bakabar.com, BANJARMASIN – Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin baru saja memenangkan gugatan 53 korban banjir Kalsel.
“Menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima untuk seluruhnya,” ujar majelishakim PTUN Banjarmasin yang diketuai Andriyani Masyitoh melalui unggahan e-court sekitar pukul 16.00.
Hakim mengabulkan gugatan para tergugat untuk sebagian, menyatakan tindakan tergugat berupa melakukan pemberian informasi peringatan dini banjir pada Januari 2021 lalu merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad).
Karenanya, majelis hakim memerintahkan Pemprov untuk melakukan peningkatan sistem keterbukaan informasi bencana banjir di wilayah Kalsel.
Kemudian, memasang, memelihara dan mengontrol peralatan EWS (Early Warning System) di bantaran sungai wilayah Kalsel, dan mengoptimalkan media sosial untuk penyebaran informasi peringatan dini yang jelas dan akurat.
Kuasa hukum korban Banjir Kalsel, Muhammad Pazri, menyambut baik putusan tersebut.
“Sedikit napas segar bagi warga Kalimantan Selatan. Setidaknya kendatipun hanya sebagian gugatan saja yang dikabulkan setidaknya menjadi masukkan, perbaikan, koreksi, evaluasi, kebijakan dalam penanggulangan bencana di Kalimantan Selatan,” jelasnya.
Berkaitan dengan permintaan kerugian dalam gugatan tidak dikabulkan, menurutnya secara faktual persidangan sulit dibuktikan mengingat pencarian kuitansi, nota-nota perbaikan pasca-banjir sulit dilakukan para korban.
“Bahwa putusan tersebut hanya bisa kita lihat petitumnya saja sehingga untuk putusan seutuhnya belum bisa kami pelajari lebih lanjut, karena salinan putusan harus diverifikasi oleh majelis hakim dan panitera. Setelah itu baru bisa kami pelajari secara komprehensif berdiskusi, mengambil sikap sampai batas akhir 18 Oktober 2021 untuk upaya hukum selanjutnya dengan para tim advokat dan para korban banjir yang memberikan kuasa,” ujar advokat dari Borneo Law Firm ini.
Sebelumnya, babak akhir gugatan 53 korban banjir di Kalimantan Selatan disidangkan siang tadi. Sidang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.
53 korban banjir umumnya berasal dari wilayah di penjuru Kalsel, seperti Banjarbaru, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, hingga Hulu Sungai Tengah.
Gugatan dilayangkan mereka ke gubernur Kalsel. Tiga bulan lalu tepatnya Rabu 9 Juni, sidang perdana digulirkan PTUN Banjarmasin.
Kini, situasi pandemi membuat para penggugat hanya bisa memantau pembacaan putusan dari rumah masing-masing.
Namun begitu, Pazri optimistis pihaknya bakal memenangkan gugatan. Dalam sidang lanjutan sebelumnya, sebanyak 54 halaman kesimpulan telah disampaikannya, dan diterima hakim PTUN.
"Secara keseluruhan kami bantah fakta-fakta yang mereka (tergugat) dalilkan," ujar Pazri.
Terlebih, dalam sidang sebelumnya, salah satu saksi fakta tergugat mengeluarkan pernyataan terbalik yang justru menguntungkan para korban banjir. Saksi tersebut mengaku jika alat pendeteksi peringatan dini rusak, dan penanganan pasca-banjir lamban.
"Itu pembuktian terbalik hingga menguntungkan bagi kami. Sehingga kami optimis gugatan kami dikabulkan majelis hakim," imbuh advokat dari Borneo Law Firm ini.
Dalam kesimpulannya, 53 penggugat meminta majelis hakim menghukum gubernur Kalsel karena terbukti lalai dalam penanganan banjir awal 2021 tadi.
"Bahwa tindakan tidak melakukan pemberian informasi peringatan dini banjir, lambannya penanggulangan, dan tidak membuat Peraturan Gubernur tentang teknis pelaksanaan penanggulangan bencana merupakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah," paparnya.
Apabila majelis hakim dalam putusannya memenangkan penggugat, maka tergugat dalam hal ini gubernur dan Pemprov Kalsel tak hanya harus memperbaiki teknis penanggulangan bencana, tapi juga wajib membayar ganti rugi ke para korban banjir.
Seperti diketahui, dari penghitungan pihak penggugat kerugian yang ditelan 53 korban banjir sebanyak Rp890.235.000. Kemudian kerugian immateriil sebesar Rp1.349.000.000.000.
Sebagai pengingat, 39 ribu warga di Kalsel terpaksa mengungsi akibat banjir merendam 24.379 rumah, awal Januari 2021 silam.
Citra satelit radar menunjukkan luas wilayah yang tergenang mencapai 164.090 hektare.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menaksir nilai kerugian mencapai 1,3 triliun.
Tak hanya materiil, banjir terparah dalam dalam 50 tahun terakhir itu telah merenggut 15 korban jiwa.