bakabar.com, JAKARTA – Harga minyak goreng Rp14.000 di ritel modern menjadi langka. Masyarakat harus gigit jari karena kesulitan mendapatkan minyak goreng Rp14.000 per liter.
Hal ini terjadi di gerai ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart. Masyarakat pun kecewa karena sudah keliling ke ritel modern tapi tidak mendapatkan minyak goreng Rp14.000.
Ibu rumah tangga sekaligus pembeli, Yuli mengaku tak kebagian minyak goreng murah di ritel modern. Maka dari itu, dia mencoba ke pasar tradisional dengan harapan mendapat minyak goreng murah, namun hasilnya nihil. Harga minyak goreng di pasar tradisional masih dijual Rp20.000 per liter.
“Saya sudah keliling ritel, ya ke Indomaret, Alfamart, Alfamidi, sudah saya datangi. Tapi di sana stoknya habis semua. Makanya saya ke pasar hari ini katanya sudah ada di pasar (migor Rp 14.000). Tapi mana, nggak ada yang jual murah,” ungkapnya, kutip MNC Portal Indonesia.
Pengusaha ritel pun angkat bicara perihal langkanya minyak goreng Rp14.000.
Berikut fakta-faktanya:
1. Aprindo soal Minyak Goreng Rp14.000 Langka
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menegaskan, kelangkaan minyak goreng di ritel modern bukan tanggung jawab Aprindo melainkan pihak distributor.
Dia menyebut, bahwasanya Aprindo hanyalah penyedia tempat untuk distribusi minyak goreng subsidi kepada masyarakat, bukan pemasok.
“Masalahnya bukan di ritel, karena ritel nggak bisa produksi minyak. Masalahnya itu di pasokan para distributor. Kita ini kan cuma warung,” ujarnya.
“Jadi kalau sudah dibeli oleh ibu-ibu di luar sana, kalau nggak ada yang pasok, atau pihak distributor tidak mengirim ke ritel, ritel bisa apa? Karena ritel kan tempat jualan saja,” terang Roy.
2. Ritel Hanya Tempat Menjual
Beberapa ritel modern seperti Alfamart, Indomaret, dan sejenisnya mengalami kehabisan stok minyak goreng. Pegawai ritel saat ditemui tim MPI mengaku, stok ludes dibeli ibu-ibu hanya dalam beberapa jam setelah barang dikeluarkan di rak penyimpanan.
“Jadi kalau sudah dibeli oleh ibu-ibu di luar sana, kalau nggak ada yang pasok, atau pihak distributor tidak mengirim ke ritel, ritel bisa apa? Karena ritel kan tempat jualan saja,” terang Roy.
3. Kesalahan Produsen?
Ketua Umum Aprindo ini mengatakan, dalam hal minimnya pasokan ini diduga pihak distributor dan produsen tidak menjalankan komitmennya dalam mendukung program Pemerintah. Alhasil, pasokan ke ritel jadi terbatas.
“Distributor dan produsen ini tidak komit terhadap program pemerintah. Kalau Aprindo kan sudah komit,” tandasnya.
4. Pertanyakan Pasokan
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyatakan, pasokan minyak goreng yang digelontorkan kepada peritel baru mampu terserap 5% dari 10% jatah yang diberikan pemerintah.
Adapun total minyak goreng yang diguyurkan Pemerintah sebanyak 250 juta liter per bulan. Dengan alokasi, 10% disebar melalui ritel modern. Artinya, peritel hanya menerima 25 juta liter per bulan.
“Skemanya sudah jelas, komit Pemerintah kan 250 juta liter sebulan lewat para produsen minyak goreng dan distributor untuk masuk ke ritel, pasar tradisional, operasi pasar. Tapi 250 juta liter itu, ritel hanya butuh 10%. Jadi hanya butuh 25 juta liter per bulan. Yang 10% ini saja belum terpenuhi apalagi yang 90%. Saat ini saja baru masuk nggak sampai 5%,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia.
5. Harus Ada Kerja Sama
Roy tidak heran jika hari ini minyak goreng satu harga belum masuk ke pasar tradisional. Karena dari berdasarkan catatannya, dari sisi ritel saja pasokannya kurang.
“25 juta liter minyak goreng saja belum terpenuhi ke ritel modern. Bagaimana ke pasar hari ini yang sudah mulai berlaku. Pasti nggak bisa. Karena di ritel saja nggak pasok,” tuturnya.
Dia pun berharap, ada kerja sama yang baik antara produsen dan distributor demi kelangsungan kebutuhan masyarakat Indonesia. Karena diketahui bersama, minyak goreng merupakan bahan pokok krusial bagi ibu-ibu rumah tangga maupun pelaku usaha makanan.