Kalsel

Satgas Covid-19 Kalsel Beri Lampu Hijau PTM, Pakar Covid-19: Riskan

apahabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah daerah di Kalimantan Selatan kini diketahui sudah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM)…

Featured-Image
PTM di Kalsel. Foto-apahabar.com/Riki

bakabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah daerah di Kalimantan Selatan kini diketahui sudah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah, menyusul status PPKM yang mulai turun level. Tim Satgas Covid-19 Kalsel pun memberi lampu hijau kepada daerah PPKM level 1-3 untuk menggelar PTM.

"PTM boleh saja pada PPKM level 1 sampai 3," ucap Jubir Satgas Covid-19 Kalsel, M Muslim, Rabu (29/9).

Kendati begitu, Muslim tetap mengingatkan pihak sekolah maupun pemerintah daerah untuk rutin melakukan pemantauan.

Selain itu, kata dia, melakukan pemeriksaan acak (random sampling) kepada siswa-siswa di sejumlah sekolah.

"Termasuk juga melakukan skrining dengan sistem sampling," ujarnya.

Pandangan berbeda justru diberikan anggota tim Pakar Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin.

Dia menilai, menggelar PTM di tengah pandemi tetap riskan, meski wilayahnya berstatus PPKM level 1-3.

"Tentu pilihan melaksanakan PTM dalam situasi pandemi belum terkendali dan capaian vaksinasi masih rendah pada tingkat populasi maupun pendidik dan anak usia sekolah adalah keputusan yang sarat dengan risiko," ucapnya kepada bakabar.com, Kamis (30/9).

Kondisi pandemi di Indonesia saat ini, lanjut Hidayatullah, memang sedang membaik. Tetapi ini persis seperti keadaan sejak pertengahan Mei hingga Juni yang lalu.

Ia mengingatkan sekarang sedang menghadapi gelombang ketiga pada Juli-Agustus dengan kondisi yang jauh lebih buruk.

"Terjadinya gelombang ketiga sendiri adalah akibat kita tidak waspada dengan potensi masuk dan menyebarnya varian Delta, abai prokes, mobilitas penduduk melonjak," tekannya.

Anggota tim pakar Covid-19 ULM ini paham betul satu-satunya alasan pemerintah nekat menggelar PTM di tengah pandemi demi menghindari potensi loss learning yang lebih besar.

"Hasil penelitian Afkar dan Yarror (2021) memperkirakan leraning loss yang dialami anak Indonesia selama tidak diadakannya PTM setara 0,9 tahun," ujarnya.

Di samping itu, trend kasus corona belakangan terakhir sudah mulai turun. Namun, dengan pemerintah nekat menggelar PTM akan memicu mobilitas pada anak-anak usia sekolah dari PAUD sampai SMU.

"Artinya potensi mereka terpapar virus Corona dan kemudian menjadi carrier di keluarga menjadi lebih besar," tuturnya.

Selain itu, Hidayatullah mengatakan situasi pandemi belum terkendali dan bisa saja memunculkan gelombang keempat akibat PTM ini.

"Kedua, capaian vaksinasi pada populasi dan anak usia remaja 12-17 tahun masih rendah. Di tingkat nasional masyarakat yang sudah tervaksinasi secara penuh (dua dosis) baru 24% dari target sedang di Provinsi Kalsel sebanyak 15%," katanya.

Dia mengingatkan bahwa pemerintah perlu melihat ledakan kasus Covid-19 yang sedang dihadapi Singapura.

Ledakan kasus di negera tetangga tersebut terjadi meskipun vaksinasinya adalah yang paling baik di dunia, yaitu sudah mencapai 77% penduduk yang sudah divaksin penuh. Tetapi ketika ada celah masuk dan penyebaran varian Delta, maka terjadilah lonjakan Covid-19.

Ketiga, di Indonesia anak usia di bawah 12 tahun belum eligible untuk mendapatkan vaksinasi sehingga PTM akan sangat riskan pada mereka.

"Apalagi tingkat kematangan berpikir pada anak usia PAUD dan SD relatif rendah, sehingga lebih sulit untuk memahami dan menerapkan prokes. Jadi sebaiknya PTM ditunda dulu untuk kemudian disusun strategi yang lebih," pungkasnya.



Komentar
Banner
Banner