bakabar.com, BANJARMASIN - Di Taman Hutan Raya (Tahura) Mandiangin, Kabupaten Banjar, terdapat kolam renang yang disebut warga dengan kolam Belanda. Apakah penamaan itu berkaitan dengan sejarahnya?
Menurut Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM, Mansyur, dari observasi lapangan dalam kegiatan penelitian, pada kolam renang (zwembad) yang menjadi fasilitas dari Pasanggrahan itu ditemukan dengan susunan dinding kolam dari campuran batu andesit dan semen portland serta kerikil.
Kemudian gorong – gorong ukuran besar dan kecil, struktur kayu ulin serta bangunan rumah ganti dan kolam kecil, kamar mandi dan WC.
Dalam sumber Journal (Magazine) Tropisch Nederland. Tijdschrift ter Verbreiding van Kennis omtrent Oost en West Indië, volume 12 tahun 1939, dituliskan bahwa salah satu fasilitas di Pesanggrahan Mandiangin adalah kolam renang (zwembad).
Hal ini didukung keberadaan sumber foto, yang didapatkan pada oorlogsgravens tichting.nl dalam artikel utama yakni "het-proces-zonder recht" (Hukum Tanpa Proses).
Dalam sumber foto tersebut, terdapat gambar Gubernur BJ Haga yang sedang berada di kolam renang.
Pada caption foto yang cukup singkat, hanya dituliskan Haga zwembad (Haga di kolam renang) tanpa menjelaskan detailnya.
Walaupun demikian dapat diprediksi berdasarkan tata letak, bentuk serta kondisi geografis berupa jalan dan vegetasi di sekitar kolam. Kolam tersebut adalah kolam Belanda di Mandiangin.
"Keunikan kolam renang Mandiangin ini adalah air yang khas mengalir dari sumber mata air. Lantai dasarnya yang sangat alami dan kesegaran yang khas terasa," ucap Mansyur, Senin (13/7).
Kondisi ini sama dengan kolam peninggalan Hindia Belanda Kolam Renang Tirta Kencana di daerah Banyumas yang juga dibangun tahun 1900-an.
Mengenai sejarah pembangunan kolam renang Mandiangin hanya berdasarkan pada satu sumber primer (seperti dijelaskan sebelumnya) yakni mengenai peresmian bangunan Pasanggrahan Mandiangin dalam Majalah (Magazine) Tropisch Nederland halaman 356.
Dalam majalah ini dituliskan, kata Mansyur, pada Februari 1939 dibuka pasangrahan dengan kolam renang dan lapangan tenis di ketinggian 150 meter yang dinamakan Mandiangin (Windbad).
Pasanggrahan ini lokasinya terletak sekitar 50 kilometer dari Banjarmasin.
Pasanggrahan Mandiangin dan fasilitasnya seperti kolam renang dan lapangan tenis diresmikan pada 26 Februari 1939 oleh Gouverneur van Borneo, Dr. Bauke Jan (B.J.) Haga.
"Diperkirakan, bangunan kolam ini merupakan kolam renang pemandian untuk melayani tamu-tamu Eropa dari BJ Haga yang rindu dengan suasana kampung halaman mereka," katanya.
Tentunya orang-orang Eropa ini ogah berenang di sungai yang biasa dipakai kaum pribumi.
Jadilah kolam renang ini ekslusif untuk orang Eropa saja. Karena minimnya data primer lainnya maka dilakukan analisis dan pembahasan dilakukan dengan metode perbandingan.
Umumnya pada masa Hindia Belanda di awal abad ke-20, Kolam renang Zwembad biasa disebut Slembat (dari Bahasa Belanda: zwembad).
Seperti di kota Malang, Jawa Timur, penyebutan slembat sempat bertahan selama puluhan tahun menjadi primadona bagi anak-anak di kota Malang.
"Popularitas slembat pada masa itu bagi anak-anak sekolah di Malang memang sulit tertandingi," jelasnya.
Selain itu, akses yang masih sulit ke tempat renang lain yang rata-rata berada di daerah pinggiran kota membuat slembat menjadi tujuan utama.
Hal lain yang membuatnya selalu ramai adalah banyaknya anak les yang belajar di kolam renang ini.
Walaupun pada hari-hari akhir masa jayanya, kolam renang ini identik dengan kesan murah dan merakyat, namun pada masa awal pembangunannya, kesan yang muncul jauh dari dua hal tersebut.
Kolam renang ini dibangun bersamaan dengan kompleks olahraga Gajayana pada sekitar tahun 1930-an.
Mengenai kolam Mandiangin ini, pada bagian samping terdapat beberapa reruntuhan bekas bangunan, yang sudah hancur.
Bangunan ini dulunya diperkirakan digunakan sebagai tempat bersantai ataupun berganti pakaian oleh para Belanda, setelah mandi di kolam.
Mengenai aturan pemakaian Kolam Renang Mandiangin, kolam renang ini pun kemungkinan berlaku aturan yang sangat diskriminatif.
Jika ada orang pribumi di ruang/tempat yang hanya boleh dimasuki orang Eropa, orang-orang itu umumnya para jongos alias babu alias pelayan yang harus selalu menunduk pada orang Belanda.
Pemilihan lokasi untuk pembuatan Kolam Renang Mandiangin pada 1939 di wilayah Bukit Besar, hampir sama kasusnya dengan di Batu, Malang, Jawa Timur.
Mengenai arsitek yang membangun bangunan Pesanggrahan Mandiangin dan fasilitasnya seperti kolam renang dan lapangan tenis tersebut juga diperkirakan dibangun oleh A.W, Rynders yang pada 1939 tercatat sebagai architect bij de Landsgebouwendienst.
A.W, Rynders bertanggung jawab untuk gedung-gedung pemerintah di afdeeling Zuid en Oost Borneo. A.W. Rynders adalah architect di B.O.W atau Burgerlijke Open-bare Werken/Dinas Pekerjaan Umum.
Editor: Muhammad Bulkini