bakabar.com, BANJARMASIN – Dewan Kelurahan (DK)-Forum Kota (Forkot) Banjarmasin yang menggandeng advokat Borneo Law Firm (BLF) punya waktu kurang dari 45 hari untuk mengggugat Undang-Undang Provinsi Kalimantan Selatan.
Dasar hukum pemindahan ibu kota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru itu akhirnya ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2022.
Mengacu Pasal 9 ayat (2) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, permohonan uji formil diajukan maksimal 45 hari sejak UU atau Perppu diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
"Kami finising sampai akhir Maret ini target judicial review, karena banyak kajian-kajian dan subtansi yang harus dipertajam," kata Direktur BLF, M Pazri dihubungibakabar.com, Selasa (22/3).
UU Provinsi Kalsel terdiri dari 8 pasal 3 bab dan masuk Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 68.
Ia menilai banyak kejanggalan yang dilihat dalam aturan tersebut. Termasuk enam provinsi lain: Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
"Janggal, kesemuanya hanya ada delapan pasal," jelas Pazri.
Meski ditandatangani Presiden Jokowi, UU itu menurutnya, menjadi gambaran dugaan proses legislasi yang ugal-ugalan.
"Karena ingin cepat sampai, kilat dan selesai, sehingga dugaan segala cara dihalalkan supaya undang-undang ini cepat ada, tidak memperhatikan kebutuhan daerah dan partisipasi masyarakat," ujarnya.
Khusus UU 8/2022 tentang Provinsi Kalsel, kata Pazri, padahal dalam masih bentuk rancangan undang-undang (RUU) terdapat 58 pasal.
Menurutnya, pemindahan ibu kota Kalsel tidak melalui kajian khusus. Kemudian juga tidak melibatkan seluruh kepala daerah serta DPRD 13 kabupaten/kota.
"Minimnya partisipasi masyarakat, tidak ada uji publik, pembahasan yang tidak terbuka, dokumen RUU yang sulit diakses di Website DPR RI," bebernya.
UU Provinsi Kalsel yang baru disahkan, kata dia, jelas tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis dan historis.
Dasar hukum ini, menurutnya, sangat tidak lengkap dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
"UU yang baru disahkan hanya delapan pasal dan terdiri dari Bab I Ketentuan Umum, Bab II Cakupan Wilayah, Ibu Kota dan Karakteristik dan Bab III Ketentuan Penutup," tuntasnya.
Berikut sederet cacatan kritis BLF soal UU Nomor 8 Tahun 2022 Provinsi Kalsel:
– Bab ketentuan umum tidak menguraikan secara lengkap istilah-istilah
– Asas dan tujuan dalam Undang-Undangtidak ada
– Posisi, batas, pembangunan wilayah dan tujuan provinsi tidak jelas secara detail menyebutkan lintang, derajat serta batas-batas, ketika sengketa batas antar provinsi akan jadi masalah baru
– Karaketristik Provinsi Kalsel masih belum jelas, karena tidak melihat kearifan lokal dan nilai budaya sebenarnya
– Kewenangan dan Pembagian Urusan Pemerintah Provinsi dalam UU tidak ada
– Perencanaan pembanguan tidak ada. Padahal pindah ibu kota dari Banjarmasin ke Banjarbaru
– Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) tidak dimuat
– Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP) tidak ada
– Pola dan pembangunan Provinsi Kalsel tidak ada
– Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten/Kota tidak ada
– Pedoman penyusunan dokumen pembangunan tidak ada
– Pedoman pendekatan pembangunan tidak ada
– Bidang prioritas tidak ada
– Pembangunan perekonomian dan industri tidak ada
– Sistem pemerintah berbasis elektoronik tidak ada. Padahal seharusnya sejalan dan bekesesuaian dengan rencana pemerintah pusat
– Pendanaan,pendapatan dan alokasi dana perimbangam tidak ada.
– Bab Partisipasi Masyarakat tidak ada