup bagus dalam menangani restorasi gambut. Tapi, nanti juga akan dilihat, apakah cukup ditangani BNPB saja atau bagaimana,” ujar purnawirawan TNI AD itu.

Saat ini, lanjut dia, rencana tersebut masih berproses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

Menteri Tjahjo Kumolo disebutkan sedang membuat daftar lembaga-lembaga di bawah presiden yang dipertimbangkan dalam pembubaran lembaga negara demi perampingan birokrasi dan efisiensi anggaran.

Nasib 50 Sumur Bor

Digarap 2017 lalu dengan menghabiskan dana Rp338 juta, nasib 50 sumur bor sebagai siasat kebakaran lahan gambut di Banjarbaru tak jelas pertanggungjawabannya.

Deputi Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut (BRG), Budi Wardhana mengatakan pihaknya tak dapat melakukan apapun terkait sumur bor tersebut.

“Kesulitan kami ini karena dananya dari hibah, dan penggarapan cuma sampai tahapan konstruksi. Sementara tidak ada berita acara serah terima resmi. Sehingga BRG tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya saat ditemuibakabar.comdalam kegiatan PRIMS di Aston, Banjarmasin, akhir Senin (9/12) siang.

Karena proyek ini di luar KHG, maka BRG tak diperbolehkan membangun atau merawat sumur bor menggunakan dana APBN.

Sekalipun untuk keperluan mendesak dengan keberadaan Bandara Syamsudin Noor sebagai objek vital nasional.

“Jadi tidak bisa ada pemeliharaan. Kami harapkan secara mandiri masyarakat ikut serta menanggulangi hal itu,” harapnya.

Saat disinggung mengenai pembuatan sumur bor yang tidak sesuai spesifikasi, ia hanya dapat mengatakan bahwa hal itu wajar karena sesuai dana hibah.

“Jadi begini ya kalau dana dari hibah kita tidak bisa memaksakan mereka membangun sesuai speak Dirgen PPKL, kecuali uang negara baru bisa sesuai speak,” ungkapnya.

Sejak 2016 lalu, masifnya kebakaran lahan gambut di Kalsel coba disiasati dengan sumur bor.

Sayang, dari pantauan terbaru kondisi sejumlah sumur itu sangat memprihatinkan, khususnya di Banjarbaru.

Maka tak heran kebakaran lahan gambut yang terus melanda membuat pemerintah daerah kelimpungan.

Banjarbaru menjadi satu-satunya wilayah di Kalsel yang berstatus tanggap darurat bencana. Penaikan status seiring masifnya teror Karhutla.

Soal sumur bor, Oktober 2018 lalu, Pantau Gambut menemukan hanya tiga dari 50 sumur bor di atas lahan gambut Banjarbaru yang berfungsi.

Sumur-sumur bor terbengkalai akibat ketidakjelasan wewenang dalam pemanfaatannya.

Sebagian lagi disebut terdampak pembangunan jalan dan perluasan bandara Syamsudin Noor.

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner